Selasa, 15 Mei 2012

in the mood for love


SPOILER  ALERT !!

saya terlambat kenal wong kar-wai, malah saya tak menyangka bahwa film garapan dia berhasil meluluhlantakkan hati, mood saya jadi berantakan. saya pernah menonton my blueberry nights dengan bintang jude law dan norah jones sebelum menonton in the mood for love, tanpa pernah menyadari ada wong kar-wai di balik film tersebut.

judulnya betul-betul ngeri, in the mood for love, yang bisa kita duga memang demikian : larut dalam mood cinta itu. but, all we can see is always fragment, right. kita bisa terus menerus bertanya : kenapa ketemunya sekarang.

hal ini tentu saja meninggalkan perih dan pahit, tak seperti film hollywood yang biasa saya tonton dan diakhiri dengan happy ending.



adalah chow mo-wan (tony leung) yang bekerja di suratkabar dan su li zhen (maggie zhen) sekretaris cantik dengan tatanan rambut dan dress cheongsam yang selalu menarik. mereka bertetangga dalam sebuah apartement riweuh dan padat di hongkong pada tahun 1962, keduanya telah menikah dan sering ditinggal pasangannya ke jepang.

keduanya menemukan perasaan serupa, sepi dan sendiri. ada beberapa adegan yang menguatkan perasaan sendiri itu, ketika su li zhen berada di kamarnya sendirian, kita melihat dia dari kejauhan, seperti mengintip isi hatinya yang rapuh (seharusnya saya tak menghakimi dia, tapi begitulah kesan yang ditularkan bagi saya).

saya suka adegan ketika su li zhen mengetuk pintu apartmen mr.koo, ia mencari chow mo-wan untuk diajak ngobrol. saya juga suka adegan ketika su li zhen dipertemukan semesta dengan kalimat : dia kepingin sirup wijen. scene sebelum dan setelahnya membikin hati saya makces dan gemes.

sinematografinya apik dengan pilihan filter warna yang makin memunculkan sendu. meski awalnya saya tak terbiasa dengan pergerakan yang lambat dan tak proporsional di mata saya, tapi justru itu daya tariknya untuk menunjukkan kedekatan yang terasa berjarak dan sebaliknya. lewat teknik seperti ini, di hati saya muncul perasaan sedih : dapat dijangkau tapi tak dapat digapai, dapat digapai tapi tak terjangkau. begitulah.

menunggu waktu dan merindu, itu juga yang saya rasakan, sebab semua kejadian itu bukan sekedar tak sengaja berpapasan atau kebetulan yang diulang ketika mereka terus menerus ketemu di lorong menuju penjual mie atau sekedar bercakap ringan di lorong dan anak tangga kusam apartement.

saya tentu saja tak bisa jadi mereka. saya bayangkan jika saya su li zhen, telah menikah dan telah aktif secara seksual, kadang-kadang masturbasi tak pernah cukup, meskipun tak harus ada desir seksual dalam perkawanan, tapi saya percaya, yang terjadi lebih dari sekedar menemukan kawan ngobrol yang tektok dan memiliki minat yang sama akan cerita silat.


 sinyal betebaran di mana-mana, perasaan itu tentu saja susah diabaikan. saya tak bisa menjelaskannya dengan jernih dan rinci. kalau kamu pernah tahu bagaimana mengumpulkan keberanian untuk first move,kemudian lelah pada perasaanmu sendiri dan kebingungan untuk mengakhirinya, sekaligus kecut untuk menerima keputusanmu sendiri, mungkin kamu paham yang saya maksud.

dalam sebuah percakapan dengan rekan kerja, chow mo-wan berkata : in the old days, if someone had a secret they didn't want to share... you know what they did? kawannya ah ping berkata : have no idea. kemudian chow mo-wan menjawab : They went up a mountain, found a tree, carved a hole in it, and whispered the secret into the hole. Then they covered it with mud. And leave the secret there forever.

kelelahan dengan perasaan sendiri sekaligus jengkel dan marah, mereka berpisah. hari-hari habis begitu saja.

Su li zhen terus mempertahankan pernikahan. Ia pindah dari tempat itu dan suatu hari kembali ke apartemennya yang dulu, ketika mrs. Suen yang gila mahjong si pemilik apartement berniat pindah ke amerika untuk membantu putrinya menjaga cucu di sana. 



kedatangan mr. chow ke cambodia tentu saja untuk sebuah perkara yang sangat serius, ia mengempit rahasia itu hingga singapura yang ternyata tak membikin dirinya lega. hampa itu tentu saja tak hilang semalam. ia bisikkan unheard feelings and regrets itu ke dalam sebuah celah lubang di dinding angkor wat, lalu menutupnya dengan lumpur.

hati saya ikutan patah.

semesta tak mengijinkan mereka berpapasan kembali.

in the mood for love adalah film yang nyebelin luar biasa karena saya dibuat jatuh cinta berulangkali, seolah sedang menatap cermin dan melongok ke hati paling dalam.

film ini betul-betul bikin saya sesak nafas dan lemes, barangkali karena saya pernah berulang kali berada dalam situasi tarik ulur dan menggantung yang bikin diri jadi ringkih. gak tahu gimana memulai, tak bisa melawan perasaan itu, ngambang dan pahit.

itulah.

terlalu banyak kebetulan.

ada satu kalimat yang bikin saya speechless : It is a restless moment. She has kept her head lowered... to give him a chance to come closer. But he could not, for lack of courage. She turns and walks away. ini adalah kalimat yang saya cari-cari selama ini tapi tak pernah saya temukan sampai saya menyetel dvd in the mood for love pinjeman mas fahri. saya tak pernah bisa memampatkan perasaan ini dalam sebuah tulisan, dan wong kar-wai membikinnya kelewat indah, kelewat perih, manis sekaligus getir. saya berterimakasih.




2 komentar: