Jumat, 11 Mei 2012

gemuk



sebelum umur saya lima tahun, saya kurus. kemudian sepanjang hayat saya tak pernah kurus, saya selalu gemuk. waktu bayi saya tertular paru-paru basah dari seorang pengasuh. kemudian badan saya kurus kering tak berdaging. ibu bapak yang khawatir tentu pergi berobat untuk kesembuhan saya. sejak itu saya harus minum vitamin dosis tinggi hingga umur 5 tahun, yang kelak bapak ibu tahu mengandung merkuri. apakah itu berhubungan dengan kegemukan yang saya alami, saya tak begitu paham dan tak hendak mencari tahu. di usia tiga tahun, karena teramat kurus, maka pengasuh saya mbak titiek yang khawatir membelikan saya sate kulit ayam untuk ‘menggemukkan’ saya. pada ulangtahun saya yang kelima, saya telah menjadi gemuk.

sepanjang masa sd, ibu mengantarkan saya les berenang, dan berobat ke dokter gizi di rumahsakit asih, tapi saya tetap gemuk.

Saya ingat rasanya gemuk. Orang gemuk tak suka ditanya berat badannya. Ibu guru SMP saya yang gemuk menawarkan solusi. Katanya jika ada orang menanyakan beratmu, bilang saja kalau digendong berat.

waktu saya sma, kawan sekelas saya g**** bertanya pada saya : emang lo gak kepingin pakai baju-baju bagus? hari itu saya tak bisa menjawab, sebab saya tahu esensi-nya bukan itu. dia seperti berujar : lo gak pengen seksi apa, biar cowok-cowok naksir. (memang cowok itu sedangkal itu semua ya, hanya mikirin tubuh, untuk senang-senang atau buat kawan hidup sih? begitu isi otak saya di malam harinya). dalam pelajaran biologi dia mencuri dengar percakapan saya dengan kawan sebangku, dan si G ini, bertanya dengan keras : bu.. si rensi kan gak mens..dia kegemukan, gak bisa haid, kenapa begitu.

saya tidak marah, hanya merasa muak.

senior saya di choir bertanya, saya kira tujuannya betul-betul untuk mencemooh hari itu : ukuran bh lo berapa, ada apa yang muat, blablabla... yang saya jawab : lo pikir gw ke sekolah gak pake bh? dalam hati saya berujar : dasar tolol lho..untung bapak lo kaya.. coba kalau enggak, udah bodoh dangkal pulakk.

Saya ingat rasanya gemuk. waktu itu saya SMA, ketika lampu lift berkedip-kedip full, semua orang memandang saya meskipun jelas-jelas saya masuk lebih dulu dan bersedia menunggu lama untuk jadi orang yang masuk pertama. Tapi ketika saya berada di dalamnya tuduhan tanpa kata itu selalu terasa lebih menyiksa.

kemudian saya kuliah, ada satu kenalan anak katolik bertanya : lo pernah berdoa minta kurus gak ren? buat saya ini adalah pertanyaan terlucu menyangkut kegemukan saya. saya sampai speechless, antara geli dan sedih. oohh lo aries sih yaaa... (saya bertanya emang kenapa dan dia menyahut : gak papa, ketahuan aja keras kepala. hari ini saya tak betul-betul paham, sangkut paut antara aries, keras kepala, dan menjadi gemuk, kalaupun ada korelasinya, pilihan kata-katanya itu terasa begitu dungu dan menjemukan).

seumur hidup orang bertanya-tanya tentang mengapa saya gemuk, tidak inginkah saya menjadi kurus, tidak sedihkah saya tak punya pacar.

saya agak khawatir. bukan tentang saya melainkan tentang orang-orang itu.

saya gak tahu definisi cantik. saya tak merasa yakin mereka yang punya pacar telah berbahagia, saya tak merasa yakin orang yang tak pacaran tidak bahagia, saya yakin tidak semua orang melihat seseorang hanya dari tampilan fisiknya saja.saya masih agak khawatir kepada orang-orang yang mengasosiasikan gak punya pacar dan pasangan hidup itu artinya gak laku. ini tentu bukan pembelaan diri. sebab kualitas diri lebih penting.

biasanya kalau saya naksir seseorang hampir selalu : dekil, muram, kusam, tak punya uang banyak, multitalent, dan tua. silahkan tertawa, memang selera saya begitu, lucu sekali. ini terjadi bukan karena saya gemuk dan merasa jelek sehingga takut naksir mereka yang ganteng karena takut ditolak. lagipula dekil gak ada sangkut pautnya sama ganteng. ini soal chemistry dan selera.

ada lawakan bodoh yang menjemukan sebetulnya, soal pacaran. kalau pacar ‘kamu’ gak ganteng, maka kamu bisa bilang yang penting dia baik karena kalau ‘kamu’ bilang yang penting dia kaya maka kamu dituduh dasar sunda (entah mengapa orang masih suka menjatuhkan stigma dan melukai). kalau pacar ‘kamu’ gak ganteng tapi kamu sayang betulan sama dia maka kamu akan bilang abis dia lucu atau abis dia pintar banget. gak mungkin kamu akan bilang abis dia soleh.
 



saya tahu rasanya jadi gemuk. saya tahu rasanya. orang bilang kami minder, kalau kami tidak minder maka orang bilang kami overconfident, kalau kami indifferent atas pilihan kami sendiri orang bilang : habis dia gemuk sih ya, seolah membolehkan hukuman dan penghakiman tersebut berlaku atas nama kewajaran.

saya tahu rasanya jadi gemuk, saya tahu rasanya. saya kira, anda yang gemuk dan anda yang tak gemuk, tak boleh mengecilkan diri sendiri dan menggadaikan potensi terbaik dari diri. meskipun kerap kali anda bersedih dan merasa tak laku-laku, tak masuk hitungan, kamu baik tapi kalau ada yang lebih baik kenapa aku harus memilih kamu, kemudian kamu menurunkan standart dirimu dan merasa begitu sia-sia. milikilah dirimu sendiri.

kawan bahkan sampai hari ini saya tak tahu bagaimana cara menyikapinya. hari ini, yang saya tahu, saya masih berusaha jadi orang baik, yang tak berniat melukai orang lain, yang membantu selagi mampu, yang punya prinsip dan berharga diri, saya yang lentur sekaligus kaku, saya yang lebih senang mengetahui diri saya menjijikkan dan melakukan koreksi diri ketimbang serba jadi terlambat-menyusahkan orang lain-dan membawa musibah, saya yang menghargai apa yang saya ketahui hari ini, hanya itu yang saya tahu.

sampai hari ini saya masih ingat, orang-orang kerap menggoda dengan sebutan : buntelan lemak, sapi glonggongan, awas ada tronton lewat, kenapa tas pinggangnya gak dilepas, dan apapun sebutan lucu yang hendak mereka lekatkan pada kita si tubuh besar ini, dengan cinta atau gemas, dengan tujuan menghina atau peduli.

lelucon-lelucon ini buruk sebab melukai. hal ini meskipun bukan lelucon, tetap buruk, sebab melukai.

barangkali kamu adalah segelintir busuk yang pernah dan masih menghina orang lain, melabelkan orang lain, merasa superior dan berhak menindas yang lain-lain. kalau kamu tahu maka kamu jahat, kalau kamu tak tahu, maka aku beritahu.

saya kira kita sulit mengabaikan sebutan-sebutan tersebut yang terus menggoreskan nanah di dalam hati, kendatipun orang-orang berujar : lo udah gede, mosok begitu aja dipikirin, cuekin aja kali.

kita sama-sama tahu orang model begitu adalah bastard. (eh tapi ada lho orang gemuk yang juga bastard.. ini saya sungguh-sungguh).

betul bahwa hanya kita yang dapat memilih dendam dan membesarkannya sekaligus mengabaikannya. 
hari ini saya memperhatikan diri saya di cermin. tubuh saya tak sempurna, ada begitu banyak gelambir dan lemak bergelantungan di sana-sini, saya tak hendak mempermalukan diri sendiri, juga tak hendak menutup-nutupinya. yang saya bisa adalah mengenakan pakaian yang pantas, yang sesuai dengan karakter saya, merasa nyaman dan peduli pada diri sendiri.

hari ini saya tahu ada yang dapat saya ubah dan ada yang sudah tak dapat saya ubah, kedamaian dan ketenangan jiwa selalu membikin saya merasa punya harga.

saya tahu rasanya jadi gemuk, saya tahu rasanya. suatu hari kawan saya yang baru menikah dan memiliki anak perempuan cantik berusia 2 bulan berujar : aduh anak gw asinya kuat, coba lo lihat dia bulet banget...kan gw takut nanti dia kayak elu ren. saya kira dia tidak tahu telah menghina saya. justru karena saya tahu dia tak tahu saya bisa mengampuni. dia, si perempuan yang telah menikah dan memiliki anak itu, melabelkan saya jelek dan tak bermutu, sebab saya gemuk, ketakutannya itu tak saya mengerti. 

tentu saja setiap orang harus hidup sehat (dia lupa bahwa dia juga bisa berpotensi menderita diabetes, kanker paru-paru, kanker payudara, stroke dan segala jenis penyakit menjemukan yang lain). tapi sore itu dia menghina saya dengan mengatakan tak ingin anaknya yang cantik jadi seperti saya. hari itu dia hanya melihat saya sebagai si gemuk. saya tak hendak membandingkan dia dengan saya, dengan pencapaian-pencapaian yang telah saya raih, justru kalau saya membandingkan : saya merasa terlalu arogan. yang saya sesali adalah dia memiliki pemikiran seperti itu, bagi saya, bagi anaknya, dan bagi dirinya.

barangkali frase ini cocok untuk situasi yang menjemukan : seeing stupid people happy.

tadinya saya tak setuju dengan frase ini, saya merasa terlalu angkuh, sombong, belagu, merasa lebih dan lain-lain.

tapi hari ini saya terpaksa harus mengakui, frase ini ada betulnya.

kita biarkan sajalah mereka.. ya gak??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar