Minggu, 23 September 2012

selalu ada yang tak bisa ditulis dan justru itu adalah bagian yang terpenting




ada banyak hal yang ingin kutulis, tapi aku tak mampu menuliskannya.
aku ingin cerita hujan sampai juga ke rumahku, rintiknya adalah instrumen musik terindah di telingaku..aku ingin membagi cerita denganmu, tapi semalam mimpi buruk dan sedih datang.
kamu menangis dan menyesalkan kedatanganku. aku kebingungan dan merasa serba salah sebab dari awal aku tak pernah ingin membuatmu susah. aku terbangun ketika perasaan itu masih menggantung di langit-langit batinku. kudengar choki menggonggong dan merasa demikian kesepian. kesadaran pahit itu tak pergi-pergi. aku teringat bahwa ternyata kamu pernah mempermalukanku (seandainya kamu memang meniatkannya, betapa keji) beberapa kali yang membuatku merasa demikian payah: mengapa begini.
ada banyak hal yang ingin kutulis, tapi aku tak mampu menuliskannya. semua serba penggalan tak utuh, tak pernah bisa memuatnya dalam selembar kertas atau keseluruhan hidupku, selalu ada yang tak bisa ditulis, dan justru itu adalah bagian yang terpenting.

Senin, 17 September 2012

nasi berenang


begitulah cara saya menyebut menu makanan favorit ketika masih kecil. mbak titiek pengasuh saya yang pandai memasak akan memberikan saya seporsi nasi dengan kuah sup yang banyak sehingga terlihat mengapung, saya menyebutnya nasi berenang. isian sup-nya ada di mangkuk lain demikian pula lauk ayam atau ikan dengan tempe dan tahu goreng ada di piring lain. saya memang repot sekali untuk urusan makan, harus cantik secara visual. mbak titiek tahu bahwa saya tak suka ada kol, buncis, kentang dan makaroni di dalam sup ala indonesia itu, dengan bumbu bawang putih, lada dan pala yang ditumis kemudian dicampur dalam kuah kaldu sayap atau ceker ayam.

waktu kecil saya suka memperhatikan mbak titiek memasak, terutama memasak sup, sebab dia menjejer bahan-bahan masakan di dalam tampah seperti irisan-irisan pie. mbak titiek mengukir wortel bentuk bunga,di sebelahnya dia letakkan kembang kol, brokoli, tomat dan daun bawang yang akan dimasukkan terakhir, serta sosis yang digurat-gurat supaya nanti ketika direbus berbentuk seperti gurita.

setelah sibuk merajang dan menata bahan-bahan masakan, dia akan mendidihkan air untuk merebus ceker atau sayap ayam. mengulek bumbu dan menumisnya hingga harum, kemudian dituang ke dalam kuah sup. satu per satu bahan di dalam tampah masuk ke dalam panci. selama menunggu sup matang dia akan sibuk memotong tempe dan menggurat-guratnya, membumbuinya dengan garam, bawang putih dan ketumbar. saya duduk di sebelah dia, dengan celana dalam dan kaos singlet, menunggu dia memasak sambil ikut mendengarkan siaran radio pesona fm. Dapur sepi, sebab kakak belum pulang sekolah. ada lagu tito sumarsono mengalun lembut dan desisan tempe di goreng dalam minyak panas.

heiihoo.. mungkin kita mengalami masa kecil yang mirip ..hihihi.. sup ceker tahu dan telur dadar sayuran :)) semoga hidupmu beruntung, lancar rencana-rencana indahmu... dan kuat menghadapi lotere burukmu... berkah dalem

kemarin simbah memblender sup ayam dengan isian brokoli,wortel dan daun bawang untuk makan mbah kung. saya jadi terkenang mbak titiek dan masakan-masakan dia yang lezat.

dia teramat manis kepada saya. setiap menjelang EHB (evaluasi hasil belajar) untuk menyemangati saya, dia akan memasakkan sup babi dengan kacang merah. Saya baru teringat sekarang, terakhir kali makan sup babi kacang merah adalah empatbelas tahun lalu. waktu saya duduk di kelas enam sd dan esoknya akan ujian keterampilan bermain suling dan bernyanyi, itu adalah ujian terakhir dari maraton ujian sekolah. waktu saya SMP, mbak titiek sudah tak tinggal bersama kami.

dia sekarang tinggal di kota yang sama dengan simbah. kadang-kadang mampir untuk menengok simbah dan membantu membelikan benda-benda dari pasar lanang.

Simbah sering memasakkan ibu sayur bobor, dengan santan encer dan daun salam yang banyak. Saya suka sekali daun labu yang berserat, labu siam kecil, kacang panjang, dan bayam dalam sayur bobor. bapak senang mencocok-cocokkan sayur dengan lauk, dan untuk bobor, dia suka sambal terasi dengan baceman tahu tempe dan ayam. Baceman itu begitu legam, setiap bumbu merasuk ke dalam, sampai kedele di dalam tempe berubah coklat, manis, gurih, legit dengan sensasi krispi kriuk agak pahit karena ada sisi-sisi yang gosong ketika digoreng.

tiba-tiba saya kepikiran penjual gule dan tongseng keliling yang kerap lewat depan rumah di waktu malam. Pedagang itu memasak tongseng menggunakan anglo, seru banget pokoknya. bapak adalah orang yang gak tahan dengan lapar, jadi kalau malam dia merasa lapar (meskipun ibu sudah ngomel-ngomel jangan makan lagi) setiap terdengar bunyi kluntung-kluntung maka bapak berjalan ke depan pagar dan berteriak : GUUULLLEEEE !!!! dia akan membeli sepanci kecil gule dengan kuah yang sangat banyak berasa jamu seharga sepuluh ribu rupiah. padahal gulenya itu penuh dengan jeroan kambing. dengan wajah berbinar-binar bapak pergi ke dapur, sibuk mengiris-iris tomat segar dan merajang kol kemudian merebus gule tersebut hingga mendidih, dan memakannya dengan nikmat. supaya gak dimarahi ibu karena makan malam-malam, biasanya aku mengambil separo porsi kuah gule dan kol (dagingnya sudah disikat habis, ahahahahaa) dan bertenggang rasa bersama bapak : dimarahi bareng-bareng.

ini tongseng bikinan sendiri..rasanya enaaakk..saya ganti santan dengan krimer. rasanya gurih,agak manis, pedas berempah....setelah ujicoba 2 kali, baru bisa dapat rasa tongseng yang aduuhhaaaiii

 ada banyak resep makanan berkuah yang diturunkan turun temurun oleh ibu dan mbak titiek. Saya tak suka lodeh, ngomong-ngomong, kecuali buatan ibu saya yang legit, pedas dan merah, dengan kaldu iga yang sedap, rebung, daun so dan kacang panjang. kalau makanan bersantan seperti ini, andalan bapak adalah ikan asin, entah gabus yang ditumis dengan bawang,cabe rawit dan tomat hijau, ikan asin tipis (saya tak tahu namanya) yang digoreng tepung atau dibalado, atau ikan peda. bapak kalau makan suka mengedip-ngedipkan mata,sungguh lucu, saya dan kakak kerap menertawakan dia waktu kami kecil, ia menikmati sekali makanannya. saya merindukan suasana itu, meski tak duduk di meja makan dan memilih duduk di depan televisi, saling menggoda soal makanan dan bercerita seru adalah pengalaman masa kecil yang menyenangkan.

waktu kecil saya tak suka sayur asam dengan banyak sekali cemplungan sayuran : daun so, melinjo, nangka muda, kacang tanah, jagung manis, kacang panjang, labu siam, cabe hijau. sumpah, makannya bingung. Kalau sekarang saya pingin masak sayur asam, saya bilang sama mbak semi, mau bikin sayur sampah, soalnya banyak isian yang menurut saya gak cantik (ini selera) sehingga mbak semi hanya membelikan kacang panjang, cabai hijau, jagung manis, labu siam dan belimbing wuluh. di mangkuk saya sayuran-sayuran itu tampak teratur, bersanding dengan bola-bola daging (air rebusan bola daging-nya saya saring dan digunakan sebagai kuah sayuran).

saya suka sayur asam yang isinya gak terlalu ramai...kuahnya dibuat dari kaldu bola-bola daging yang disaring.

kalau musim belimbing wuluh tiba, saya selalu minta tolong mbak semi memintakan belimbing wuluh dari rumah mpok mastanah. saya suka sekali belimbing wuluh muda yang kesat dan bergetah, licin seperti lilin. Selain untuk dijadikan sayur asam, kerap belimbing wuluh itu dimasak menjadi masakan pindang serani, ikan bandeng yang dibumbui asam dan berkuah banyak. waktu saya mendekam di rumah sakit, dokter gizi menyarankan saya untuk makan oatmeal setiap hari. ibu membikin stok kaldu pindang serani yang banyak, supaya saya dapat merebus oatmeal dengan kaldu tersebut. saya selalu suka kaldu ikan yang bentuknya seperti jeli / gelatin ketika didinginkan, dan mencair ketika direbus kembali.

beberapa waktu yang lalu bersama ellen  kami eksperimen pindang serani model baru, ala tom yam sekaligus garang asem. buat saya enak, karena saya suka masakan ikan yang amis-amis, saya tambahkan daun mint untuk menambahkan cita rasa segar, dengan cabe rawit. saya masih memakannya ala nasi berenang.

meski suka sekali makan ikan, saya tak dapat menduplikasi sup ikan yang ada di restoran cina di daerah kota, itu adalah sup ikan yang enak, saya gak tahu bumbunya. kuahnya susu dan sayurnya sawi putih. kita tak memakannya dengan nasi sebab itu adalah makanan pembuka. selain masakan indonesia saya suka masakan cina.

ada satu sup yang tak bisa saya makan dengan nasi berenang, sup susu, kami memakannya dengan roti pentung. saya ingat di awal tahun sembilanpuluhan, ibu membeli resep majalah nova dan menemukan sup sosis jagung dengan kuah susu. ibu segera membuatnya, jagungnya sebagian diblender sehingga kuahnya agak kental, dimakan hangat-hangat dengan roti pentung yang dibakar sebentar, dulu ibu tak tahu garlic bread, tapi dia memanaskan roti-roti di atas wajan teflon, kemudian mencelupkannya ke dalam kuah sup dengan sosis mengapung-apung. saya tak suka sup jenis ini, sebab tak dimakan dengan nasi. Saya ingat masakan ini kerap dimasak di hari minggu, sepulang kami dari gereja, pergi ke hero barito yang ada di bawah tanah untuk membeli roti pentung.

karena sup itu tak bisa dimakan dengan nasi, maka ibu mengganti menu hari minggu dengan masakan yang lebih praktis : soto betawi. ibu tak pernah membikin soto betawi, melainkan selama berpuluh-puluh tahun membelinya di kedai soto langganan, persis di samping pasar blok a. waktu kecil dan teramat lugu, kakak sering curang, dia bilang, sini tuker isinya sama kuahnya, karena saya suka sekali nasi yang bisa berenang. sehingga saya mendapatkan separuh kuah soto yang gurih susu dan santan itu dan memberikan separuh porsi isian daging untuknya. saya memang mudah dikibulin.

sup krim buatan sendiri. saya merendam jamur shitake kering semalaman. air rendamannya untuk membuat sup krim. isi sup krim ini ayam giling, bawang bombay, bawang putih, pala dan lada, jamur shitake iris. ketika sudah jadi krim sup, tingkat kekentalannya tinggal dimain-mainin. mau langsung dimakan ya dibuat encer. mau buat saus bechamel ya dibuat kental. mau dibuat ragout untuk isian risoles dibuat lebih kental lagi, tambahkan sayuran pipil rebus dan mix italian herbs.

di rumah, kami jarang memasak serba instant. bahkan membuat sup krim pun semuanya dimulai dengan memasak sendiri, membuat ragout dan isiannya. bukan bermaksud promosi (saya juga gak dibayar sama mereka) kadang saya menggunakan sup krim instant campbell atau royco untuk membikin saus bechamel, lain dari merk tersebut yang dijual di pasaran indonesia, gak cocok sama lidah saya. saya masih menambahkan rajangan daun bawang, dada ayam rebus suwir, dan black pepper serta jagung manis pipil untuk menguatkan rasa sup instant, apalagi direbus dengan daging asap atau bacon, maka sup instant itu jadi senikmat sup buatan sendiri. tentu saja sup sejenis tak cocok dimakan dengan nasi, kalau orang lain memakannya dengan cruton atau garlic bread, saya memilih memakannya dengan biskuit asin.

barangkali setiap anak akan memuji masakan ibunya sendiri, demikian pula saya. saya tak pernah menemukan masakan lain seenak masakan ibu. Kalau saya kepingin makan rawon, saya menunda-nundanya karena tahu ibu tak akan punya waktu untuk memasaknya, saya enggan membeli, sebab rawon ibu saya dengan daging sandung lamur, kuahnya terasa sangat pekat, dengan kluwek dan daun jeruk yang banyak. bapak dan ibu selalu berani bumbu dalam mengolah masakan. bapak suka menaburkan toge pendek ke dalam rawonnya, saya tak suka. saya suka rawon dengan mendoan dan telur asin dengan kuning telur warna orange yang berminyak dan masir.

pemberian ibu haji tetangga saya ini enaaakk banget...ketupatnya itu aduhai..legit dan seperti dicampur ketan. kuah sayur godoknya nikmat sekali - saya tak bisa duplikasi, berempah, gurih manis, ada rasa ebinya... biasanya dalam hantaran idul fitri kami juga menikmati semur daging kerbau yang hitam pekat dan luar biasa enak..serta manisan kolang-kaling. saya gak bilang lidah saya premium sih ya, tapi susah menandingi masakan bu haji ini.. bener-bener warisan budaya banget..bahkan diberi resepnya pun saya tak yakin bisa duplikasi sekali jadi..yakin...

tapi ada masakan ibu orang lain yang saya puji habis-habisan, dia adalah mpok mastanah (pemilik pohon belimbing wuluh itu) dan kakaknya bu haji yang mengantarkan sayur godog dengan opor ayam dan semur daging yang saya tunggu-tunggu saat lebaran. itu adalah sayur godog terlezat yang pernah saya makan, saya selalu menunggunya saat lebaran. kalau saya kepingin makan ketupat sayur, maka saya akan menangguhkannya, karena saya tahu akan mencacat (memaki) dan sambat : arrgghh...gak enak. saya menunggu sepanjang tahun untuk bertemu lagi dengan kelezatan sayur godog tersebut.

seperti saya menunggu sepanjang tahun untuk merasakan sup buntut andalan ibu untuk perayaan natal. tentu saja saya dapat membeli seporsi sup buntut kapanpun ingin tanpa menunggu natal, tapi rasanya beda luar biasa. addduuhh emak..itu kaldu kental sedap bener, begitu saya kerap memuji ibu saya. Favorit saya adalah kuah kaldu yang sudah berhari-hari itu, ketika tak perlu berpayah-payah mengunyah kacang merah, dengan seledri dan wortel yang begitu lunak, lumer ketika menyentuh lidah karena dihangatkan terus...ahahahhaa.. itu adalah momen favorit saya, kaldunya telah menjadi demikian pekat, dan nasi berenang terasa begitu lezat tanpa daging di dalamnya.


Kakak sekarang bekerja di malang. Setiap kali pulang ke jakarta, ibu selalu membuatkan dia bak-moek. itu adalah sup tahu (dari kacang hijau yang lembut digoreng berkulit) dengan sayap ayam dan daun bawang yang dicemplungkan menjelang diangkat dalam kuah ebi bawang putih. kakak tak suka nasi berenang. ia suka nasi dalam piring dan semangkuk besar bak-moek di mangkuk lain, menyeruputnya hingga berbunyi dan tambah dua kali.

(tak) benci matematika


saya ingin cerita mengenai matematika dan saya.




waktu kecil saya sangat senang pelajaran matematika di sekolah. Sampai kelas 5 SD saya selalu rangking 5 besar, sekolah saya adalah sekolah swasta katolik yang disiplin, nilai matematika saya tak pernah rendah dari 8. Kemudian di jenjang pendidikan SMP hingga SMA nilai matematika saya jeblok. Saya tak menguasai aljabar dan segala jenis pelajaran hitung-hitungan. Nilai matematika saya yang tertinggi adalah 3, saya sungguh-sungguh. Hal ini juga berlaku untuk nilai pelajaran hitung-hitungan lain. Saya merasa sangat bodoh.

Sampai hari ini saya tidak bisa menjumlah angka 17 dan 13, saya juga tidak bisa mengurangi angka 37 dan 13. Ellen kerap berteriak, “Taaiikk lu nyettt.” tiap kali saya bertanya sejumlah angka padanya dan alih-alih percaya pada jawabannya saya justru mencari kalkulator.

Kemudian saya sadari bahwa saya bukannya tidak bisa matematika.

Saya baru tahu hari ini bahwa jauh di alam bawah sadar saya telah mengendap ingatan tentang sebentuk pelecehan.

Saya merasakan ketidakadilan dari beberapa guru karena bentuk fisik saya, saya tak mengerti mengapa mereka melakukan itu, saya tidak pernah mengerti mengapa gemuk diasosiasikan dengan pemalas.  

Setelah lebih dari 10 tahun saya baru mulai memikirkannya dengan serius.

Saya bisa menduga dibalik gemuruh sekolah prestisius itu, saya yang anak biasa-biasa saja dengan status sosial 2 hingga 3 level dibawah murid lain, cenderung terabaikan.

Apakah guru yang melukai saya, ataukah murid lain? Apakah saya sakit hati, saya tidak tahu, saya tidak ingat -  barangkali saya tak suka mengingat-ingatnya,

saya baru menyadari hari ini bahwa dulu ada sebuah laku yang saya rasakan amat mengganggu dan merugikan. Saya jadi tak suka pelajaran matematika dan hitungan lain.

Barangkali dalam sebuah pemahaman saat itu  (tanpa dapat menganalisanya tapi merasakan dentuman nyeri di hati)  saya merasa tak masuk hitungan-tak dihitung, karena identitas saya.

 Identitas saya adalah atribut-atribut yang sama dengan saya dan dapat mewakili diri saya, segala yang bukan saya dan tak dapat disamakan dengan saya, serta tak ada kemungkinan ketiga.

ibu saya seorang guru. Mudah-mudahan tidak pernah ada murid yang merasa telah dilukai sedemikian dalam oleh ibu. Kalaupun ada, saya berdoa, saya berharap supaya si murid dapat mengampuni ibu saya dan dirinya sendiri, saya berharap ibu saya punya kemampuan untuk menggali ingatan dan punya kesempatan untuk meneliti hati. Saya berharap tiap orang yang masih membawa dendam itu dapat mengampuni diri sendiri dan tak terus menghukum diri dalam tahu atau dalam tak tahunya, dan dengan demikian bisa akur dengan apa yang telah terjadi.

Saya sudah akur dengan diri sendiri. 

Sekarang saya tahu bahwa kemampuan saya bermatematika tidak hilang, tidak berkurang. Ketika saya mengecek lewat kalkulator saat Ellen menyebutkan jawaban sederhana dari soal pengurangan, saya telah melakukan kegiatan matematis : memastikan. 

Setiap malam bapak melakukan ritual menyelamatkan makanan. Esok paginya menjadi tugas saya untuk mengubah sisa food (ini istilah saya) mengolahnya menjadi makanan yang dapat dimakan lagi seperti membuat bubur atau nasi goreng atau intip dari nasi yang tersisa. 

Bagi saya ritual ini tidak bisa disebut pelit, melainkan menghargai jerih payah terhadap segala sesuatu. Membuang segala sesuatu dengan sembrono saya kira merupakan bentuk kesombongan dan ketidakbersyukuran atas hidup. 

apa hubungannya menyelamatkan makanan dengan matematika? 

saya percaya keterampilan memasak membutuhkan serangkaian kecerdasan.

saya percaya mereka yang dapat membuat makanan lezat, adalah orang-orang yang pandai menghitung dan mengukur.

Bayangkan ukuran untuk membuat bumbu, memastikan panas api / oven, kekentalan dan tekstur makanan, managemen waktu dalam memasak termasuk soal pemakaian bahan bakar. 

kamu tak mungkin memasukkan sekilo gula dengan seliter air dan sekilo tepung untuk membuat adonan pukis, selalu ada perbandingan. dan demikian nalar bermatematika itu jalan. 

ada seorang chef yang saya kagumi, ia adalah heston blumenthal. silahkan cek youtube dan tontonlah sendiri betapa luarbiasa-nya heston blumenthal. salah satu program acara yang saya suka adalah heston feast dan how to cook like heston. nanti kamu akan makin yakin bahwa memasak memerlukan serangkaian kecerdasan..termasuk kecerdasan berimajinasi.

salah satu impian saya, bisa makan masakan dia dan bisa satu dapur bareng dia...sungguh canggih laki-laki satu ini.

Saya selalu percaya kita tak pernah hidup sendirian. Ada mata rantai yang rumit dan kaya tentang keberlangsungan hidup ini. Makanan yang kita asup, sumber energi yang kita pakai, pakaian yang melindungi tubuh. 

Saya bayangkan seorang anak, atau ibu, atau ayah, atau kakak, atau adik yang tak saya kenali di sawah, di tengah laut, memanen kapas. Mereka yang membawa pemahaman akan adanya kehidupan dan dengan itu kemanusiaan. 

Beberapa tahun terakhir ini saya aktif melakukan gerakan refashion, semoga kamu juga tergugah untuk melakukan hal yang sama. 

Sepanjang tahun saya mengamati diri saya banyak melakukan hal-hal baik bagi diri sendiri, dan itu membuat saya merasa lebih solid sebagai manusia yang terus menerus mencari jawaban yang terserak di sana sini.
alasan lain bagi saya ketika melakukan refashion adalah untuk memberikan pekerjaan bagi seseorang, sehingga dia bisa melangsungkan hidup, tidak berhutang, dan punya harga diri karena masih bisa melakukan sesuatu. saya tak ingat apakah bunda theresa atau orang lain yang pernah berkata, kalau tak bisa menyelamatkan ribuan jiwa, selamatkanlah satu, diri sendiri. – kalau belum pernah ada yang ngomong gitu, anggeplah itu quote emang saya yang bikin – saya merasa menyelamatkan diri sendiri ketika berefashion, karena pemahaman saya dihuni pengertian baru tentang bermatematika, kalau ada orang lain yang terbantu, berkah dalem bagimu. 

Dengan melakukan refashion  saya merasa tidak kehilangan kemampuan bermatematika. Saya tidak sedang memuji kreatif. Tetapi ketika dihadapkan dengan gunting, secara abstrak saya bisa membayangkan pakaian apa yang akan saya ubah.

Saya berimajinasi, menggunakan keterampilan berfantasi. 

Tubuh saya besar dan jarang ada pakaian jadi yang dijual di toko pakaian cocok dengan ukuran tubuh dan selera saya yang ‘buruknya’ gak pernah sama dengan selera orang lain. 

saya mengobrak abrik lemari pakaian dan mengubah pakaian-pakaian lawas (yang tentunya masih sangat layak pakai) berukuran S, M, L, XL menjadi ukuran 2XL yang pas untuk ukuran tubuh saya. Saya mendesign, menentukan kekurangan apa yang harus ditambahkan, mana yang harus dibuang dan diperbaiki, membuat pola dan melakukan hitungan. Kain apa yang harus digunakan, seberapa banyak, kemudian menghitung mana-mana saja pakaian yang bisa direfashion dengan satu kesatuan pola. 

setelah tahapan itu selesai tahapan selanjutnya adalah menghitung sejumlah uang yang harus dibelanjakan untuk membeli kain dan aplikasi lain, menghitung sejumlah uang yang harus dibayarkan untuk ongkos vermaak.



Saya kira saya telah bermatematika – hal yang baru saya sadari sekarang dan tidak lagi membuat saya terbebani karena selama masa remaja selalu mendapat nilai di bawah 3, selalu remidial dan tak menunjukkan perbaikan. 

oh ya btw, saya punya blog baru, khusus buat refashion. sahabat saya amanda bilang, ada baiknya kalau proyek-proyek refashion itu diarsipkan dalam dunia maya, siapa tahu akan ada yang terbantu dan meluaskan lagi pemahaman tentang refashion. kami berkawan dari smp dan sama-sama punya pandangan yang baik untuk merawat bumi,sekecil apapun aksinya ini adalah wujud nyata. dia tinggal di singapore dan saya di jakarta, keterpisahan jarak itu tak menghalangi kami untuk terus berkarya dalam refashion. 

saya tanya padanya, apakah sebaiknya blog kami itu berbahasa inggris atau berbahasa indonesia. akhirnya kami memutuskan untuk membikin blog berbahasa indonesia. begini, kalau saya menuliskannya dalam bahasa inggris maka saya khawatir kawan-kawan yang tinggal di indonesia dan tidak mampu berbahasa inggris jadi gak punya minat untuk meneruskan membaca blog tersebut. blog tentang refashion yang ditulis dalam bahasa inggris amat banyak..dan kita kekurangan kawan-kawan yang peduli pada lingkungan untuk mengarsipkan karya-karya tersebut dalam bahasa kita sendiri.

kebetulan sudah satu setengah tahun saya melakukan proyek refashion, kira-kira sudah ada 80 baju yang direfashion, dan saya bangga untuk pencapaian ini. tapi blognya belum rame, petra sahabat saya belum punya waktu untuk motretin saya. dan saya serta amanda masih punya kesibukan lain di luar tanggungjawab sosial untuk terus edukasi tentang refashion...mengapa tanggung jawab sosial? karena kami percaya bumi ini kita miliki bersama dan harus kita rawat serta jaga bersama pula.

Ketika memburu buku bekas dengan serius dan tekun dari list buku yang saya inginkan, menabung dan menanti datangnya pameran, menemukan moment mak jegagig, saya kira saya telah bermatematika.
Hal ini yang membesarkan hati bahwa saya tak bodoh-bodoh amat soal hitungan. 

Saya selalu merasa jengah dengan setiap orang yang menutup kesempatan dialog, sungguh. 

Saya ingat jaman kuliah, di awal 2007 sebelum cuti 2 tahun karena operasi tulang belakang, umur saya baru 20. suatu hari saya protes pada seorang dosen (saya lupa wajah dan namanya, tapi saya ingat nilai saya C.. oh ya banyak nilai mata kuliah saya C dan saya tak peduli, soalnya saya yakin saya tak bodoh, saya hanya dissident). 

Saya mengajukan pandangan, mengapa kita masih menggunakan kertas untuk tugas yang bahkan tidak diperiksa, mengapa tidak mengirimkannya lewat e-mail atau flashdisk, tinggal colok – pandangan itu ditolak.
waktu itu (sampai hari ini) saya punya pikiran yang serius dan merasa sangat kecewa. Tulisan-tulisan copy paste itu (sorry to say) menjogrok di perpustakaan. apakah dibaca? saya tak yakin dibaca untuk kemajuan peradaban kecuali untuk melakukan ritual copy paste lagi dan lagi.

Mengapa masih menggunakan kertas untuk mengerjakan tugas akhir. 

Begini, anggaplah sekali pengerjaan outline hingga menjelang skripsi terdapat 7 kali revisi dengan 2 pembimbing, minimal 75 halaman per revisi, terbuang karena dicorat-coret (copas saja dicorat-coret)  kalikan Rp 700 per halaman untuk ongkos printing, kalikan 150 mahasiswa per jurusan dalam satu kali moment wisuda.  

Bagi saya ini tak masuk akal, sebuah pemborosan yang bodoh. 

Tiap tahun kalikan 10.000 fakultas. Kertas-kertas terbuang dan dibuang (saya susah percaya penelitian yang dilakukan itu membawa dampak – maafkan karena pesimis, dan justru karena itu saya tahu hal ini tak perlu-perlu amat, karena pertarungan sebenarnya ada di luar). 

saya benci orang yang merusak lingkungan. 

Sewaktu ibu saya pindah kerja, dia membawa setumpuk kertas-kertas bekas yang sekarang menumpuk di kardus. Dia membawanya pulang dan tak membakarnya karena tahu, kertas itu akan saya gunakan untuk corat-coret tulisan dan design-design saya. 

nantinya pun ketika seluruh kertas itu sudah penuh dengan tulisan saya dan saya tak merasa perlu mengarsipkan segala sesuatu lagi, kertas itu akan saya daur ulang, hasilnya bisa saya gunakan untuk beragam pernak pernik kerajinan. come on deh, kepedulian itu datangnya bukan dari orang lain tapi dari diri sendiri.
saya masih ingin lihat anak-anak saya kelak tahu bahwa masih ada bumi yang hijau. 

kalau kamu pernah langganan majalah bobo, dipertengahan sembilanpuluhan pernah ada artikel tentang kertas daur ulang. waktu itu saya kelas lima sd. saya mengikuti contoh yang diberikan majalah bobo, merendam kertas bekas di dalam ember setelah menyobek-nyobeknya hingga kecil. selama seminggu kertas itu saya rendam hingga lunak seperti bubur, kemudian saya blender dan saya saring dengan saringan kelapa yang berbentuk bundar. saya mengerjakannya sendirian di sela-sela liburan sekolah dan merasa demikian asyik. kemudian menjemurnya dalam terik matahari hingga pertengahan septermber. di bulan desember saya sibuk membikin kartu natal bagi kawan-kawan dengan kertas daur ulang. saya melakukannya hingga SMA. tidak ada yang menyuruh saya melakukan hal-hal semacam ini, barangkali karena saya suka ide zero wasted demi kelestarian lingkungan hidup. itu saja. 

amazingly brilliant !!!

Saya menemukan pengalaman lain yang baru saya sadari. Saya tergila-gila pada walk off the earth sebuah band dari kanada yang dapat kita lihat di youtube. Cara mereka bermusik sangat luar biasa, menciptakan rangkaian melodi indah, menciptakan musik, melakukan cover version, menghitung not, menyanyikannya dan membikin saya merinding. Saya tak bisa memainkan alat musik tapi saya suka bernyanyi,meskipun tak canggih, saya juga bisa pecah nada. Saya kira ini juga matematika, ada nafas yang dikeluarkan dipirit-pirit, ada not yang dihitung, yang tak saya sadari, tapi saya tahu ini matematika. saya gak fals-fals amat kalau menyanyi, paling enggak kalau saya karaokean di inul, saya bisa ikuti musiknya, dan ini matematika, sebab kita menghitung tanpa menyadarinya. mereka yang mampu bermusik dengan baik, menari dengan baik, melukis, memasak, baris berbaris (tentu saja) menggunakan matematika dalam hidupnya.

Dua bulan lagi saya akan memulai belajar matematika untuk kelas 1 SMP, karena saya ingin.

Tulisan ini saya posting bukan untuk menunjukkan betapa sok dan sombongnya saya terhadap keterampilan yang saya kuasai. Justru sebaliknya, saya merasa perlu untuk bercerita, bahwa, kita yang pernah mendapatkan nilai buruk selama sekolah dalam soal hitungan, barangkali menyimpan endapan ingatan tentang sebentuk pelecehan. saya harap kita telah akur dengan diri sendiri. Nilai cuma nilai. Ada hal yang lebih penting ketimbang angka di atas kertas ulangan. Cara kita memandang dan menjalani kehidupan.

berkah dalem.