Senin, 05 November 2012

yang cacat itu kakinya, bukan otaknya :)




kalau saya gak cacat, barangkali saya akan sangat jarang bersyukur dan menikmati hidup yang kelewat singkat ini.

pagi ini saya kehilangan ‘lagi’ orientasi waktu.

kamis lalu saya janjian dengan ellen untuk nonton skyfall dan merasa kecewa sebab film ini diluar ekspektasi saya. bagi saya belum ada yang tegangnya ngalahin casino royale untuk serial bond-nya daniel craig. seharusnya saya akan sangat menikmati karakter M, Q, moneypenny yang dirombak ulang dari serial bond pendahulu, serta si tokoh antagonis raoul Silva yang mengingatkan saya akan Joker serta ray sahetapy sekaligus, tapi tetap terasa ada yang kurang. saya penikmat warna ‘kodak’ dibanding ‘fuji’ sehingga saya suka permainan warna dalam film skyfall, saya masih gemetaran lihat daniel craig berkemeja putih, bibir mengatup rapat dan matanya yang biru – tapi saya gak suka ceritanya, kok gampang banget ya, apa enggak too cheessy ya..karena saya mengharapkan lebih dari itu. saya suka sih adegan ketika bond ‘mati’ yang artistik banget itu dengan soundtrack sky fall yang dilantunkan adele, keseluruhan musik itu bikin hati saya menjerit-jerit macam bunyi air mendidih di ketel.

meski saya tahu bikin film itu sulit, di tahun 2012 ini saya merasa dari sekian banyak film yang saya tonton, jarang yang saya beri nilai delapan dan kekecewaan itu makin menjadi-jadi setelah menonton bourne legacy, jelek bener, mengecewakan.

ini juga berlaku dalam hal merasa kehilangan hari, ketika kesadaran itu terkumpul, rasanya seperti dihantam gada, sakit,sesak dan pening sekaligus, kecewa terhadap diri sendiri.

saya lupa apa yang saya lakukan di hari jumat (sekarang saya ingat, karena tidur pagi, maka hari jumat berlalu begitu saja).

saya chatting dengan agnes untuk mengajak hunting foto di hari minggu. dia setuju. kemudian karena ada satu dua keperluan akhirnya membatalkan janji itu dan saya mengira itu terjadi di hari jumat padahal di hari sabtu.
kemudian tadi pagi ketika saya berdiskusi dengan bapak ibu tentang pendidikan yang akan saya tempuh, saya mengira ini terjadi di sabtu pagi, sehingga sambil berbincang saya sibuk menyiapkan nasi goreng bagi bekal ibu saya. ibu terlihat begitu santai pagi ini yang membikin saya membatin dia sudah ketularan rekan kerjanya yang super duper nyantai itu.

dan saya panik ketika sadar telah kehilangan 1 hari. apa yang saya lakukan di hari sabtu. apa yang saya lakukan di hari jumat. kalau saya gak merasa ada hari sabtu, ke mana perginya jumat. saya coba mengurut-urutkan kejadian demi kejadian – itu cara saya untuk merasa genap ketika serangan losing time itu terjadi.
mungkin saya kelewat lelah. ada banyak hal yang menjadi bahan permenungan saya berhari-hari ini, tentang waktu dan tentang pencapaian, tentang syukur dan sesal.

kalau saya gak cacat, barangkali saya akan sangat jarang bersyukur dan menikmati hidup yang kelewat singkat ini.



harus saya akui, dengan kondisi saya yang sekarang difabel, saya lebih merasa bahagia, lebih tak neko-neko menuntut diri sendiri, tahu-tahu kesampaian juga keinginan-keinginan kecil yang ada dalam wish list saya, ada anak-anak tangga yang berhasil saya daki..tak banyak, tapi ada.

bukan berarti tak ada target yang harus dicapai, tapi saya melaluinya dengan lebih ringan..bahkan lebih mulus ternyata..hal-hal tak terduga justru datang ketika saya ‘agak kalem’ dengan hidup ini.

setelah menjadi difabel saya takut naik angkot di jakarta tanpa pendampingan. tapi dua bulan lalu, saya naik bis sendirian dari ambarawa ke semarang di pukul lima pagi untuk mengejar kereta pulang ke jakarta. sebetulnya saya tak berencana pulang hari itu, tapi karena satu dan lain hal saya pulang. memilih naik fajar utama di pukul delapan pagi, dengan pertimbangan toh saya bisa tidur di kereta meskipun panas daripada saya harus menunggu empat jam lagi di stasiun tawang untuk menumpang kereta yang lebih nyaman. tiba di stasiun senen pukul tiga siang. merasa bersyukur bisa pulang, menemukan banyak cerita dalam kereta tak ber-ac tersebut, bagi saya ini sebuah pencapaian.

kalau dulu, untuk urusan seperti ini saya pasti menertawakan diri sendiri ‘mosok gitu doank gak berani’.

bukan soal berani dan tak berani kalau sekarang. tapi kemampuan mengandalkan diri sendiri. meski tak bisa jongkok, ketika ingin pipis saya bisa mengatasi hal itu. saya belajar bahwa di luar sana masih ada orang-orang baik, kalau pun pas ‘tak ada orang baik yang mau membantu saya tanpa menggerutu’ saya percaya, rafael – malaikat yang saya yakini menjaga saya, tak akan membikin saya celaka ketika saya tak dapat mengandalkan diri sendiri. dan karena itu saya merasa tenang. dan memang itu yang terjadi.

sekarang saya jadi teringat suatu siang menuju sore yang biasa di hari-hari yang terlewat biasa, dengan detail yang mengagumkan. itu hari ketika saya memutuskan pulang ke rumah lebih cepat setelah jam kuliah, menumpang bis 102 dari senayan menuju pondok indah. saya ingat pengamen galak di sudut taman puring yang bernyanyi balonku ada lima aaa...aaaa...aaaa..aaa dan marah ketika ada orang berbicara ketika dia menyanyi (mungkin kamu tahu pengamen yang saya maksud, lelaki baya, kurus dengan jumbai jenggot dan kumis melambai-lambai, kulit gelap terbakar matahari, selalu mengenakan topi, wajah yang kurus, tirus, cekung ke dalam, urat-urat di leher, kemeja denim digulung kedodoran).

masuk dua orang laki-laki dari pintu belakang. di tengah perjalanan saya yakin dia berniat mencopet. seorang penumpang yang berdiri berhadapan dengan saya pun yakin dengan hal itu, ia juga yakin bahwa dirinyalah yang akan dirampok, si perempuan itu tersudut, dia memandang berkeliling dengan panik. saya yakin penumpang lain sebetulnya tahu tapi mengabaikan dia. saya tahu dan ingin menolong dia, tapi saya tak tahu bagaimana caranya. tiba-tiba saja kami kontak mata, sekilas, tak lebih dari tiga detik. jalan radio dalam lengang,sebentar lagi koperia akan terlewati, ada rumah kawan saya dekat situ.

kemudian saya yang berdiri di pintu belakang mengetuk-ngetuk atap bis. dengan badan yang besar dan memenuhi ruang dalam bis saya bilang misi..misi permisi, dan berjalan menuju pintu depan sambil menginjak salah satu kaki si pencopet dengan segenap berat tubuh dan menyikut pencopet yang lain dengan pura-pura menjatuhkan tubuh. kemudian saya turun dari pintu depan. dan ketika saya turun si mbak itu juga turun dari pintu belakang. si pencopet meneriaki saya anjing yang saya sahut dengan sangat kalem, “ngomongin diri sendiri bang?” waktu itu usia saya sembilan belas.

saya tak bicara dengan si mbak itu setelah kami berdiri di depan koperia (dulu belum ada grand lucky yang berseberangan dengan koperia). kami tak sempat bercakap-cakap, sebab ada bis 102 yang lain lewat, si mbak segera naik, dan saya segera melangkah menuju rumah kawan saya. tapi saya tahu dia baik-baik saja. saya tak kenal dia, jika suatu hari kami berpapasan, saya yakin tak akan mengenalinya.

saya segera melupakan kejadian itu, sampai hari ini, tujuh tahun kemudian.


kemarin ibu saya menyuruh untuk memotret wijaya kusuma. saya langsung lemas, sebab tiba-tiba teringat rumah sakit, wijaya kusuma terasa demikian mengusik. setelah lima menit baru saya sadar bahwa ibu meminta saya memotret kembang wijaya kusuma yang akan mekar malam nanti.

saya bersyukur karena ibu dan bapak (tanpa saya pernah memintanya) telah memperjuangkan saya dengan segala daya dan upaya, mereka yang pasang badan demi saya.

saya bersyukur karena selalu tahu ke mana harus pulang.

saya kangen latihan choir, ini partitur milik charlie, kami menyanyikan home-nya michael buble di acara wisuda kampus

 saya beruntung dan bersyukur, sebab saya tahu pada kenyataannya, banyak orang-orang yang selama hidup belum pernah mengalami rasanya diperjuangkan oleh ayah dan ibu. ada banyak orang yang tak tahu ke mana harus pulang, karena tak pernah merasa memiliki rumah – meskipun ada rumah yang disebut rumah, tapi bukan rumah yang mereka inginkan untuk ditinggali dan merasa betah.

 kalau itu kamu, hai teman, jangan bersedih .. sebab kamu masih bertahan hidup dan akan memastikan untuk memutus rantai kesedihan tersebut, kamu tak akan meneruskan kekejaman dan ketakpedulian orang-orang yang seharusnya melindungimu ketika kamu tak berdaya. kamu hebat, karena tak memilih untuk melanjutkan kesedihan dan kejahatan itu.

kamu harus percaya bahwa orang baik masih banyak, kalau suatu hari kamu memutuskan berkeluarga, ada banyak sekali orang-orang yang hidup dalam rumahtangga yang harmonis, mungkin kamu jarang melihatnya, mungkin kamu jarang ketemu orang-orang model seperti ini, mungkin kamu kecewa karena pada kenyataannya tak ada rumah tangga yang sempurna. itu betul, tapi bukan berarti tak ada yang sempurna itu saling mencelakakan. kamu, aku dan kita dan dia punya pilihan. kamu harus mengubah mind set dan patronmu bahwa suatu hari kamu ‘pasti akan juga mengalami kejadian seperti yang terjadi dalam keluargamu,rumahmu’. itu belum tentu...

choki menyalak-nyalak dari luar kamar ketika saya mengetik tulisan ini. saya ingat choki datang pada bulan mei 2008, sebulan setelah ulangtahun saya yang ke 22, dan saya menyadari hanya sempat merasakan 2 kaki yang utuh sempurna sampai usia saya 20. setelahnya saya harus menggunakan AFO untuk membantu saya berjalan. choki datang dalam kotak kardus, diantar sam, pembantu keluarga hengki – sekarang saya merindukan sam yang tak bekerja lagi di keluarga hengki,semoga ia betul-betul baik-baik saja.

choki waktu itu kira-kira baru berusia dua minggu, begitu mengiba hati. tubuhnya wangi susu, itu aroma yang enak. dia menemani saya bertahun-tahun untuk latihan berjalan dan kegiatan olah otot lain di rumah. ini pengalaman pertama saya memelihara anjing, pada kenyataannya bukan saya yang memelihara dia melainkan dia yang memelihara hati saya, sepanjang hari,sepanjang waktu.



saya merasa bahagia karena kehadiran choki, anjing coklat yang membikin saya menghayati arti diinginkan dalam ketulusan. ia memiliki mata yang demikian bersahabat, menjaga kami siang dan malam. memastikan orang-orang tahu ada air menggerojok dari tower, hujan datang sehingga jemuran harus diangkat, ada orang di luar mau masuk ke dalam rumah, membangunkan kami dengan menyundulkan moncongnya yang basah ke ujung kaki, menyalak bila salah seorang anggota keluarga pulang ke rumah, melonjak-lonjak dengan gembira padahal tak ada hadiah baginya, kecuali kami yang berbagi hidup dengannya, menyayangi dia sebagai anggota keluarga. saya belajar kasih tanpa syarat dari dia. choki yang menunggu setiap orang tiba di rumah dengan selamat. choki yang tidur di lantai dengan bapak, hanya berjarak dua ubin dan menghela nafas setiap bergelung menjelang tidur.

choki yang hadir bukan untuk menghakimi. membikin saya tahu bahwa bisa tidur itu nikmat sekali.
sebelum tertidur, selalu menyediakan diri membaca artikel dan bacaan yang melengkapi gizi...biar gak dangkal :)) ditemani musik-musik yang membikin saya melacak jejak nada...

saya menikmati sekali waktu tidur saya yang tak pasti itu. saya ingat masa-masa rehabilitasi yang sulit (hari ini saya tak percaya pernah mengalami masa sulit itu dan sudah melewatinya, itu dua tahun yang berat, dan dua tahun lagi yang lebih berat). saya ingat pispot berada di kamar tidur, untuk buang air besar dan kecil saja rasanya berat minta ampun. ada orang dewasa yang membantu saya merebahkan badan dan menggulingkan tubuh saya setiap dua jam supaya luka operasi tak menyebabkan decubitus. saya yang tak dapat berjalan, tak dapat mandi, tak dapat jongkok, tak dapat merasakan kaki menjejak tanah.

saat ini fisik saya terlihat sehat. hari ini saya tak dapat jongkok dan duduk lesehan tanpa membuka AFO, kaki saya masih belum dapat merasakan jejak dengan tanah, sering keram dan merasa demikian sakit ketika serangan itu terjadi. tapi ini jelas kemajuan..

selama empat tahun menjadi difabel, saya tak pernah ingat pernah bermimpi menggunakan AFO. (saya rutin mencatat mimpi-mimpi saya, itu membantu saya untuk mengembangkan ide ketika buntu menulis, seperti saya rutin menstabilo kuning tulisan-tulisan yang membikin saya heran, untuk membantu saya merangkai metafor). maksud saya,dalam mimpi saya tersebut, saya adalah gadis remaja duapuluh tahun yang lincah, gemuk, rambut berantakan, bersepatu converse, bertas selempang, kaos dan celana jeans model kapri.
dalam mimpi saya tak pernah melihat diri sendiri mengenakan AFO.

hal ini berkaitan dengan identitas, alam bawah saya masih tak terima saya telah menjadi cacat.
identitas, tentu saja bisa koyak. saya teringat kawan yang mendongeng tentang aristoteles dan 3 prinsip identitasnya, lama berselang, yaitu principium identitatis, principium contradictionis, dan principium tertium non dator. Pertama, identitas saya adalah atribut-atribut yang sama dengan saya dan dapat mewakili diri saya. Kedua, identitas saya adalah segala hal yang bukan saya, atau tidak bisa disamakan dengan saya. Ketiga adalah bahwa tidak ada kemungkinan ketiga.

kemarin, saya bermimpi, seru sekali.. ini pasti imbas dari menonton sky fall. cerita berjalan seru seperti alur bourne ultimatum, masuk ke dalam lorong-lorong di maroko dan turki – itu adalah dua negara yang betul-betul ingin saya kunjungi, selain austria, prancis, dan itali.  ketika terbangun, saya merasa masih berada dalam situasi mimpi – itu sering kejadian ngomong-ngomong.

ketika sadar berada di mana, saya merasa demikian lega.. sungguh luar biasa lega. itu kali pertama dalam mimpi yang saya ingat, saya telah mengenakan AFO. saya ingat dalam mimpi itu meminta waktu sebentar kepada partner saya (ceritanya kami sedang dalam penyamaran dan harus keluar secepatnya sebelum digerebek kesatuan polisi yang ganas) untuk memasang AFO.

hari ini saya menikmati buang air secara rutin dan mandi dengan rutin, merasakan air yang menyentuh kulit saya (kalau kamu pernah sakit parah, kamu akan tahu rasanya tak dapat merasakan segarnya mandi). saya suka rambut saya yang selalu wangi – saya suka bantal saya yang ketempelan harum shampo favorit. saya suka kamar saya yang dingin ac-nya bikin dilema, tubuh saya yang selalu bersih ketika menyentuh kasur dan menikmati menggoyang-goyangkan kaki ketika mengetik di atas kasur. tidur dengan tubuh bersih di atas kasur yang bersih dan kamar yang dingin dan harum itu rasanya luar biasa, dan saya dapat menikmatinya kapan pun saya mau, merasa beruntung karena dapat tidur, tak merasa risih karena ada orang dewasa yang harus menyentuh tubuh saya tiap saat hanya untuk membuat saya dapat rebahan di kasur.

saya punya waktu untuk memikirkan apa yang telah saya lakukan di tahun 2012 ini, yang baik dan buruk, yang mendebarkan dan membikin jengkel.

foto ini diambil di tahun 2009, menunggu film di putar di ruang tunggu XXI senayan city. ke mana pun kami pergi, selalu bawa kamera, mulai dari jamannya kamera pocket sampai sekarang DSLR.. saya buka lagi album-album lama dan menemukan kelegaan...empat tahun yang saya lewati sebagai difabel, gak menyedihkan amet ternyata, saya justru kenal sahabat-sahabat karib, saya justru pergi ke tempat-tempat yang tak saya duga...lebih banyak meluangkan waktu untuk menulis dan memotret..juga melakukan refashion.. hari ini saya sadar, jadi difabel tak menyedihkan...menyedihkan adalah bila tak lagi punya semangat untuk menyelamatkan hidup sendiri...berkah dalem fellas.

 kalau saya gak cacat, barangkali saya akan sangat jarang bersyukur dan menikmati hidup yang kelewat singkat ini. dan bob dylan tentu benar, ketika dia bilang  some people feel the rain..others just get wet. saya punya kedalaman merasakan hujan.

saya bersyukur masih punya kemampuan untuk jijik terhadap diri sendiri .. bisa jengah terhadap diri sendiri, itu membikin saya bernafas lebih tenang, karena artinya saya punya kesempatan untuk memperbaiki diri, punya waktu untuk menghayati rasa malu, rasa hormat dan harga diri.

psikopat di luar sana banyak, orang-orang berpenyakit mental dan merugikan orang lain luar biasa banyak, mereka yang tak mau berhenti merasa malang juga banyak, saya tak mau gabung dengan mereka.

saya sering kali terperangah terhadap semesta, ada masa-masa saya merasa buntu, dan dalam kondisi tak menentu itu, biasanya, tiba-tiba, semesta memberikan saya sengatan-sengatan kecil, seperti tiba-tiba di suatu dini hari saya berseluncur di dunia maya dan menemukan sebuah quotes yang mengobarkan semangat saya untuk bertahan hidup.

Quote itu datang dari Stephen Hawking,  it is a waste of time to be angry about my disability..one has to get on with life and i haven’t done badly ... people won’t have time for you if you are always angry or complaining



Tidak ada komentar:

Posting Komentar