Senin, 14 November 2011

tentang rindu serta geram yang tak usai






suatu hari aku jatuh cinta dengan seseorang yang seharusnya jadi pamanku. cinta itu terbentuk halus. aku mencintainya diam-diam.

aku ingat pernah mencintai lelaki lain sebelum dia.  tapi aku tidak yakin apakah yang dulu-dulu itu betul cinta seperti kali ini, aku selalu merasa yang dulu itu adalah harapan kosong, tanpa keinginan berbuat cabul, kau hanya ingin memberi, kau merasa cintamu tulus, dan khianat itu membikin hatimu hancur. kemudian ketika kau mencoba menjajal cinta kembali, rasanya tidak akan semurni pertama kau merasakan cinta, yang selanjutnya seperti sejenis kesepian kronis. kesepian yang membikin dirimu kehilangan imajinasi untuk berdoa atau sekedar berharap.

sore itu aku melihat dia. delapan tahun kami tinggal berdekatan, seharusnya setiap hari bertemu, tapi sebelum hari ini, aku tidak pernah memperhatikan dia sungguh-sungguh.kita telah sama-sama tahu bahwa tidak ada kebetulan dalam hidup, aku percaya. kau bisa hidup bertahun-tahun bersebelahan dengan dia, tak pernah bertemu. kau dilukai orang lain, melukai orang lain, dan ada satu hari kau sadar, kau mencintai dia, begitu saja, begitu kau melihatnya hari itu, kau tidak bisa menyangkal tidak sedang jatuh cinta.

padahal dia bukan lelaki impianku. gerald jauh lebih tampan. dia juga tidak gagah. gerald jauh lebih perkasa. masalahnya gerald tidak pernah mencintaiku. itu jelas masalah serius. 6 tahun aku menunggu hatinya luluh dan ia lebih memilih perempuan lain. 2 tahun aku mencari pengganti gerald dan mempermainkan hidupku sendiri. hatiku tidak pernah sembuh, kau tahu jenis kebodohan macam ini memang selalu mengiris hati pelan-pelan. teman-temanku menuduhku lugu dan bodoh, karena mau diperalat gerald. aku yang berkorban untuk gerald, membantu dalam susahnya, memastikan dirinya baik-baik saja. gerald yang membuat kepercayaan diriku tumbuh pelan-pelan sekaligus menghancurkannya sekuat tenaga. bodoh. gerald tidak perlu diriku yang memastikan hidupnya hari ini baik-baik saja. cinta monyet macam itu betul-betul kelewatan. aku menghabiskan masa remajaku hanya untuk mencintai dia. kesetiaan yang mengagumkan, bodoh sebenarnya – tapi apa salahnya jadi bodoh, sebab bodoh adalah sesuatu yang bodoh, itu saja.

teman-temanku mendorongku untuk pergi melihat dunia, mengenalkan laki-laki selain gerald. membuatku sibuk dengan hal selain memikirkan gerald. hatiku rapuh dan telah hancur jadi serbuk, hanya karena seorang gerald. tolong antar aku ke rumah gerald, tolong tunggui aku di luar, aku mau lihat istrinya, pintaku pada segerombolan teman. mereka melarangku hebat : buat apa lagi, dia sudah punya hidupnya sendiri, kenapa kau masih naif, dia sudah tidak menginginkanmu lagi, berharga dirilah kawan. Sekali ini saja, kumohon, pintaku mengiba hati.

mereka tentu tidak mengindahkan mohonku. kami menyayangimu sobat, hidup harus berlanjut, begitu kata mereka.

teman-temanku mengenalkan aku dengan banyak pemuda. mereka risih menyaksikan aku melukai diri sendiri dan kehabisan waras. pemuda-pemuda itu sebagian memiliki minat musik, film dan bacaan yang sama, supaya mudah bagiku beradaptasi. aku tidak pernah merasa tertarik dan tidak yakin mereka juga tertarik padaku. kadang aku sengaja membuat mereka jijik supaya mereka menghindari aku.

memang pernah ada satu pemuda. tapi tidak ada cinta waktu itu. barter yang adil. kecup-kecup ringan di bibir. rabaan di punggung dan paha. pagut di leher dan dada. aku yang memutuskan berhenti ketika puting susuku mendadak kaku. aku tidak bisa membiarkan diriku memberikan kesenangan ketika aku tidak menginginkannya. akhirnya kami putus juga. untuk apa dilanjutkan kalau getaran itu tidak pernah ada. aku menghormati dia, dia tentu boleh dapat yang terbaik.

 fase itu aku menyukai diriku yang murung dan seorang diri. aku tak suka menghabiskan waktu untuk memaksa diri menyukai sesuatu. aku tak mau mendoktrin diriku baik-baik saja, karena memang kenyataannya aku tak baik-baik saja. aku tak mau menjadikan pemuda-pemuda itu sebatas pelepas dahaga. aku merasa tak terhormat.

akhirnya tiba juga hari itu. aku membuatkan makaroni panggang kesukaan gerald. seorang teman yang iba dan luluh akhirnya mengantarkan aku sampai di depan rumah gerald. istrinya membukakan pintu gerbang. cathrine yang berwajah jawa. ia manis dan menarik. rambutnya lurus dan disisir sirkam ke belakang, dengan kening luar biasa lebar. aku memperhatikan dia luar biasa cermat. matanya agak lamur. barangkali dia kena glukoma, aku berdoa dia tak kena glukoma, tapi tak bisa tidak aku ingin dia kena glukoma. kacamatanya bulat besar dan aku masih berdoa dia kena glukoma.  ia menyapaku hangat : hai nadia, kamu pasti nadia yaa..ayo masuk.

aku malu. sebab ia mengalahkan aku dengan sebuah sikap manis.

rumahnya mungil dan rapi. desain interiornya kalem dan lembut. aku mendadak sedih. seluruh desain interior ini pernah ada dalam bayanganku sebelumnya. aku pernah mencatat di selembar kertas. waktu itu hujan turun, gerald bermain piano. aku menuliskan rumah impianku, gerald mendengarkan aku berkhayal sambil terus bermain piano,aku yang remaja, meletup-letup dan tulus seperti anak anjing. sekarang aku melihat ruang tengah yang dicat warna langit biru, dengan awan-awan putih berarak. di ujung tembok yang lain, ada goresan magic hour, paduan warna langit sore, jingga kelabu merahmuda dan ungu. tembok ini pernah ada di mimpiku sebelumnya. aku pernah merencanakan dan merancangnya.

belum pernah aku dilukai begitu rupa oleh seorang lelaki. aku memutuskan pulang. kupeluk catrine dengan dekapanku paling hangat. aku memeluk dia dan berkata, selamat ya cath. ucapanku itu tulus, aku sungguh berharap ia bahagia, aku sungguh-sungguh berharap ia bahagia, ia sudah menaklukkan hati gerald, itu saja. ia sudah memenangkan kompetisinya sendiri. segala buruk sangka mengenai catrine lenyap sudah, dendam itu terhapus pelan-pelan, hanya sedih yang belum hilang, bahkan 2 tahun kemudian.

aku pengen muntah. aku pengen muntah. aku mual dan berkeringat. aku marah dan muak. aku marah dan muak.

aku menyimpan perkara itu seorang diri. kawan-kawanku mulai menganggap aku sudah move on, sudah pulih dari luka sakit hati. aku tak tahu apakah aku masih sakit atau sudah relieve.



keponakanku yang menyadarkan aku. dia mengajakku nonton teletubbies favoritnya. aku dipaksanya menonton teletubbies yang suka berpelukan dan makan puding tubbie warna pink.

teletubbies membuatku ngeri. ada wajah bayi di dalam matahari. kalau saja aku dapat, aku ingin meremas matahari dan membuatnya jadi serpih. besok pagi, tak bisa kau lihat lagi ada bulatan cahaya cemantel di angkasa. aku sudah menghancurkannya kemarin sore. kau tak akan lagi lihat cahaya. ini sebuah keadilan. hidupku telah terlampau gelap dan kau tentu saja harus ikut merasakannya. sebab kau bagian dari gelap itu. kau  yang membuatku berubah jadi gelap. kau tak layak merasakan cahaya sebab kau sungguh-sungguh tak layak. kalau aku sakit kau juga harus ikut merasakannya, itu adalah tanggung jawab, sebab kau bagian dari gelap itu. tentu saja aku tak baik-baik saja. aku tak berharap kau baik-baik saja..aku marah dan muak ketika kau baik-baik saja. asshole !!

rasanya bisa marah-marah menyenangkan ternyata. bapak dan ibu tak pernah mengajari aku melempar-lempar barang. aku tak pernah menemukan mereka berteriak satu sama lain. aku seperti pendosa berat ketika mereka menemukan puntung rokok di kamarku. detik itu aku menyakini bahwa privasiku betul-betul dibatasi. aku tak bisa menangis dimanapun. aku tak bisa mengekspresikan kekecewaan hatiku, bahwa aku tak diinginkan, tidak diperlakukan adil.

sampai suatu hari minggu yang telah menjadi terlalu biasa, aku menjumpai dia. paman yang angkuh. ia yang terbiasa mendominasi dan menaklukkan. ia yang bisa menentukan posisi tawar dirimu. ia kaget ketika aku menentukan kedudukanku sendiri.

kami banyak bercakap. minat yang sama tentang film, teater, musik dan buku-buku. kesamaan pandangan pada isu-isu sosial dan politik. aku selalu menyukai tatapan-tatapan cerdas dan bergairah. aku selalu menyukai cerita-cerita yang hidup, cerita yang tidak harus ketemu ending. aku menyukai orang-orang gigih yang percaya pada kekuatan mimpi, mereka yang tergerak untuk kemanusiaan, mereka yang berjuang di dalamnya.

waktu kecil bapak mengantarkan aku sekolah minggu, kelasnya ada di seberang gereja. ia menggandeng tanganku sembari bernyanyi mengenai apa saja. kita mengharapkan apa yang kita lihat, kita menantikannya dengan tekun, begitu kata Paulus ketika telah menjadi murid Yesus yang setia. Paulus tak pernah berjumpa dengan Yesus sebelumnya kecuali dalam suara yang mengawe-awe dan terluka, ia memiliki pledoinya sendiri. tadinya namanya Saulus dan dia memiliki kegigihan untuk menghabisi pengikut Yesus. Tuhan seperti ingin berujar : tak ada yang tak mungkin.

 ketika besar aku mengalami tuhan tidak mengabulkan doaku yang tulus, meskipun aku berharap dan menantikannya dengan tekun. aku sudah kehilangan pesona akan hadirnya mukjizat. sudah kehilangan pesona ketika mulai berani bertanya : hai kristus..mengapa kau mau percaya ia tak akan mencelakakanmu. apa yang membikinmu yakin tuhan tak akan mengecewakanmu,
 pada kasusku : menanti gerald.

sepele..dulu tidak.

begitulah, suatu sore aku jatuh cinta dengan seseorang yang seharusnya menjadi pamanku. ia duduk membaca sebuah buku. ia angkuh dan tak bisa ku rengkuh. aku mencintai dia diam-diam. aku takut  jatuh cinta lagi sebetulnya. aku tidak akan sanggup menghadapi pahitnya di kemudian hari.

aku tidak bisa membohongi diriku. kendatipun aku takut jatuh cinta lagi. diam-diam aku memang merindukan dia. meski kerapkali kulihat anak istrinya tertawa di sekitarnya. aku tetap tergetar dan terpesona.

aku memperhatikan bapak ibu. mereka terlihat seperti orang baik-baik. ibu sepertinya tak akan tidur dengan orang selain bapak selama usia pernikahan mereka. bapak sepertinya hanya setia kepada ibu meskipun sudah ada perempuan telanjang membikin penisnya tegak. aku memperhatikan mereka. atau mereka begitu rapi menyembunyikan itu satu sama lain. barangkali masing-masing pernah saling berkhianat dan melukai lebih hebat untuk menunjukkan siapa yang lebih punya sikap. aku memperhatikan mereka dan tiba-tiba merasa menjadi pendosa berat karena menginginkan seseorang. tidak bisakah kalian berbagi padaku mengenai fantasi seksual, supaya aku tak sendirian merasa seperti binatang. tidak bisakah?

Minggu-minggu berlalu, aku berusaha keras untuk tidak mencintai dia. bagaimana bisa aku melukai hati perempuan lain, aku pernah merasakan sakitnya dibodoh-bodohi. tapi aku tidak bisa berhenti mengagumi dia.

apa yang aku tahu tentang hidup..gak banyak.. fenomena itu berlangsung terus menerus seperti cakrawala saja yang didekati dan dia akan terus menjauh... aku selalu ingin ketemu gaduh, supaya aku merasa ada yang menemani.

kami mengobrol di teras rumah selepas acara lingkungan, dia baru saja selesai mengobrol hangat dengan bapak dan ibu.  belum ada teman kencan yang serius selama setahun itu, kalaupun ada kawan laki-laki mengajak pergi, mereka betul-betul hanya kawan yang nyaman.

obrolan-obrolan dengannya berlangsung sangat wajar, ringan, menyenangkan, dalam, sama menyenangkan. aku makin mahir mengendalikan tatapanku, mengendalikan keliaran dari dasar hatiku yang menginginkan dia, aku yang mencintai dia pelan-pelan, diam-diam, menahan hatiku kuat-kuat. jenis cinta seperti ini menyiksa. kau tidak bisa bilang merindukannya, kau tidak selalu punya alasan untuk bertemu dia, pertemuan selalu sebentar dan tanpa sengaja, kau tidak bisa mengondisikan pertemuanmu, kau takut ketahuan jatuh cinta, dan hatimu kalut, sebab kau masih ingin memandanginya lama, kau masih ingin berada bersama dia.

hari itu aku tahu bahwa aku tidak mencintai dia, si paman itu. aku hanya ingin bersanggama. karena aku marah.

suatu hari kami berpapasan dalam sebuah festival komputer dan alat elektronik, hari telah sangat larut, tidak sengaja bertemu. demi keramahtamahan yang sopan, ia menawariku pulang, hatiku berdegup satu-satu. ia bertanya apakah tidak apa-apa minum kopi sebentar. aku menerima ajakannya. obrolan malam itu berubah jadi dalam. ia menggeser kursinya, duduk di sebelahku. aku bisa merasakan hembus nafasnya menggelitik di liang telingaku. ia menggodaku, bibirnya menempel di pipiku. aku mengajaknya pulang. ia menggandeng tanganku menuju parkir. jalanan lancar dan lengang, mobilnya dingin. ia menghentikan laju sedannya. ia tersenyum menatapku. kemudian mencium aku pelan-pelan. aroma tubuhnya menempel di kulitku, ia mengetatkan dekapan. membuka kancing kemejaku satu persatu.berusaha mengulum puting susuku. hisap..hisaplah di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar