Sabtu, 29 Desember 2012

makanan kita


sate ayam mayestik... sekarang penjualnya gak cuma satu, ada 3 di sekitar mayestik, yang pertama ya di dekat bata, yang kedua di depan toko kain mumbay, yang terakhir paling baru di dekat parkiran bajaj.

 mari kita ngobrol omong kosong.

begini, tiap hari saya ngejogrok di depan komputer, mantengin youtube. dan channel favorit saya tentu yang berhubungan dengan masak dan makan. salah satu channel favorit saya adalah orang-orang yang memajang tayangan bizarre food. bertahun-tahun saya ulangi dan ulangi lagi nonton bizzare food-nya andrew zimmern, bahkan saya download supaya bisa nonton di laptop kapanpun saya ingin. saya suka sekali melihat lokasi-lokasi wisata dan pasar suatu negara,sambil berandai-andai kalau suatu saat ada kesempatan itu, saya pasti ingin datangi tempat-tempat yang di mata saya bikin penasaran.

setelah beratus kali nonton beragam episode bizarre food, tiba-tiba saya terhenyak. dalam tayangan itu saya sering jumpai andrew zimmern jajan di pinggir jalan untuk mencicipi ‘rasa lokal’ suatu wilayah. kalau dia sampai jakarta, saya gak akan ajak dia jajan makanan pinggir jalan sembarangan, serius. saya harus pastikan dulu jualannya bersih. saya khawatir dia diare. saya belum pernah sekalipun keluar negeri, tapi gara-gara bizarre food saya jadi tahu betapa buruknya bangsa kita – bukan mereka yang mengatakan demikian, melainkan saya yang menyimpulkannya. dalam banyak episode bizarre food, andrew selalu menyempatkan diri mengunjungi pasar setempat, supaya dapat mengecek budaya makan negara tersebut, apa yang mereka makan, bagaimana mereka mengolah bahan makanan dan dari sana ia bisa tahu kualitas makanan yang diasup warga setempat. waktu andrew datang ke indonesia, dia mengunjungi bali dan toraja.

kita bisa saja menyebut sebuah negara lebih miskin dari indonesia, tapi lucunya mereka punya makanan yang lebih baik dari apa yang kita asup setiap hari.

sebagai orang yang hobi makan dan masak, saya sering geli kalau jajan di jalan. kawan yang belum kenal saya mungkin melabelkan saya manja atau sombong – saya tak peduli,karena itu sama sekali bukan urusan saya – karena saya tak bisa makan diluar, hampir selalu diare soalnya. seorang sahabat berkata, dibiasain donk ren, biar perutnya kuat. okelah saya coba, kadang berhasil, kadang enggak, kalau apes, ya besoknya pasti saya mules dan mencret dan itu tentu saja mengganggu aktivitas saya. karena terbiasa masak sendiri itulah saya sensitif sekali untuk urusan jajan di luar.

ibu kemarin cerita, ketika turun dari bis kota di pagi hari, dia melewati jalan potong menuju sekolah tempatnya mengajar. dalam perjalanan dia menemukan pekerja di warung tegal bersiap memasak. salah seorang pekerja mengalasi aspal jalan dengan karung kemudian memotong sayuran di sana, tanpa dicuci sayuran itu langsung dimasak. seorang yang lain, merajang usus ayam juga di atas karung yang kotor, tanpa dicuci dan dibilas potongan usus tersebut langsung dimasak. juga ada sekantung kresek berisi telur yang dilirik ibu, ia yakin telur itu pecah kulitnya – memang ada di pasar pedagang yang menjual telur retak, juga rebung berpemutih, kerang berpewarna tekstil, tahu borax, usus berformalin, dan tempe yang dicuci di air kali sehingga lebih cepat busuk dan asam . ketika ibu cerita dia menuturkan : gak heran jaman kuliah kamu sering diare, makan warteg di kampusmu.

sejak tk sampai sma saya selalu bawa bekal dari rumah, tapi semester awal kuliah saya jajan di kampus karena jam kuliah yang tak tentu. karena sering diare itulah saya terbiasa lagi membawa bekal makanan sendiri, tenteng sana sini. sampai hari ini kalau jalan-jalan agak jauh saya masih bawa bekal sendiri dan membuatkan bekal bagi kawan perjalanan saya.

ahh saya jadi ingat setiap kali jalan sama petra dan ellen, sepulangnya main ke erasmus, goethe,@america dan petra sudah kelaparan di tengah jalan saya pasti membujuk dia: udah kita maem di rumah aja.  saya gak biasa makan di jalan. kalau pun harus makan di mall, seringkali bosan dengan menu-menunya – kecuali bila memang saya menyediakan diri untuk menyambangi restoran dan icip-icip makanan favorit yang sulit diduplikasi.

yuk kita telusuri jalanan jakarta. 

di dekat rumah ada pedagang burung. ibu doyaaaann banget daging burung itu (itu terjadi waktu saya kecil, sd mungkin) sampai suatu hari bapak menegur dan menyuruh ibu tak membelinya lagi. kejadiannya begini, karena antrian panjang dan orang rumah sudah keburu lapar,maka ibu memutuskan membawa pulang daging burung tanpa digoreng di tempat. sebetulnya daging burung itu dijual sudah dalam keadaan matang, ketika orang membeli dihangatkan lagi dengan menggoreng di tempat. karena langsung dibawa pulang  ketika digoreng di rumah rasanya tak segurih hasil gorengan si pedagang, minyak bersih yang dipakai untuk menggoreng daging burung berubah coklat keruh. sampai hari ini si pedagang masih menggoreng daging burung dalam minyak jelantah pekat sehitam oli.

gara-gara pengalaman dengan minyak jelantah itulah ibu sering mual. di radio dalam ada warung lesehan lele goreng. waktu ibu pulang naik bajaj dan kena macet di radio dalam, pulang-pulang dia cerita sambil pegang-pegang perut karena merasa eneg, katanya : itu warung lesehan banyak banget orang dateng, sampai mbludak ke jalan, padahal cuma jualan lele goreng, dari jauh aja kecium aroma jelantahnya. saya tertawa dan berujar, jaman kuliah tuh mah, anak-anak kalau laper banget aja nyuruh abangnya gorengin kol di dalem minyak jelantah buat nambah-nambah lauk, gunyyiihh soalnya (gurih maksudnya). 

‘kasian orang-orang yang makan di jalan.’ ibu melanjutkan. ‘apa-apa digoreng di minyak jelantah, baru pengen makan ayam, taunya ayam tiren.’

itu tentang minyak jelantah. ada lagi cerita tentang minyak goreng, kejadiannya di blok m, jamannya belum ada blok m square dan ada pedagang gorengan yang luaarrisnya poll. sebabnya aneka pilihan gorengan yang ditawarkan dan ukurannya yang jumbo. bapak seneng sekali dan selalu nitip dibelikan sukun goreng, pisang kipas dan pisang aroma setiap kali saya dan ibu jalan-jalan ke blok m. setiap kali dia atau ibu goreng pisang atau sukun di rumah, bapak pasti nyacat (komplain) : rin (nama ibu saya – bukan syahrini kok) mbok sekali-kali kalau bikin gorengan macem yang di blok m itu lho, kemripik..enak. ibu mencoba berkali-kali dan tak berhasil, bapak sumbang saran : mungkin tepung berasnya dibikin agak banyak. tetap tak berhasil. sampai suatu hari ketika kami datang ke sana, saya lihat sendiri si pedagang nyemplungin plastik bekas pembungkus minyak ke dalam wajan – tentu saja belum ada reportase investigasi-nya transtv waktu itu. sayamasih kecil waktu itu dan gak ngerti, kirain plastik itu gak sengaja kecemplung. satu dekade setelahnya ketika menonton tayangan reportase-nya trans bapak dan ibu berbarengan teringat : ya ampun, pantesan gorengan yang di blok m itu renyahnya awet mas !!

apa lagi yaa.. ohh nasi uduk. 

zaman saya kecil mbak titiek membelikan nasi uduk untuk bekal saya dan kakak ke sekolah, tentu tak tiap hari, tapi cukup sering. nyak odah adalah penjual nasi uduk di dekat rumah saya. nasi uduknya enak banget karena dia betul-betul memasaknya dengan santan kelapa dan bumbu yang komplit. saya ingat seringkali ada cengkih dalam nasi uduk saya. sudah lama nyak odah tak jualan lagi. dan saya seringkali kecewa kalau ibu berniat baik membelikan saya nasi uduk yang letaknya 2 blok dari rumah. nasi uduknya tak seperti nasi uduk nyak odah, ibu keliling cari tukang nasi uduk berharap ada yang seenak nyak odah di sekitar rumah, semua sama. ketika akhirnya kami memutuskan gak akan beli nasi uduk di ‘warung itu’ lagi, dalam news feed saya terbaca status seorang kolega, dia seorang pak dokter yang resident di daerah bendungan hilir. kira-kira dia menulis begini : 2 minggu sarapan nasi kuning sama nasi uduk, di perut dan tenggorokan rasanya aneh. kayaknya ini gak pakai santen tapi pakai minyak. saya kemudian komen status dan kami berbalas-balasan.

waduhh batin saya, apa semua pedagang rumahan sudah ngakalin cara bikin nasi uduk? alih-alih pakai santan diganti minyak goreng, biar nasinya berlemak. alih-alih pakai bumbu lengkap sekarang pilih pakai msg. berapa sih seporsi nasi uduk kampung? kalau di kampung saya tujuhribu, nasi uduk dengan telor balado, semur tahu, tempe mendoan. berapa untung yang didapat? kalau dijual lebih mahal dengan cara memasak yang benar adakah orang kampung yang beli? terputuskah mata pencahariannya bila menggunakan resep yang tepat? semua ini salah siapa, di mana peran negara (saya serius ini).

bikin nasi uduk aja di rumah. cemplungin bahan-bahannya di rice cooker, biar si mesin yang bekerja. begitu pula kalau mau bikin nasi kuning. kalau ibu saya bikin nasi-nasi gurih jenis ini, berasnya dicampur sedikit dengan ketan yang sudah direndam 24 jam, rasanya jadi legit. oh ya, kita terbiasa makan nasi tawar yaaa.. kawan saya yang tak berasal dari indonesia, kalau menanak nasi di rice cooker pakai kaldu ayam atau sapi yang telah berbumbu simpel. sehingga pada main coursenya dia bikin rasanya minimalis. tapi itu enak banget...serius...

ada lagi cerita tentang siomay. 

tentu saja pedagang siomay keliling itu tak mungkin menggunakan daging ikan tenggiri. harganya terlalu mahal. ikan salem? harganya masih mahal. saya punya pedagang siomay langganan, namanya mister ***** seingat saya waktu kecil, siomay dia enak. kadang-kadang saya juga kangen jajan dari tukang langganan saya. suatu hari, duapuluh tahun setelah pertama kali ngerasain siomay mister ***** saya bilang ke ibu : kok gak enak ya bu. kali ini ganti ibu saya yang tertawa : wong kamu makannya enak terus, udah biasa makan enak, ya gak mungkin makan gumpalan aci itu enak. hmm di satu sisi ibu benar, tapi saya masih penasaran. saya ublak ublek itu siomay dan menyimpulkan satu hal, sambal kacangnya encer banget, rasanya pun gak terlalu kacang, mungkin dicampur ubi atau singkong. esoknya saya cerita ke ellen dan dia tanya, menurut lo mereka bikin siomay dari apa? saya mengedikkan bahu. setahu gw, mereka bikinnya pake tulangan ikan yang direbus, kaldunya dibikin siomay. gimana orang makannya mau bergizi ya, kalau jajanan jalanannya begitu. 

kenapa ikan, ayam dan daging tak terbeli? salah siapa?

saya jadi teringat choki. waktu kami pelihara dia di usianya yang beberapa minggu, sudah ada openg - kucing betina yang usianya satu tahun lebih tua dari choki. openg tentu saja makan ikan, bapak memberi dia pindang tongkol dengan nasi, choki jadi ikut, dia waktu kecil gak mau makanan lainnya, tentu saja itu bikin bulunya rontok. sekarang tinggal kucing yang makan pindang tongkol, tapi kucingpun tak lagi mau makan itu pindang. bapak berkata : waduh pindangnya diformalin pasti ini sampai mano gak mau. gara-gara itu saya suka sedih dan kepikiran, kalau orang-orang rutin makan tongkol pindang di warteg. limabelas tahun lagi berapa banyak orang yang kena kanker karena mengasup makanan buruk.

kita mengira tongkol busuk cuma dijual di pasar tradisional kan.. siapa bilang?

gara-gara beli ikan tongkol di supermarket dan menemukan dagingnya sudah mrupul dan masir, bapak menyuruh saya berhenti beli ikan di supermarket, karena gak jaminan ikannya segar. dia lebih baik menunya itu-itu saja : lele dan ikan mas, yang dibeli hidup dan dimatikan menjelang dimasak.

kalau ikan diformalin, salah siapa?

saya, manda dan ellen suka nongkrong sambil ngobrol di es teler 77, karena menu makanannya tak terlalu mengenyangkan, cocok buat obral obrol, pilihan saya selalu jatuh pada es teler dan otak-otak. ellen ngajarin, kalau beli otak-otak di swalayan, sebaiknya dikukus lagi sebelum digoreng, supaya betul-betul matang. dia benar, karena dikukus lagi, ketika digoreng otak-otaknya gak mimpes. tapi suatu hari meski otak-otak sudah dikukus sebelum digoreng, ada aroma busuk badeg sebacin-bacinnya, mungkin dibuat dari ikan busuk. itu juga sebabnya saya gak mau lagi beli otak-otak, meskipun itu di swalayan ********, otak-otaknya (yang dibungkus stereofoam itu lho) berpemutih.  sampai hari ini saya merasa bersyukur bisa masak, serius. jadi saya bisa bikin otak-otak sendiri, siomay sendiri, nugget sendiri, apapun deh yang saya pengen makan dan bisa saya duplikasi.

di swalayan yang lain ***** saya nemuin dendeng curah yang parah. karena biasa memasakkan makanan bagi teman-teman sepulangnya nonton bioskop bersama kawan-kawan, kami belanja ala kadarnya di swalayan. barang-barang telah terbeli dan kami pulang. kami masak di rumah sambil ngobrol-ngobrol. kawan saya minta dibuatkan tumis dendeng cabe hijau dengan bawang bombay. dia tadi ambil dendeng ayam curah di swalayan. karena lapar tentu makanan habis, tapi gigi saya tiba-tiba menggigit sesuatu dari dendeng yang saya makan. remukan tulang ayam. saya cuci dengan aqua dan saya amat-amati, saya icip-icipi. saya berkesimpulan, dendeng ayam itu tipuan. rasanya bukan ayam, dominan manis gurih bersalut ketumbar, tapi bukan ayam. barangkali dari adonan – yang saya gak tahu apa isinya – dicampur remukan tulang ayam presto biar ada rasa ayamnya. masuk akal sih, kalau dendeng yang asli, seberat 200 gram gak mungkin harganya empatbelas ribu. 

nah ini lebih gawat, coba saja sendiri. suatu hari saya berniat membikin lumpia. untuk membikin isiannya diperlukan ebi. maka saya rendam ebi dalam air panas. tapi badan saya tak enak hari itu, sehingga tak jadi masak lumpia. kira-kira ebi itu terendam selama sepuluh jam, dan diseluruh permukaan air, ada banyak sekali mengapung semut mati, tigaratus mungkin jumlahnya – saya gak lebai. semut-semut itu tadinya merubungi mangkuk ebi, saya pikir mereka mati kepleset. saya buang semutnya di permukaan dan karena merasa masih pusing saya membiarkan mangkuk ebi tersebut. rupanya selama 2 hari saya lupa telah merendam ebi dan mbak semi menyingkirkan mangkuk itu tanpa saya ketahui. tercium bau busuk bangkai, kami serumah cari ke mana-mana. kamu tahu hai kawan. busuk itu berasal dari ebi. buusssuukk sekali..lebih bangkai dari bangkai..bapak bilang, wah payah, ini ebi kering dibikin dari udang busuk yang dikeringin – dan tentu saja diformalin, buktinya semut-semut itu mati.

sekarang ada iklan layanan masyarakat di televisi untuk anak-anak sd, anjuran supaya tidak jajan sembarang. dalam iklan tersebut dicontohkan supaya jangan jajan di pedagang yang mangkal. contoh berikutnya adalah anjuran untuk membeli makanan sehat di kantin. saya kira ini keliru. siapa yang bisa memastikan bahwa makanan di kantin itu sehat, bebas dari pengawet, pewarna tekstil, gula biang, bebas dari formalin.
petra jajan es doger, waktu saya icipi, manisnya tentu saja biang gula..
 saya tak tahu apakah kamu punya pengalaman ini, waktu saya kecil ada pedagang keliling berjualan anak ayam dan agar-agar dalam satu boks berkaca. mbak titiek memarahi saya habis-habisan waktu mergokin saya berjongkok dengan teman-teman bersiap makan agar-agar ideran kampung itu. mbak titiek bilang : hiii makan agar-agar bareng eek ayam. betul juga sih, boks berkaca itu disekat, yang bawah untuk tempat anak ayam, di atasnya ditumpuk agar-agar. saya seddddihhh banget karena penasaran sama makanan yang dimakan kawan-kawan main saya. meskipun ibu bikinin saya puding coklat (pake rum vla pulaak biar saya gak sedih) tetep saja yang saya pengen bukan puding coklat, tapi agar-agar kampung, meskipun ada eek ayamnya.

juga ada cerita tentang sirup limun, saya tentu saja gak boleh minum, kata ibu berpewarna tekstil. juga gulali yang dibentuk ayam-ayaman, kata bapak tangan si abang bisa aja kotor setelah pipis gak cuci tangan. chiki-chikian  yang bikin batuk, es gosrok dengan sirup murahan yang bikin batuk – saya ngiler ngeliatin temen saya jajan kayaknya enak banget. 

makanya saya suka diledekin : hoooraaanggg kaaayyaa... sama temen saya sebut saja nona syahroni..gara-gara saya gak pernah ngalamin jajan makanan ideran waktu kecil. belum pernah sekalipun saya cobain es cincau hijau dengan kuah sirup shocking pink itu, atau lidi-lidian dengan bumbu cabe bubuk, atau permen taik tikus atau telur dadar tepung terigu yang disiram pakai saus sambel botolan yang warnanya orange itu.. (saya gak pernah makan itu saos untuk melengkapi mie pangsit-bakso-siomay yang ada di pinggir jalan, asem dan gak enak). dan kata si nona syahroni dengan suaranya yang meninggi antara takjub geli dan kasihan itu : jadi..selama ini lo juga gak pernah jongkok di pojokan sekolah sambil nyewa gamebot donk ren !!!!  itu membuat kami tertawa terpingkal-pingkal, sebabnya ia menjelaskan dengan detail penyewaan gamebot tersebut, dalam keranjang rotan yang besar dan gamebot yang dicanteli tali panjang supaya gak dihilangkan murid-murid yang bandel. 

kok saya pengen banget ya kalau punya temen bule yang datang ke jakarta bisa dengan bangga ngajak mereka makan makanan pinggir jalan.

saya seperti pengen bilang : ini lho makanan negara gw, yang bersih dan enak.

saya ngebayangin jepang dengan takoyaki dan okonomiyaki-nya.  saya pengen banget orang jualan gorengan di jalan tuh jualan dengan bahan yang bagus. bikin bakwan bukan terigu,msg dan kol saja, tapi pakai cacahan udang dan sayuran lain. siomay tenggiri sambel kacang itu ngalahin pamornya dimsum siew may. nasi uduknya gak lagi dibuat dengan minyak goreng. dan besok-besok ada booth-booth bakwan di negara-negara lain, seperti booth takoyaki yang menjamur di mall jakarta. 

yang paling penting adalah, saya kepingin lihat jajanan pinggir jalan kita sehat, betul-betul sehat, dan orang-orang dari segala lapisan punya kesempatan yang luas untuk makan makanan sehat, tentu juga bergizi.
gak ada lagi pasar dan swalayan yang jual makanan tipuan, makanan beracun.

oh ya satu hal lagi, saya gak mau lagi denger temen saya bilang : what do you expect sih. setiap kali saya bilang makanan pinggir jalan itu gak enak. 

hmm..kalau orang gak bisa makan sehat, salah siapa?

kalau bahan makanan beracun semua, salah siapa?

kalau gak ada daya beli, salah siapa?

salah gw, salah temen-temen gw? –o my god, saya kangen aadc – 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar