Selasa, 15 November 2011

coloring the universe


Blackbird singing in the dead of night
Take these broken wings and learn to fly
All your life
You were only waiting for this moment to arise.

Blackbird singing in the dead of night
Take these sunken eyes and learn to see
All your life
You were only waiting for this moment to be free.
(blackbird – the beatles)

hampir genap 4 tahun saya menjadi difabel. awalnya terasa sangat menakutkan. saya dan seluruh keluarga besar mengharapkan datangnya kesembuhan, bahwa suatu hari saya akan pulih seperti sediakala. keliru. saya tidak akan menjadi diri saya yang dulu lagi. justru karena itulah saya bersedih, karena saya tidak siap. saya tidak siap untuk jadi cacat. dokter tidak pernah memberi tahu kemungkinan ini, yang ternyata harus saya hadapi sepanjang hayat, saya mengetahuinya kemudian, pelan-pelan, dan perasaan ini merongrong dari dalam. perlu 4 tahun bagi saya menumbuhkan semangat baru, keyakinan dan perspektif baru mengenai hidup. saya merasa hidup saya semakin penuh dengan hari-hari sulit yang harus saya lewati. don’t pity on me yaa.. i don’t need that. airmata saya sudah habis..saya lebih tegar dari yang pernah saya bayangkan.

saya berhutang terimakasih untuk keluarga dan sahabat dekat yang selalu memberikan dukungan tiada putus, kendatipun saya tidak selalu menanggapi bantuan itu dengan baik, kadang sinis dan skeptis, semua karena kemarahan yang tidak bisa saya salurkan dengan tepat. terimakasih..terimakasih sekali lagi karena telah mencintai saya dengan tulus, terimakasih untuk kebaikan tanpa pamrih. apalah saya ini kecuali berucap syukur pada semesta, telah diberi kehidupan begitu rupa.

di foto bhakti, kawan sehama, di dermaga pulau rambut, kepulauan seribu


Saya tidak ingat kapan pertama kali saya menyanyi, tapi sepanjang hidup saya memang terus bernyanyi, meskipun tidak cukup beruntung untuk naik ke panggung (saya pikir suara saya bagus banget, seperti whitney houston..ngarepp!!). dari cerita mbak titiek yang mengasuh saya dari bayi, waktu saya duduk di tk kecil, setiap pelajaran menyanyi saya minta maju sampai 5 kali, menggantikan kawan-kawan saya yang ngumpet di kolong kursi karena tsayat disuruh menyanyi. heroik sekali yaa..menolong kawan, saya gak ingin kawan saya dimarahi, dan saya menggantikan mereka menyanyi. setiap kali bu yeti guru tk saya itu mencoba menarik-narik muridnya dari bawah kolong kursi, saya maju ke depan. bernyanyi!!

setelah pulang dari rumah sakit (umur saya baru 21 waktu itu) selama 2 tahun, saya tidak lagi bisa bernyanyi. hati saya tidak mampu. biasanya saya mandi sambil bernyanyi-nyanyi, 2 tahun itu tidak ada melodi keluar dari mulut saya. kalau saya ingat lagi sekarang, rasanya memang luar biasa pedih dan menyebalkan. saya tidak ingat kapan saya bisa mulai bernyanyi kembali. tapi saya ingat, hati saya memiliki keinginan bernyanyi setelah menonton film across the universe.

******

saya berhutang nyawa pada film ini. Ia menemani saya di masa sulit dahulu, suatu episode hidup ketika saya harus berhadapan dengan kenyataan paling pahit (ini gak lebay lo..perjuangan saya untuk pulih dari luka fisik dan mental itu lama beneerr). 



saya tidak lagi memiliki kaki kiri yang dapat saya ajak berlari. Pada masa itu setiap hari saya harus menahan kesakitan untuk melakukan setiap gerakan. saya melebihi bayi dan merasa nelangsa. saya pernah belajar cara untuk jongkok dan basuh tubuh di usia dewasa saya. saya pernah belajar latihan tidur dan berguling, dan itu sakitnya luar biasa, sampai saya gak ingin bangun lagi..karena begitu sakitnya.

beberapa orang bilang saya minder. bukan minder sebetulnya, saya hanya marah. karena marah, saya tidak bisa percaya pada kemampuan diri sendiri. saya terjebak oleh perasaan yang membikin saya jengah dan lelah.

saya tak bisa bernyanyi, saya kesulitan tidur dan dilanda maag sayat, disertai vertigo yang menyerang setiap ia sempat. saya tidak sempat merasakan sedih, marah maupun kecewa. Pada titik itu yang ada pada diri saya adalah kehampaan. saya tidak bisa mengingat masa lampau. saya tidak bisa merasakan masa kini. saya kehilangan kesadaran akan waktu.

Sampai akhirnya saya menonton acara oprah winfrey show di metro tv tanpa sengaja. Saat itu bintang tamunya adalah para pemeran across the universe, sebuah film musical dengan lagu-lagu the beatless sebagai pijakan cerita.

saya memiliki keinginan untuk menyaksikannya. saya tanya pada kakak, apakah film tersebut sudah masuk bioskop, ia menjawab tidak tahu. saya tak ingat bagaimana dvd film itu dapat saya miliki. Sebab seingat saya pada masa itu saya masih kesulitan untuk berjalan, mustahil bagi saya bepergian mencari dvd itu seperti yang pasti akan saya lakukan sewaktu masih sehat.

Tapi nyatanya, mengatasi segala rintangan dan rasa sakit, saya pergi dan mencari. Dan kemudian saya kecanduan. Sepanjang hari sepanjang waktu saya menonton film itu, berulang –ulang kali.

Saya mesti berterimakasih kepada Julie taymor, sutradara film ini. Ia berhasil mengisi hati saya yang kesepian, jiwa saya yang kelelahan. Kamu mungkin berpikir saya berlebihan, tetapi untuk perempuan yang baru saja menyadari ia harus menghabiskan sisa hidupnya dengan kaki yang cacat, hal ini memang benar menyembuhkan saya, sebagian. 


Saya tak dapat menerangkan betapa pada bulan-bulan itu jiwa saya kembali dipenuhi dengan harapan. saya ingin bergerak, saya ingin melihat, saya ingin menyanyi. saya hanya tahu, saya mau keluar rumah.
Julie berhasil menyuguhkan gambar-gambar luar biasa indah dengan warna-warni saling bertabrakan. Seolah seperti baru pertama kali saya melihat kelebat cahaya dan merasa takjub karenanya dan tak mau dihentikan untuk terus menikmati.

Lagu-lagu beatless yang ditampilkan ulang luar biasa memukau. saya masih terperangah hingga saat ini dan bercita-cita suatu hari nanti mampu mencipta film seperti ini tentang ismail marzuki. saya mulai belajar lagi membikin skript film, mulai menghabiskan waktu untuk menambah-nambah detail pada fiksi-fiksi saya. saya mulai berpijak lagi pada bumi. saya mulai menulis diari, karena saya sering tidak ingat pada kejadian-kejadian, saya sering kehilangan diri saya sendiri. ketika kekosongan itu menyerang, saya membuka diari, dan membacanya berulang-ulang, untuk mengingatkan saya pernah ada hari-hari yang saya lalui. kekosongan itu tak terjangkau, saya meraih diri saya pelan-pelan dan lambat, sangat lambat.

Menonton across the universe membuat saya berada di dunia yang luar biasa nyaman. Dunia yang seharusnya saya jalani di masa sehat. Menikmati masa muda, bertualang dan melakukan kesalahan, terlibat cinta dan membuktikan bahwa saya manusia yang bermartabat dan berguna.

saya penggemar the beatles, meski bukan fanatik. lagu-lagu the beatles mengisi setiap episode perjalanan hidup saya, dari kecil sampai sekarang. saya teringat bapak kerapkali menyanyikan obladi oblada, my bonnie is over the ocean bersama saya sebelum saya masuk tk kecil. saya terbiasa mendengar hey jude, let it be, yesterday, penny lane, i will, di masa berseragam putih merah dan telah menjadi hafal karenanya. sewaktu smp, meskipun saya maniak boyband, di rumah bapak masih sering bermain gitar dan meminta saya menyanyi, girl, all my loving, i want to hold your hands, twist and shout, till there was you, imagine, dll. waktu saya kenal cinta, lagu-lagu If i fell, here there and everywhere, the long and winding road, free as a bird, all you need is love dengan intro seperti dari sabang sampai merauke, memenuhi hari-hari saya. saya tidak menghitung berapa puluh lagu beatles yang bisa nyanyikan di luar kepala. 




saya ingat rasanya melangkah dan menjejak. hal ini terasa amat luar biasa, karena selama 4 bulan saya tidak menjadi manusia. ibu bapak memandang saya tak berdaya. saya belajar mengatasi sedih tiap hari.

There are places I remember
All my life though some have changed
Some forever not for better
Some have gone and some remain
All these places have their moments
With lovers and friends I still can recall
Some are dead and some are living
In my life I've loved them all

But of all these friends and lovers
There is no one compares with you
And these memories lose their meaning
When I think of love as something new
Though I know I'll never lose affection
For people and things that went before
I know I'll often stop and think about them
In my life I love you more
(in my life – the beatles)

saya masih berjuang tiap hari. saya menerima identitas saya yang baru : si rensi yang harus menggunakan AFO tiap hari, yang betis kirinya mengecil dan kehilangan daya tumpu terhadap tubuhnya. dan ini tidak mudah. saya masih sering terbangun dan merasa dikunci oleh si liyan. tentu setelahnya ketakutan-ketakutan tak berarti menguasai diri.

saya menghadapinya tiap hari...meski susah payah...meski kadang dengan tangis...tapi saya memilih tidak untuk mati di ranjang yang nyaman. saya masih punya hak untuk melihat dunia. dan ini tak boleh dilanggar bahkan untuk si liyan yang kerap kali pegang kunci. saya gak kepingin jadi sybil. dia menderita. karena itu si diri mesti kerjasama..karena si diri juga perlu lihat dunia.

setelah menonton across the universe keinginan untuk bisa menyanyikannya menembus kesadaran. Melupakan sengatan-sengatan sakit yang harus saya hadapi setiap saat.

Bapak seringkali menemani saya menonton film ini. Ia juga menikmatinya sama seperti saya. Kami sama terperangahnya. ia kembali ke masa mudanya. ia selalu berkata lagu-lagu beatless menyelamatkannya dari masa sulitnya dulu. di tahun 1965, bioskop yang di kelola kakek saya di kaliwungu terpaksa bangkrut dan mematikan ekonomi keluarga kakek. (saya baru sadar, sejak kecil, bapak menularkan kecintaan saya pada film, setiap hari sabtu, saya dan kakak pasti diajak bapak menonton film di bioskop, saya baru sadar, kecintaan saya pada film dan fotografi ditularkan dari darah bapak).  Saya tahu, saya baru tahu, kami memiliki masa sulit. Dan beatless menemani kami melewati semua itu pada rentang waktu yang berbeda.

saya bermimpi tiba di abbey road dan menyebrang di sana, saya bermimpi ada di penny lane.


saya ingin pergi (lagi) lihat sepenggal dunia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar