Rabu, 07 Agustus 2013

Senin, 05 Agustus 2013

kesedihan, teman.... adalah sepupu rindu




di jalan teman, kau tahu, lebih banyak berjalan orang-orang dengan kesedihan menggantung di tubuhnya, daripada yang kau bayangkan pernah ada.

kau tahu, kau tak pernah bisa menyangka kesedihan apa yang dialami setiap orang. kau melihat seseorang tertawa, seperti betul-betul bahagia. kau melihat seseorang berdiri sendirian, mendengarkan musik lewat earphone. Ada berapa ratus ribu orang asing yang berpapasan denganmu di sepanjang perjalanan? kau mungkin seperti aku, tak pernah sempat menyadari ada banyak hal tak dapat dijangkau nalar, 

ada banyak kesedihan terjadi diluar jangkauan nalar. Kadang buku yang memuat cerita fiktif lebih masuk akal ketimbang hidup yang kita jalani..

mungkin di sebelahmu berdiri, ada seorang lelaki atau perempuan, telah merasa pilu bertahun-tahun, telah hampir gila, hampir tidak tahu mengapa ia masih harus bertahan hidup. 

sebab  ia mencintai pasangannya, tapi ada di sudut hatinya, seseorang yang ia kasihi jauh di masa lalu terus menetap di sana dalam kisah-kisah fiksi - dengan begitulah ia masih dapat bernafas dan merasakan hidup, mengetahui bahwa apa yang tak mungkin menjadi, masih bisa terjadi hanya di kepalanya, 

ia tahu ini sakit, tapi tak memikirkan jauh lebih sakit. 
kesedihan adalah sepupu rindu. 

atau seseorang yang baru saja menyenggolmu tak sengaja, membawa sayatan perih di setiap inchi tubuhnya, jauuuh perjalanan yang ia rasakan, untuk dapat masih berdiri tegak hingga hari ini. 

orang sering bilang mereka yang tertawa dengan riang dan mencoba mengawetkan bahagia seringkali justru mereka yang sangat terluka dan telah berjuang keras untuk bertahan hidup, selalu ada airmata menetes di malam hari, yang coba ia kumpulkan dalam botol kristal. hatinya sering berdenyar nyeri.

 kesedihan, teman, adalah sepupu rindu..

di seberang kamar kostmu, mungkin ada penghuninya yang mencoba berulangkali menuliskan kata-kata, tapi tak pernah berhasil. ada banyak hal yang ingin dikatakan, yang tak tertulis seringkali adalah bagian yang terpenting.

dia sebetulnya hanya ingin membekukan kalimat ini. 

Aku selalu deg-degan tunggu postingan di blogmu. Tolong jangan dinonaktifkan, aku senang membayangkan fiksimu adalah aku, hanya dengan cara itu aku tahu sebetulnya kita masih jatuh cinta. Tolong
#you

kesedihan teman, adalah sepupu rindu.

perihal sebuah nama





kak nita awe-awe aku siang itu sepulang dari sekolah. dia pegang perutnya yang buncit sambil teriak-teriak panggil namaku. aku pikir dia mau ngelahirin saat itu juga, terus terang aku jadi panik dan lari tergopoh-gopoh mendekati dia.
aku tanya, “kenapa kak, aku bisa bantu apa?” aku betul-betul panik. tapi ternyata kak nita enggak akan lahiran siang itu. dia malah tertawa kecil dan minta maaf karena sudah bikin aku tegang. ternyata dia sudah nungguin aku di ujung gang selama satu jam sebelum akhirnya aku muncul. katanya, kalau ada waktu siang ini, aku diminta ke rumahnya untuk bantu beres-beres dapur.
ya ampun, batinku, cuma minta tolong aja lebainya kayak gitu.
akhirnya aku pulang ke rumah sama kak nita. dia nungguin aku ganti baju sekolah dengan pakaian rumah yang buluk. kami berangkat sama-sama ke rumahnya. enggak jauh, cuma 300 meter dari rumahku. tapi jarak sedekat itu bikin kak nita sempoyongan. aku betul-betul enggak tega melihatnya.
ternyata aku cuma disuruh ngebersihin kulkas dia yang penuh dan jorok. heran ada perempuan sejorok itu. kak nita cuma perintah-perintah aja sambil duduk di dapur dan sibuk ngobrol lewat henfon dengan temannya, cekakakan. kulkasnya yang besar itu aku bongkar. aku copot kabelnya biar aman ketika dicuci.
 aku keluarin semua isinya. aku eliminasi barang-barang dari dalam kulkas. banyak betul berjejalan. aku ambil ember beberapa buah. satu untuk barang-barang busuk dan makanan kadaluarsa yang harus dibuang. satu untuk sayur mayur dan buah yang sudah kisut dan kempot karena kedinginan. satu lagi untuk makanan yang masih bisa diolah, bumbu botolan dan minuman-minuman kaleng.
rak-rak dalam kulkas aku lepas semua kemudian aku rendam dalam tempat cuci piring supaya kotorannya luntur. aku sikat pelan-pelan dengan sikat gigi dan sabun colek setiap lipatan-lipatan rak. aku sampai butuh tusuk gigi untuk mencongkel sisa-sisa makanan yang menempel dan sulit lepas dari lipatan itu. setelah beres semua rak disikat dan dicongkel, aku rendam lagi rak-rak itu dalam air, aku siram-siram supaya kotoran yang ngetel tersapu air. aku ambil ember baru supaya kerjaku cepat, aku isi ember dengan air bersih kemudian aku cuci sampai dua kali dengan air sabun yang banyak. bau dan kotor banget. air pembilas jadi coklat.
dari jauh aku dengar suara kak nita masih mengobrol lewat henfon.
aku bingung ada perempuan kayak dia, jujur saja. aku simak obrolan dia, sampah banget. enggak tega sebetulnya untuk mengumpat, tapi aku gak bisa membohongi perasaan yang meluap dari dasar hatiku bahwa kak nita itu pemalas. dia beruntung aja suaminya yang kaya mau sama dia, menurutku.
obrolan sampah yang kudengar membikin aku semakin muak.
aku potong obrolan kak nita dengan kawannya.aku butuh lap bersih dan dia enggak tahu dimana dia simpan lap-lap itu. akhirnya aku cari-cari sendiri dan ketemu. aku ambil 3 lap bersih. aku ambil sebuah lap untuk mengeringkan rak-rak dalam kulkas supaya cepat kering.  2 lap yang lain untuk membersihkan freezer, tapi pekerjaan itu aku sisihkan dulu. pekerjaan yang kulakukan selanjutnya adalah mencuci bagian dalam kulkas. alamak.. kotor banget. dengan spon, sabun dan lap aku cuci bagian dalam kulkas itu sampai bersih dan putih lagi, berkali-kali, biar hilang kumannya. kemudian aku keringkan. sekarang bagian dalam kulkasnya jadi segar harumnya, enggak amis lagi.
paling enggak tahan sebetulnya saat membersihkan freezer, air daging dan darah menempel semua pada bagian dalam freezer. untung tadi colokan kulkas sudah dicopot. es yang beku sudah mencair. aku ambil ember baru untuk meletakkan bahan pangan dari dalam freezer. aku buang makanan-makanan yang sudah berjamur. masih banyak sebetulnya makanan yang bisa diselamatkan, tapi kak nita menyimpannya sembarangan. asal dijejalkan.
aku tanya di mana kak nita menyimpan plastik. dia bilang dia enggak punya. akhirnya aku lari keluar ke toko kelontong yu rusmin dan beli dua bungkus plastik kiloan.
aku benci lihat orang menyia-nyiakan makanan.
setibanya di rumah kak nita, aku kemas ulang makanan-makanan dalam freezer. aku buang plastik pembungkus yang lama, yang sudah enggak jelas bentuknya. aku pisah-pisah makanan itu. sayuran pipil jagung, wortel, buncis sekarang tampak pas dan manis dalam kemasan baru. demikian pula sosis cocktail yang kecil-kecil, nugget, otak-otak, dimsum, es bonbon dan pie beku. semuanya aku letakkan dalam baskom. pekerjaan mengemas makanan beku sudah selesai.
aku kembali ke freezer dan mencuci dalamnya. aku perlu 3 buah lap untuk membersihkan freezer jorok itu. aku seka bagian dalam freezer kemudian aku lebarkan lap di atas genangan yang terbentuk supaya terserap cairan busuk itu ke dalam lap. air daging yang kotor dan kotoran-kotoran lain dalam freezer begitu banyak. lap untuk menyeka cairan busuk tak aku gunakan lagi, langsung aku masukkan ke dalam ember, aku bilas berkali-kali supaya hilang cairan busuknya, setelah itu aku ganti air dalam ember, beri detergen untuk merendam lap, kubiarkan sementara dan pergi melanjutkan mencuci kulkas.

aku jadi terpikir, membaca orang sangat mudah sebenarnya. lihat saja isi kulkasnya.
makanan beku yang tadi kukemas ulang semuanya makanan siap beli. sementara freezer-nya penuh air darah. itu berarti betul-betul sudah berbulan-bulan kulkas dibiarkan begitu saja, mereka betul-betul membiakkan kuman-kuman. kejengkelanku bertambah-tambah ketika teringat anak-anaknya diberi makan makanan seperti itu.
heran, ada orang semenyedihkan itu. dia sudah tua, kalau pengen cepet mati ya terserah. tapi anaknya kan enggak pernah minta untuk dilahirkan. dia enggak ngerti bagaimana caranya jadi orangtua, enggak siap. orang jenis ini bahaya. kasihan anak-anak yang sudah terlanjur lahir itu. sederhana saja, anak kecil dikasih makanan beku tiap saat, dibiarkan main tanpa pengawasan, menyerahkan anak supaya dididik pembantu rumah tangga, enggak terlibat dalam tumbuh kembang mereka.
ku pikir dia enggak pantas jadi ibu, dia enggak ngerti harus ngapain, dia betul-betul persis bayi yang enggak ngerti harus ngapain, bayi tua. anaknya udah dua tapi enggak pernah diurus, ini membikin sedih dan prihatin. sebabnya dia punya akses lebih untuk membikin dirinya dan anak-anaknya jadi orang terdidik. melihat balita dibiarkan begitu saja seada-adanya itu membikin gemas, orangtuanya ngapain selama ini. pembantunya juga ganti ganti terus, sekarang dia enggak punya pembantu, enggak ada yang mau kerja di situ. dia tahu dia hamil, tapi makanan dia kalengan semua dan kulkasnya jorok banget.
aku enggak tahu apakah kak nita tahu, yu rusmin sering cerita kalau orang-orang di kompleks sering ngomongin kak nita. aku enggak pernah memancing yu rusmin untuk cerita banyak, dengan sendirinya tanpa disuruh dia akan  meletup-letup membicarakan kak nita, antara gemas dan jengkel.
suara kak nita masih terdengar dari kejauhan. bagus lah dia gak dekat-dekat aku, daripada aku terganggu dan dia juga enggak ngerti mesti ngapain, lebih baik dia jauh-jauh saja ngurusin urusannya sendiri.
aku seka bagian dalam freezer yang kini telah kering tapi masih meninggalkan bau busuk dengan tissu dapur –  aku malas cuci-cuci lap dan ember lagi, nambah-nambahin kerjaan. setelah itu baru aku sikat pelan-pelan dengan sabun. aku cuci dan bilas berkali-kali supaya bersih dan hilang kumannya. kemudian aku seka lagi dengan tissu dapur, memastikan freezer tersebut betul-betul kering. dan demi tuhan aku hampir muntah saat mengerjakan pembersihan freezer. aku enggak tahu gimana rasanya jadi kak nita, cuek bebek kayak gitu. pemalas dan egois.
perlu dua setengah jam untuk ngebersihin kulkas kak nita. aku tata lagi rak-rak pada tempatnya. aku masukkan lagi makanan yang masih bagus, bumbu-bumbu dalam botolan dan minuman kaleng ke dalam kulkas. semuanya aku tata rapi supaya mudah terlihat dan mudah diambil. freezer juga aku isi lagi dengan makanan beku yang tadi sudah ku ganti dengan kemasan baru.
bersih-bersih kulkas hari itu membuang seember makanan busuk. untungnya makanan busuk itu tadi langsung kubuang dalam plastik-plastik belanja, jadi aku enggak perlu cuci embernya. aku buang makanan busuk tadi ke halaman depan dan mengutuk dalam hati orang bodoh yang tak bisa mengelola rumah tangga.
kak nita tanya apakah aku masih ada waktu siang ini. aku sebenarnya bisa saja menjawab enggak, tapi setelah lihat wajahnya, terus terang aku kasihan banget.
kak nita masih memperhatikan aku dengan wajahnya yang cemas, aku tahu ia enggak jahat, minimal ia tak tahu kalau sedang jahat dan keji terhadap dirinya sendiri karena membiarkan dirinya tak tahu banyak, membiarkan hari-hari berlalu begitu saja, enggak ada upaya untuk mencoba mengisi dirinya, enggak coba mendidik diri sendiri.
aku jadi teringat yu rusmin, dalam banyak hal, kak nita lebih beruntung. tapi yu rusmin lebih gigih, lebih punya semangat untuk bertahan hidup, lebih punya greget untuk mengatasi hidup yang sulit, lebih mau mengisi hidupnya dengan hal berguna. dia punya cita-cita dan mau berlelah-lelah menghadapi itu.
di depanku ini ada perempuan yang memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkembang ketimbang yu rusmin tapi tak mau menggunakannya. aku memperhatikan dia. mungkin dia tahu dia tak cekatan dan enggak ngerti bagaimana mengelola dirinya sendiri. mungkin dia sudah melakukan banyak hal sesuai kemampuan dia dan sadar bahwa dirinya sangat terbatas. mungkin dia sering kecewa juga ketika menyadari dirinya tak sepandai yang dia inginkan dan hanya merepotkan orang lain, mencelakakan orang lain. mungkin akunya saja yang kebetulan lebih tahu dan merasa gemas serta jengkel melihat hal itu, tapi aku juga tahu enggak boleh ngata-ngatain orang bodoh, jadi perasaan jengkelku tetap aku simpan dalam hati, mendumel sendirian sambil mendoakan supaya anak-anak yang terlanjur lahir itu enggak seperti ibunya. enggak pernah aku ngatain kak nita bodoh di hadapan dia. sebodoh-bodohnya orang, dia tetap perlu dihargai dan dibantu. 


“mau dibantuin apa lagi kak?” akhirnya itulah yang keluar dari mulutku. dia girang banget waktu tahu aku masih punya waktu buat dia. aku balik lagi ke dapur dan sibuk beres-beres lemari dapur. isinya penuh dengan makanan-makanan kering yang berceceran : aneka pasta, mie dan bihun instant, bumbu-bumbu import, tepung-tepung, biji-bijian seperti jagung, kacang merah, kacang hijau, kedelai, oatmeal, makanan kaleng yang bisa disimpan di luar kulkas, semuanya kotor dan berdebu. diletakkan asal-asalan. aku sampai bersin-bersin.
aku ambil kursi buat ancik-ancik dan beres-beres isi lemari. semua makanan aku keluarkan, aku lap dan aku kemas ulang setiap makanan yang sudah terbuka dari tempatnya. kak nita enggak sedia karet gelang, akhirnya aku lari lagi ke toko kelontong yu rusmin dan beli seperempat kilo karet gelang. aku sibuk mengemasi ulang makanan-makanan itu. plastik yang aku beli betul-betul habis untuk pengemasan ulang, padahal tadi ketika di beli kupikir akan sisa banyak. setelah beres, lemarinya aku bersihkan. aku tata ulang makanan itu seperti penataan di supermarket. rapi banget.
lantai dapurnya juga sekalian aku sapu dan pel, supaya bersih dan bebas kuman. rendaman lap kotor bekas mengelap freezer busuk yang kuletakkan sementara di ember aku cuci bersih kemudian ku jemur. aku tahu kak nita enggak ngerti hal-hal seperti ini. membiarkan lap itu ngejogrok di dalam ember, hanya membikin sampah baru. karena kak nita enggak akan mencucinya, dan dia sendiri enggak tahu kenapa ada benda itu di sana. jadi, karena sudah niat membantu, ku kerjakan semua yang perlu kukerjakan.
aku tahu kak nita enggak akan ngeh dengan tanggal kadaluarsa, karena setiap beli makanan dia cuma meletakkannya saja. itu bikin aku jengkel. dan jengkelku jadi dua kali, sebabnya dia juga pernah kuliah. maksudku, mosok orang sudah kuliah itu masih bodoh, buat apa kuliah.
 orang kuliahan yang enggak ngerti tanggal kadaluarsa, batinku dalam hati, isi kepalanya apa sih.  apa dia tahu tentang jejak karbon, apa dia sadar setiap kali membuang makanan berarti dia punya andil dalam merusak bumi, ahh dia pasti enggak ngerti. wong tanggal kadaluarsa aja dicuekin begitu. jengkel banget, padahal dia orang lain, kalau dipikir dia mau mati atau enggak, anaknya keracunan atau enggak, bukan urusanku. tapi bagaimana pun juga aku manusia yang punya perasaan sedih, kalau ada orang lain bodoh, aku sedih, kalau mereka celaka karena bodoh, aku sedih.
aku perhatikan kak nita. aku membayangkan bagaimana seandainya aku itu dia dan dia itu aku. perasaanku terombang-ambing.
dia jadi keji sama diri sendiri. dia jadi lupa kalau ada banyak hal yang bisa dipelajari untuk mengisi diri sendiri, mendidik diri sendiri. aku prihatin sama kak nita, aku juga enggak tahu bagaimana cara memberitahu dia. secara ekonomi dia mampu, dia bisa beli majalah tentang pengasuhan anak, kalau tak mampu beli majalah ada tabloid dengan genre yang sama (harganya lebih murah) soal pengasuhan anak supaya dirinya tercerahkan dan timbul kesadaran. dia juga bisa belajar masak makanan sehat ketimbang terus masak kalengan dan awetan. ada perbedaan mendasar antara dia enggak bisa karena enggak mampu dengan dia enggak bisa karena enggak mau. aku cuma bisa prihatin.
selama beres-beres lemari dan mengepel lantai dapur kak nita masih asik ngobrol, enggak tahu dengan kawannya yang mana lagi, enggak ngurusin juga. ini membikin gemes sebetulnya. akhirnya ketika pekerjaan itu selesai aku bilang sama dia tentang peletakan bahan makanan di lemari. aku kasih tahu mana yang mesti dimasak duluan karena tanggal kadaluarsanya sudah mendekati.
aku pulang hari itu dengan seplastik besar sayuran kisut dan kempot. harusnya sayuran itu dibuang ke tempat sampah. tapi sesampainya di rumah sayuran itu aku cacah dan aku buang di wadah tempat kompos. aku memang membuat kompos sendiri untuk kebun dapurku. kalau sayuran tadi aku buang ke tempat sampah, akhirnya cuma terbuang di tempat pembuangan sampah sementara. jadi lebih baik aku selamatkan untuk dibikin pupuk.
sambil merajang sayuran aku memikirkan kak nita. sebetulnya aku merasa bersalah karena hampir selalu ikutan jengkel dan melabelkan dia sebagai perempuan bodoh dan pemalas karena tak terampil mengurus rumah tangga. aku jadi seperti kebanyakan orang yang lupa bahwa seburuk apapun dia, pasti masih ada sikapnya yang baik, yang seharusnya diapresiasi.
dua minggu setelah hari itu kak nita lahiran. aku lagi ada di luar kota, ada acara live in dari sekolah, pergi ke magelang.  hari ini aku pulang dan baru sempet nengok kak nita di rumahnya.
dia kasih nama anaknya persis namaku.
**, ujarnya..
“cuma kamu satu-satunya orang yang masih tulus dan enggak pernah sinis sama aku.”
hatiku sesak, rasanya seperti dihantam gada.

Jumat, 02 Agustus 2013

malu makan bekal




tulisan ini berawal dari sebuah keprihatinan. ada hal yang mengakar dari dalam diri sehingga seseorang bisa merasakan malu. karena sudah jadi akar, maka hal ini agak sulit diurai, sebab seringkali menimbulkan pedih dan bekas memar. ibu saya menyebutnya njarem..
nyeri akan rasa malu susah hilang, tapi bukan berarti kita tak dapat mengusahakan sesuatu.
kali ini cerita kita soal bekal makanan.
suatu hari saya dan beberapa teman mengadakan reuni kecil. acara tersebut akan dilangsungkan di sebuah mall yang sudah disepakati bersama. saya tak bisa menganjurkan piknik ke ragunan atau piknik di taman manapun atau museum manapun untuk rendezvous kali itu. sebabnya banyak, di antaranya, enggak banyak orang punya pikiran seperti saya, yang suka main ke museum atau taman atau piknik bawa bekal sendiri. orang akan merasa repot untuk menyiapkan dan membawa bekal sendiri, merasa repot bila berpeluh dan tubuh kepanasan – padahal cara tubuh mendinginkan diri sendiri dengan berpeluh, merasa repot karena.. ya merasa repot saja. dan saya harus menghargai itu, minat orang berbeda.
menentukan di restoran mana kami akan bertemu pun memakan waktu tak sebentar. saya menyimak dari kejauhan, membiarkan komentar demi komentar berlangsung sampai gak ada yang komen lagi. akhirnya saya menyarankan ketemunya di foodcourt saja, sebabnya ada anak-anak kecil yang sedang senang lari-lari – makan di restoran tentu membatasi gerak itu, hal yang kedua adalah tak semua keinginan makan kita bisa terpenuhi kalau yang satu pingin makan itu dan yang satu pingin makan ini, sehingga foodcourt ideal dan praktis untuk kebutuhan banyak orang, karena menyediakan ruang untuk kita makan dan ngobrol panjang.
saya sering lupa bahwa berapapun usia kalian, ketika bertemu lagi dengan kawan sebaya, kamu hampir selalu merasa bukan berada di umurmu yang sekarang, melainkan tetap berada pada umur di mana kalian pertama kali berjumpa. tiba-tiba kami jadi remaja lagi.
buat saya – saya gak perlu urusin kata orang – foodcourt adalah ruang yang disediakan untuk kita makan. kalau mampu beli makanan yang ada di area tersebut ya silahkan. tapi numpang duduk untuk makan bekal sendiri seharusnya tak jadi masalah. tak perlu malu untuk bawa makanan sendiri dan memakannya. kecuali memang ada tulisannya : dilarang membawa makanan dan minum dari luar.
ada yang salah kaprah dalam kebiasaan kita menjatuhkan sangkaan.
orang mungkin menyangka mereka yang membawa bekal makanan sendiri dan makan di food court adalah mereka yang miskin, atau pelit, atau hemat. padahal ada banyak hal di luar itu.
ada banyak kawan-kawan yang autis, kawan-kawan diabetes, kawan-kawan yang alergi terhadap makanan tertentu (berapapun usia mereka) perlu membawa makanan mereka sendiri ketika bepergian. di dalam mall dan tempat civilized lain, seharusnya memang ada ruang publik yang menyediakan tempat untuk setiap orang makan bekal-nya sendiri.
setelah saya operasi tulang belakang, selama 2 tahun saya makan makanan kukus dan oatmeal, semua makanan itu tak berbumbu. setiap kali ada kawan mengajak bertemu di mall, tentu saja saya mesti bawa makanan sendiri. kalau ada yang bertanya : emang gak bisa makan di rumah? duh pertanyaan itu sungguh lucu. aktivitas saya padat, dan saya perlu bawa bekal makan sendiri, tak mungkin donk hanya untuk makan saya pulang ke rumah, di jakarta lagi, jarak tempuh 10 menit ketika jalanan lancar bisa berubah jadi 40menit sekali berangkat, dan itu terjadi hampir setiap saat.
membawa bekal sendiri tak ada hubungannya dengan miskin. kalau kamu masih merasakan itu, dan tak mau membawa bekal karena takut dianggap miskin, maka saya bersedih, sebabnya kamu sedang memberikan label pada diri sendiri tak layak, padahal setiap orang sungguh berharga. saya harap kamu enggak keji lagi terhadap diri sendiri dengan membiarkan pikiran buruk mempengaruhi suasana hatimu. saya harap kamu lebih tegak dan lebih mampu melihat banyak hal dalam perspektif baru.
mengapa keji? karena setiap kali kamu melabelkan diri dan bertingkah bahwa diriku tidak cukup berarti, ketika kamu memikirkan pendapat orang lain dan merasa sedih serta malu karena dikasihani setelah ketahuan kemampuan finansialmu, itu adalah moment ketika kamu membenamkan dirimu makin dalam, karena merasa malu. orang merasa malu boleh, itu sesuatu yang wajar, tapi tak perlu lama-lama dan carilah pengertian yang lebih dalam tentang mengapa saya mesti malu.
menurut saya, menjadi maling dan koruptor itu lebih memalukan.
perasaan sebagai orang miskin (dalam hal ini tidak memiliki cukup dana untuk keberlangsungan hidup) memang menggerogoti jiwa dari banyak aspek. tidak mudah membicarakan hal ini, sekaligus tidak mudah menghadapinya dalam kehidupan keseharian. saya bisa memahami.
 satu hal yang seharusnya disadari tiap orang adalah menjadi miskin atau tak berpunya secara materi tidak menyebabkan seseorang kehilangan kemampuannya bernalar, tetap memiliki akal sehat dan attitude yang baik. tidak apa-apa menjadi miskin itu sebetulnya selama kita tahu bahwa diri ini punya harga. miskin kan cuma situasi, tak akan berlangsung selamanya. perasaan sebagai orang miskin juga relatif. sederhananya begini : kalau uang jajanmu sehari seribu rupiah sementara kawanmu yang lain seratus rupiah tentu saja kamu lebih punya cukup uang untuk dibuat jajan, tapi bila dibandingkan kawanmu yang lain dengan uang jajan sepuluh ribu rupiah sehari, kawanmu itu yang lebih punya cukup uang untuk dibelanjakan.
buat saya, kesadaran tentang strata sosial itu hanya membikin bias cara pandang kita terhadap diri sendiri. sebabnya kita jadi sering lupa bahwa attitude lebih penting dari uang yang kita miliki sehari-hari. menurut saya  attitude adalah karakter yang kita bawa dalam situasi yang macam-macam.
perasaan bahwa diri ini miskin membikin kita jadi vulnerable, jadi lemah dan mudah dilukai atau merasa terluka secara psikis, emosi, dan mental. profesor brene brown punya obrolan yang menarik tentang vulnerability dan listening to shame yang bisa kamu tonton dan unduh dari youtube, ada dalam channel tedtalks. tidak ada terjemahan indonesia-nya tetapi kamu bisa mampir ke website tedtalks untuk lihat video itu dan cari language translate supaya muncul running text dalam bahasa indonesia, saya harap kamu sedia waktu untuk selalu isi diri sehingga makin asik kenal diri sendiri dan bisa hidup lebih optimal lagi. dia bilang vulnerability is a birth place of innovation, creativity and change. itu mudah-mudahan membantu setiap orang menggenapi dirinya sendiri dan sadar tentang being.

http://www.youtube.com/watch?v=iCvmsMzlF7o  silahkan mampir ke sini ..
sejak kecil saya selalu bawa bekal makanan ke sekolah, ke tempat kursus, ke mana pun saya bepergian. karena dibiasakan, saya tak melihat ada yang aneh dari perilaku membawa bekal makanan, tidak ada yang aneh dengan makan bekal itu di mana pun saya merasa lapar dan punya tempat agak legaan untuk menikmati bekal.
saya ingat lama berselang ketika jaman-jamannya kuliah semester awal. ada waktu jeda yang panjang dari kelas yang satu ke kelas yang lain. kampus tempat saya kuliah berada di kawasan yang banyak mall-nya. saya dan sahabat saya A akhirnya sering menghabiskan waktu di plaza S******. beberapa orang kawan sekelas sering ikut serta. biasanya kami menghabiskan waktu di foodcourt sambil cerita-cerita. saya sering sedih dan prihatin setiap kali duduk di meja foodcourt dan melihat makanan tak dihabiskan serta penuh dengan puntung rokok. saya sering ketemu makanan dari tamani express dan makanan mahal lain tak tersentuh, penuh abu. saya merasa banyak orang tak menghargai hidup. di tahun 2005, paket makanan tamani express sekitar 50ribu belum termasuk tax, ongkos bis kota masih 2ribu rupiah. hal ini membikin saya khawatir.
suatu hari sedang musim durian. saya dan A pergi ke supermarket di lantai basement plaza S****** untuk membeli sejuring durian dan beberapa nyamikan. kawan kelas saya yang bernama C dengan nada mencemooh berkata, “mau lu makan di mana tuh durian? dibawa ke kelas?” A menjelaskan bahwa kami akan memakannya di foodcourt dan C merasa kaget karena ide tersebut. menurutnya orang enggak boleh makan makanan di luar yang dijajakan di arena foodcourt. saya lantas bertanya, “terus kita seharusnya makan di mana donk, kalau kita ada di dalam mall dan enggak pingin makan di dalam restoran atau apapun yang berjejer di foodcourt.”
intinya saya dan A tetap makan itu durian di foodcourt.
kejadian di foodcourt lama silam mengantarkan saya ke banyak pemikiran, saya perhatikan orang-orang dan membayangkan banyak situasi.
saya sedang membayangkan seandainya (hal ini memunculkan imajinasi), bila ada reuni yang dilangsungkan di foodcourt dan seseorang sedang tak punya uang padahal dia sungguh ingin datang, untuk berkata : heiii..kalian apa kabar..
apa yang terjadi...
seseorang jadi diberi label bahwa dia kurang berhasil bila membawa bekal makanan sendiri dan dianggap tak mampu membeli makanan di luar, hal ini sering tak disadari sudah tertancap dalam. kemudian pengertian yang keliru ini dijejalkan sehingga membikin orang-orang yang kurang menyadari betapa berharganya diri sendiri itu, merasa semakin tertekan karena takut dianggap tidak berhasil, tidak berduit, sehingga bawa bekal sendiri. dengan ganas dan gawat mereka menghukum diri sendiri karena pandangan seperti ini.
atau gandakan situasinya, dalam reuni tersebut kalian sudah memiliki momongan dan situasi finansial sedang buruk.
please .. jangan menelantarkan anak dengan membiarkannya lapar meskipun dana yang disediakan untuk jalan-jalan terbatas, please..don’t do that.
kalau kamu punya anak dan keadaan finansialmu tak begitu baik kemudian ada reuni macam itu, mengapa tak membawa bekal untuk anakmu. anakmu tetap bisa makan cukup dengan makan bekal dari rumah, kan enggak ada larangan untuk itu. kamu juga bisa bawa bekal sendiri dan memakannya di foodcourt.
 orang tidak menghina mereka yang bawa bekal sebagai orang yang tak mampu atau pelit. (kalaupun ada yang menghina, ya sudah tak masalah, anggap saja keterampilan sosial mereka enggak lengkap, enggak mampu berempati dan merasakan jadi orang lain..atau.. mereka kurang cerdas saja, enggak punya imajinasi yang cukup tentang banyak hal...tenang saja..teruskan makan bekalmu.)
kawan-kawan dengan kedekatan massif tahu bahwa saya terampil memasak dan selalu bawa bekal sendiri. sebabnya saya sering diare. enggak setiap makanan yang ada di mall atau dimanapun saya berada sesuai dan cocok dengan selera saya. selain itu sering enggak dijual makanan yang saya mau, seperti dimsum babi yang enak, tumis lidah cabe hijau, lumpia semarang yang cocok dengan lidah saya, anything. dan yang lebih penting lagi adalah saya bisa mengatur porsi makan saya.
kemarin saya mampir main ke S****** C***, mau nonton the lone ranger dengan 2 kawan. kami ketawa-tawa ingat jaman-jamannya kuliah dulu. mall seperti rumah kedua selain kampus dan rumah sendiri. kami hafal detail-detail terkecil mall tersebut saking terlalu sering berada di sana. jam makan siang foodcourt penuh. saya perhatikan orang makan ayam lagi ayam lagi. nasi, ayam goreng tepung dan coca cola. sudah 7 tahun saya enggak makan begituan dan enggak kepingin cobain lagi, kalau kamu masih makan sih enggak apa-apa, enggak ada tujuan menghina, yang saya maksud, bertahun-tahun main di mall itu saya belenger lihat ayam goreng pak kolonel. dengan uang yang sama buat saya lebih asik bawa bekal dari rumah : air putih, nasi, sayuran kukus dan lauk apapun, bisa buat 2 orang lagi, lebih hemat.
karena foodcourt penuh akhirnya dapat duduk di tempat paling pojok, hari itu saya bawa bekal nasi dengan rica-rica babi dan potongan ketimun. seperti biasa berbagi bekal dan ngobrol tentang hidup setelah kuliah dan rencana saya yang akan kuliah lagi. kami tertawa-tawa. perkara lauk yang saya bawa hari itu agak enak, itu kebetulan, sebabnya saya enggak malu bawa nasi putih dengan sambal kecap dan tahu telur atau nasi putih dengan oseng kacang panjang tempe semangit.
spot tempat kami duduk asik, terang dan lega, bisa lihat jalanan asia afrika. dari kejauhan kami memperhatikan hujan turun dan kabut datang, indah banget. kami bertiga lantas bilang : jakarta dingin nih 4 hari ke depan.
kalau orang lain seneng jakarta dingin saya malah ngeri, sebabnya alam bergejolak dan bumi makin rusak. enggak tahu kapan manusia punahnya..justru karena hal itu belum terjadi saya makin yakin bahwa bawa bekal sendiri itu asik, bisa berbagi dengan kawan, icip-icip 2 sendok 2 sendok. saya makin sadar, bahwa teman adalah keluarga yang kita pilih.
kamu enggak akan pernah tahu, selalu ada seseorang yang bersyukur dan ingat akan rumah, setiap kali kamu membagi bekalmu – membagi masakan rumahanmu.
saya punya kawan seorang anak rantau. (dulu – sekarang dia sudah di benua eropa dan sudah berkeluarga) dia selalu memandang saya dengan mata berbinar setiap kali saya berbagi bekal di food court menunggu jam masuk kelas berikutnya. suatu hari bertahun kemudian setelah kami sering makan bareng dia berkata : R, mungkin elu enggak tahu, tapi gw terimakasih banyak. setiap elu bagi bekal ke gw, gw selalu teringat nyokap. itu bikin gw bersyukur masih punya nyokap, masih semangat kuliah dan menghargai pengorbanan dan perjuangan orangtua gw untuk membikin gw jadi orang kuliahan. jauhnya jarak gw sama nyokap bikin gw menunggu waktunya pulang, untuk meluk nyokap gw dan makan masakan dia yang selalu gw tunggu-tunggu selama merantau sekolah di sini.  –well, memang kata-katanya tak persis seperti itu, tapi kira-kira begitulah pesan yang saya tangkap –
saya jadi teringat kawan saya jalan-jalan, mereka sering request minta dibuatkan bekal. che sering bilang, bawa isian sandwich yang enak donk, nanti gw beli roti tawarnya – setiap kali kami mau hangout ngobrol di minimarket 24 jam yang menjamur di jakarta – tentu kami juga belanja nyamikan lain di situ biar enggak diusir karena hanya numpang duduk doank. saya ingat kawan ngebolang saya, namanya PU, dia bilang begini waktu kami mau mampir main ke fathahillah : R, gw bawa nasi goreng, elu bikin  martabak, nanti A bawa minumannya.

tapi harus diakui juga, meskipun sudah niat bawa bekal makan sendiri kadang kita gak selalu punya tempat untuk memakannya. itu dia yang bikin prihatin. kita kurang area publik untuk bisa menikmati bekal sendiri.  ada banyak juga mall yang pelit foodcourt, hanya ada restoran dengan tulisan tak boleh bawa makan dari luar.
suatu hari simbak di rumah cerita bahwa esok hari anaknya akan piknik dengan kawan-kawan sekelas ke taman mini. dia menumpang untuk menitip mendinginkan nugget dan minuman dingin di dalam kulkas keluarga kami. keesokan paginya dia tak datang mengambil rencana bekal itu. ketika bertemu lagi esok lusanya saya tanyakan hal itu kepadanya. dia bilang anaknya malu bawa bekal dan kepingin jajan saja seperti kawan-kawannya. padahal saya tahu si ibu sudah membeli nugget yang enak dan jarang dimakan keluarga itu, mendinginkan minuman rasa buah supaya beku dan tahan dinginnya untuk dinikmati si anak di hari piknik.
terus terang saya sedih, setiap kali membawa bekal sendiri diasosiasikan dengan tak berpunya sehingga gak bisa jajan beli makanan di luar. tapi si anak juga tak salah, sebab ia ingin tahu rasanya jajan.
sahabat saya M adalah orang berpunya, makan di cafe cartell biasa buat dia. suatu hari kami akan dinner di sebuah mall di jakarta. di dalam mobil anaknya yang balita tetap disuapi nasi dengan telur dadar dan kecap, supaya tak masuk angin, dalam perjalanan menuju mall. kalau kamu tinggal di jakarta, perjalanan dari bintaro ke pondok indah bisa makan waktu 2 jam lebih di jam macet, ngalahin jam perjalanan jakarta bandung dengan travel, jadi si kecil tetap perlu disuapi di dalam mobil. see that..enggak apa-apa makan sederhana dan bawa bekal itu.
orangtua murid waktu saya mengajarkan les privat juga demikian, dia super duper berpunya, saya sering diantarkan pulang dengan ibunya. si ibu memakan bekal di dalam mobil mewahnya, makanan sederhana sayur kukus dan tim ikan. dia bawa dan makan bekal sendiri.
enggak ada hubungannya kaya dan miskin soal bawa bekal. mengapa malu. ini cuma soal attitude aja.
pulang dari nonton lone ranger, perut berbunyi. 2 kawan saya gak mau makan di restoran. mereka pilih makan di rumah saya. akhirnya kami belanja dulu kebutuhan masak di foodhall, mau masak sederhana tapi habisnya banyak juga. kemudian kami pulang dalam terpaan hujan deras. setibanya dirumah meracik makanan bareng-bareng sambil bilang : foodhall mahal cuyy...carefour lebih murah..
ya iyalaaahh..
malam-malam makan club sandwich sampai perut mau meledak dan nge-bir..
ahh..hidup..