Selasa, 15 Mei 2012

entahlah


ellen adalah belahan tetek saya. mudah-mudahan dia juga menganggap saya belahan teteknya. gak tahu tetek yang sebelah mana, ganti-ganti bolehlah, kadang tetek kiri kadang tetek kanan, karena tiada kanan tanpa kiri. ini tentu saja tak jorok dan tak berhubungan dengan seksual, lelucon ini kerap saya lontarkan mengingat betapa seringnya dia menjadi partner crime saya. saya terlalu banyak menghabiskan waktu bersama dia, kalau kenangan itu dipangil dan saya jejer rapi, maka saya bisa melihat kampus saya, marlboro mentol, taksi, teras rumah, heineken, bintang, senayan city, jcc, senen, halim, bekasi, hidup baru, palmerah, inul vista, sushi tei, seven eleven dan es podeng. 

saya teringat pertemuan pertama kami di kampus. si ellen ini dulu mirip sekali nicky astria, dengan pipi tembem, hidung besar dan jaket rockstar dia yang aduhai itu, dia kurus, sementara dari dulu saya tetap si bujursangkar yang keempat sisinya sama panjang (mudah-mudahan saya gak jadi bola baseball yang oval dan makin melebar ke samping). hari itu harusnya ospek di kampus tapi kami kabur dan masing-masing mengaku diare sambil menikmati es podeng yang manis biang gulanya gak ketulungan.



kalau saya sedang mengenakan perona di pipi, saya selalu teringat dia yang mengajari saya dandan dan memilih pakaian yang patut. saya ingat ellen yang mendandani saya setiap kali mau tampil di jcc untuk acara wisuda kampus. saya memang berantakan sekali dulu itu. setiap kali film harry potter keluar, saya ketar-ketir, karena saya akan disamakan dengan hagrid, si pengawas binatang buas yang besar dengan rambut awut-awutan. soal rambut awut-awutan ini, di kelas saya punya julukan hotman paris hutapea, sebab dari belakangan katanya rambut saya mirip dia.

kemudian kami berkawan sampai hari ini, dengan banyak kejadian menggelikan serta pahit.
tak banyak orang mendapat kesempatan memiliki sahabat sejati. saya pastilah beruntung. saya harap dia juga berpikiran serupa.

tapi betapapun perasaan beruntung yang saya rasakan, kadang-kadang saya masih merasa ada yang tak lengkap, ada yang separuh hilang atau kosong sama sekali.

sebetulnya saya tak yakin benar mengenai apa yang hendak saya tulis hari ini.

saya terkena serangan 3m yang saya sebut mood mewek maximum. mood mewek maximum itu sekarang ada di level delapan. lagi murung maksimal intinya. tiba-tiba saja perasaan itu muncul padahal saya tak sedang mengingat-ingat kejadian sedih, sedang tidak mengalami music orgasm yang cenderung membikin saya jadi lebai untuk memancing menulis. dulu saya tak mudah bersedih, akhir-akhir ini harus saya akui saya bersedih semudah saya diare. saya teringat pernah muda, masih naif, pernah punya mimpi, tak khawatir soal hari esok, tak khawatir tentang hidup. tak khawatir bila tak punya uang, sebab bapak dan ibu menyediakan segala keperluan saya – saya jarang meminta sebab selalu ada uang di dompet dan atm saya, singkat cerita saya anak yang beruntung.

kemudian hidup berubah ganas dan sulit. saya percaya semesta selalu menyediakan cara-cara sendiri untuk membikin kita jadi kuat, membikin kita jadi punya kesempatan ngicipin rasa-rasa jadi manusia. detik ini di otak saya tiba-tiba terlintas kata-kata pahit, pedih, perih, pusing, pulang, mual,muntah,muak,marah,memble. saya tiba-tiba merasa mellow dan lost myself. saya gak tahu apakah kamu pernah mengalaminya, tiba-tiba saja kamu bingung.

sabtu lalu, saya dan ellen pergi ke ccf, kami mendaftar les bahasa prancis. ellen kepingin lanjut kuliah di prancis. tadinya dia ingin les bahasa belanda, tapi saya berhasil ngomporin dia untuk belajar bahasa prancis saja, sebab kalau suatu hari ada kesempatan mengawe-awe untuk tinggal atau lanjut sekolah di kanada, kami telah siap dengan 2 bahasa : prancis dan inggris.

saya selalu kepingin sampai prancis. saya selalu kepingin mengunjungi museum-museum di sana, kalau bisa dapet kesempatan belajar masak. pokoknya banyaklah mimpi saya tentang tinggal di luar negeri, mandiri, dan menghidupi diri sendiri. kemudian ellen mengabarkan tentang info beasiswa kuliah di prancis. dia begitu getol dan membikin timetable yang rapi untuk mengingatkan dia akan progress yang harus dicapai.

tapi saya tak begitu yakin lagi apakah masih punya keinginan lanjut kuliah di sana, bukan karena tak ingin, bukan karena kehilangan harapan, bukan karena putus asa dan tak lagi peduli.

kadang-kadang kalau saya bilang pada diri sendiri gak kuat, saya memang gak kuat. saya telah teramat lelah. saya tentu menghitung berkat yang telah disediakan semesta. saya tak bisa terus menerus berkata saya kuat bila nyatanya bukan seperti itu.

 kadang meski ada ellen tak bisa saya mencurahkan setiap pedih, sebab dia juga memiliki masalah sendiri yang demikian pelik, yang juga saya panjatkan pada semesta supaya memberikan keberuntungan lebih bagi dia. kita semua punya kesedihan sendiri. saya tentu saja tak bisa memajang perasaan sedih itu di status media yang saya miliki. kadang saya tidak tahu apakah tuhan masih mendengarkan doa-doa saya, sebab kadang-kadang ketika berdoa, saya terdiam dan tercekat. saya betul-betul tak tahu harus mengatakan apa lagi.

hampa. itu dia. juga insecure.



saya yakin hampa dan insecure tak ada hubungannya dengan kapasitas intelektual. saya percaya setiap orang punya periode susah dan sedihnya sendiri, serta cara-cara untuk bertahan hidup.

saya tentu saja juga bisa merasa hampa. saya tentu saja memaksa diri untuk terus menerus mendukung diri sendiri, untuk jejak dengan bumi, supaya ingat lagi mau ngapain hari ini. karena saya anak besar, karena saya tak seharusnya merepotkan orang lain, karena saya harusnya sudah memikirkan tentang melanjutkan hidup dan bertahan hidup, karena... terlalu banyak karena. masalahnya saya hampa dan saya tahu sesekali tak apa-apa merasa hampa. kita tak bisa terus menerus bisa mempertahankan perasaan bahagia atau dalam perkara ini memupuk terus perasan berduka. suasana hati gelap itu menggantung berhari-hari ini.

saya merasa begitu terasing dari diri saya sendiri.

ada rentetan pagi yang manis, ketika saya menyediakan teh hangat bagi ibu dan memanaskan makanan sisa kemarin. serta gigi bapak yang tanggal satu per satu. saya yang tak lagi mendengar derum motor di malam hari, membuka pagar untuk kakak, sementara bapak dan ibu telah lelap tertidur.

kadang saya merasa hanyut dan tak berdaya.

saya ingat bapak mendongengkan simbah dan masa kecilnya, saya ingat mbak titiek pacaran dan menjadikan saya sebagai tamengnya, saya ingat kakak dan game attarinya, saya ingat ibu di dalam bajaj bertanya apakah hotdog-nya enak, ingatan sepotong-sepotong tentang segala sesuatu.

sebetulnya, saya hanya ingin beristirahat dengan tenang. saya hanya ingin berada di tempat yang saya kenal dari kecil, setiap sudutnya. saya hanya ingin menemukan tawa yang sudah menguap bersama banyak kenangan pahit, kemarahan, dan tangis.

saya ingin kembali.

rumah masa kecil yang selalu menetap dalam kenangan. saya teramat merindunya. saya merasa sangat kesepian dan memerlukan kembali pulang, ke rumah masa kecil, tiap sudut yang saya kenali, tempat saya bersembunyi di bawah meja, di balik televisi.

saya teringat mbak titiek menggendong dan meninabobokkan saya. saya teringat ibu berdandan di depan cermin dan saya yang menangis. saya teringat kakak dengan sepatu big boss-nya, hari itu dia akan jadi pemimpin upacara, kemeja putihnya kaku dikanji. saya teringat bapak pulang sore-sore dalam derum bajaj yang memekakkan telinga.

saya ingin kembali ke rumah masa kecil ketika bisa membaca buku sambil melihat tanaman yang ditanam bapak dan ibu. saya merindukan keriangan yang dulu pernah terjadi. saya merindukan suara-suara dalam rumah, suara adzan maghrib yang terdengar dari masjid dekat rumah, suara ibu menyuruh makan, bapak yang memangil untuk mengajak bernyanyi, ia yang mendongengkan banyak cerita indah.

saya mendengar ibu memanggil, mengajak berahasia untuk memberikan hadiah kecil bagi bapak juga kakak, saya mendengar kakak memanggil mengajak berbagi jajanan, mengajak kongkalikong kecil, pertengkaran kami, persahabatan kami.

saya mengingat garis di tembok tempat bapak mengukur tinggi setiap menjelang rapotan kenaikan kelas.
saya merindukan sarang laba-laba dipojok rumah, saya merindukan bau rumah yang saya kenal. saya merindukan ubin retak di dekat pintu dan suara eong kucing yang saya sayangi, waktu itu belum ada choki.

saya menertawakan diri yang kecil bersembunyi di pojok dekat kursi rotan menangis karena dijahati kawan,

saya yang menangis di sudut kamar-menggigit bantal supaya isak tangis tertahan-ketika orang yang saya kira saya cintai dengan tulus justru melukai saya dengan caranya yang halus-saya yang sudah berjuang dalam kapasitas hati untuk menunggunya dan tetap tidak dipilih,

saya merindukan tidur nyaman yang tenang, ketika malam bersahabat dengan saya, ketika mimpi membolehkan saya menemukan apa saja dan berada di mana saja, ketika saya memiliki malam sendiri.

ada sesuatu yang hilang. mbak titiek sudah tak mengasuh saya. gigi bapak betul-betul sudah tanggal satu persatu dan dia senang mengumpat silit ketika  saya menggodanya. ada foto-foto. tapi saya sudah tak bisa kembali.

masa-masa kuliah saya juga telah selesai.

saya sedang menyusun diri yang keropos.

dan di depan saya tahu masih akan ada kehilangan-kehilangan lain.


sebagian dari murung itu ternyata karena saya ingin memeluk kamu, seseorang di luar sana yang saya cintai pelan-pelan, diam-diam, saya tak pernah ingat kapan mulainya, tahu-tahu saya mencintai kamu, begitu saja, dan tak bisa melawan perasaan itu. semesta yang ternyata mempertemukan kita, kamu yang tak sekedar fiksi. saya betul-betul ingin memeluk kamu. saya tahu kamu tahu. saya juga tahu kamu belum tentu bisa.


PS : kenapa kita ketemunya baru hari ini ... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar