Selasa, 13 November 2012

orang baik




di jakarta saya jarang bertemu orang baik.

dua hari sebelum saya mengetik tulisan ini, keluarga saya dari malang datang berkunjung. bulik saya, adik dari bapak berulang kali berkata duhh susahnyaaa.. ia tak mengeluh, tapi saya dapat melihat bulik kesulitan berdiri karena lututnya terasa sakit dan nyeri. saya bayangkan bulik saya dalam angkutan umum, akankah ada yang menolongnya ketika serangan nyeri itu muncul, sebab ia terlihat begitu segar bugar dan muda. saya juga bayangkan ibu yang sering ketindihan ketika tidur. itu membikin panik karena kadang-kadang ibu sulit dibangunkan. saya khawatir ketika tak dapat menjaga orang-orang yang saya kasihi. ibu harus berangkat ke ambarawa lagi untuk menengok kakek yang tak segera tuhan panggil – saya bukan anak durhaka, tapi kamu tahu rasanya tak tega melihat orang yang kamu kasihi sakit dan kesakitan luar biasa, merasa tak berdaya, sementara moralmu mengatakan bahwa euthanasia itu tetap bukan hal yang dapat kita perbuat. ibu seorang yang takut naik pesawat sehingga ke mana-mana ia mengandalkan kereta ataupun bus malam. saya khawatir tak ada yang menolong ibu dalam perjalanan sebab ibu pun terlihat begitu segar bugar dan muda dan dapat mengandalkan dirinya sendiri.

saya katakan pada ibu, karena tak ada yang dapat menemaninya pergi, supaya ia bilang pada kawan seperjalanan tentang kondisinya, supaya dibantu bila ada apa-apa.

saya jadi teringat pada diri sendiri. saya tahu rasanya jadi cacat dan orang-orang yang memiliki kebutuhan khusus. saya selalu merasa khawatir di jalanan, saya hanya dapat mengandalkan ellen atau petra sahabat saya yang cekatan dan tanggap. saya merasa bila saya jalan dengan kawan saya yang lain, mereka tak dapat membantu saya – tentu saya tak menyalahkan ketakcekatan atau tak tanggap tersebut – pun saya tak pernah mau merepotkan orang lain – saya yakin bukan karena mereka tak mau atau tak mampu membantu, melainkan tak tahu bagaimana caranya membantu. dan dalam keadaan terdesak hal ini kerap menimbulkan panik bagi diri saya sendiri. saya benci sekali merasa merepotkan orang lain, tapi saya juga merasa tak berdaya ketika perlu bantuan tak ada yang datang menolong.

waktu saya berobat ke bandung sendirian selama hampir setahun, saya merasakan orang jakarta lebih usil daripada orang bandung. mereka bertanya tentang kondisi saya – padahal saya tak nyaman sekali ditanya-tanya waktu itu – dan seperti umumnya mereka yang belum punya ‘perangkat perasaan yang baik’ mereka justru ngomongin saya di depan saya...hari ini semua terasa lucu, tapi dulu begitu menyakitkan dan mengecilkan hati. kalau ini terjadi sekali tentu tak masalah, tapi kalau lebih dari sepuluh kali, tentu ini sesuatu...

suatu hari kaki saya keram sangat parah..luar biasa parah..sakit hingga membikin saya sulit bernafas. otot engkel kaki menuju betis dan paha saya keram, dekok ke dalam, dan saya tak dapat stretching karena itu ada di dalam busway yang penuh sesak  - awalnya sebetulnya tak sesak, saya menumpang dari halte museum gajah, sore hari selepas kamisan. harusnya saya bisa duduk, tapi karena ritme saya berjalan sangat perlahan, maka ada orang lain yang mendahului saya duduk.

saya tak pernah menghakimi dan ngedumel terhadap orang-orang yang tak memberikan saya tempat duduk. saya luar biasa mengerti dan punya imajinasi bahwa orang-orang itu lelah, barangkali sudah berjalan sangat jauh atau bekerja hingga sangat lelah, atau pusing, atau pening, atau dadanya berdebar karena sakit jantung, atau apapun. barangkali nantinya mereka masih harus jalan kaki lagi sehingga harus menyimpan tenaga, masih harus bekerja di rumah, masih harus melakukan ini itu, dan karena itulah saya tak mengeluh.

(saya pernah menulis kesulitan mendapatkan tempat duduk dan hak atas tempat duduk / priority seat juga di blog ini, dengan judul bolehkah saya duduk, itu cerita perjalanan sewaktu saya merasa sangat merana karena tak dapat tempat duduk).

saya keram dan merasa sakit, saya bilang pada sebelah saya, penumpang yang tak saya kenal, bahwa saya keram. dan tak ada yang menolong saya. saya pun tak dapat keluar dari bus. sampai akhirnya saya keluar di halte bendungan hilir ketika banyak orang juga keluar dari bus, saya duduk dan merasa demikian merana, stretching sebisanya, dilihat orang-orang dan sendirian.

waktu itu saya tertawa untuk menghibur diri, saya bilang pada diri sendiri, bahkan kalau ada orang menawarkan bantuan pun, saya justru curiga, ada niatan apa di baliknyaa...

itulah..saya khawatir dengan kota ini...dengan orang-orang di dalamnya... saya pesimis sekali .. ada orang-orang yang masih mau meluangkan waktu untuk orang lain yang tak dikenalnya... pesimis sekali bahwa kita gak perlu saling curiga ..

saya tak tahu apa yang terjadi dengan orang-orang di jalan. waktu saya belum cacat, saya tak pernah membiarkan diri egois, berusaha sebisa mungkin ikut melindungi penumpang lain, memberi kesempatan ibu hamil duduk, atau siapapun yang lebih membutuhkan duduk baik yang segar bugar atau kepayahan. sebab saya tahu, nanti yang si segar bugar dapat memberikan tenaganya yang utuh untuk orang lain, di lain kesempatan.

saya bayangkan bulik saya serta ibu. akankah ada yang membantunya, ketika mereka tak dapat mengandalkan diri sendiri. 

mereka lebih optimis dari saya

ps : setelah posting tulisan ini, saya baru tahu bahwa hari ini adalah world kindness day...
what a coincidence banget !!

berkah dalem fellas..
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar