Senin, 23 April 2012

aku sungguh-sungguh tak tahu


“mama,” tanya seorang anak kecil, “tuhan itu ada di mana?”

anak itu telah dewasa, duapuluh tahun kemudian ia melontarkan pertanyaan yang sama. hanya kali itu tak ada lagi sahutan dari mama.

anak itu menulis di sosial media yang telah menjadi tempat sampahnya berbulan-bulan ini. dia hanya merasa perlu mengarsipkan sesuatu di sana, kelak dia tahu, dia bisa membuka timeline-nya dan membaca setiap tulisan yang dia lekatkan. hari ini dia tahu bahwa emosi-emosi itu membentuk dia.

ada kalanya ketika berdoa, saya terdiam. sebab saya tak tahu lagi harus mengucap apa. begitu pikiran yang dia lekatkan pada dinding sosial medianya.

anak itu merasa begitu dekat sekaligus berjarak dengan dunia. kadang-kadang dia selalu ingin jadi anak-anak, yang hanya memikirkan besok sekolah, tak ada beban selain sekolah. dia tahu masa kecilnya beruntung, dia cintai dan diperjuangkan dengan tulus. dia hanya perlu sekolah.

waktu kecil, ibunya mengajarkan dia untuk mendoakan banyak hal di waktu senggangnya. dia bertanya, mengapa? si ibu menjawab, tidakkah kamu lega ketika harimu tenang dan damai, ada kelegaan ketika bebanmu terangkat, seperti ketika engkau merasakan liburan, kamu senang melewatinya karena kamu tahu telah berusaha keras dan belajar pada masa sekolah, kamu layak untuk kesenangan itu. si anak tak begitu mengerti. si ibu melanjutkan, kita tak pernah tahu bahwa selalu ada orang-orang yang mendoakan kita, justru karena itu, ketika kamu mendoakan yang lain-lain dengan ketulusan, kau mengerti bahwa hatimu ikut damai.

ada kalanya ketika berdoa, saya terdiam. sebab saya tak tahu lagi harus mengucap apa.

dia pernah bahagia, dia pernah bersedih. dia masih menanti, masih menyimpan banyak pertanyaan, terkadang hatinya nyeri untuk misteri hidup yang harus dia hadapi.

dia pernah kagum pada tuhan, pernah dia tak tahu lagi kalimat apa yang mesti diucapkan untuk mengekspresikan perasaan syukur dan beruntung. waktu itu dia tahu bahwa untuk membalas kebaikan dan hadiah kehidupan itu adalah dengan menjadi dirinya yang terbaik, membaginya bagi dunia, orang-orang yang nyata, yang bersinggungan di sekitar dia. dia tak pernah mengharap balas untuk kebaikan yang dia sebar, sebab dia tahu bahwa dia seorang pendosa, betapapun kecil dosa yang dia rasa pernah buat, dia tak lebih baik ketimbang pendosa-pendosa lain yang kejahatannya lebih memuakkan dan merugikan banyak orang, dia tak merasa lebih benar dari yang lain, dia hanya tahu bahwa urusan dosa oranglain dia tak perlu melibatkan diri dengan lagak menjadi hero dengan mempengaruhi oranglain untuk mengikuti dia dalam terang damai surga. dia menyimpan perkara itu sendirian. dia kebetulan suka pada jalan yang dia tempuh sendiri.

tapi hari ini dia bersedih. berbulan-bulan ini dia mendoktrin bahwa syukur dan tawakal itu perlu. hari ini dia merasa hatinya jatuh ke dalam sumur dalam, dia merasa tak tertolong, padahal hidupnya sedang baik-baik saja. hanya malam itu ketika kesunyian menghampiri dia, ada muram jauh dalam lubuk hati menampakkan diri. tiba-tiba saja dia bersedih, dia tak tahu darimana sedih itu datang, tapi dia bersedih. dia kebingungan dalam kepungan sendu itu dan memutuskan untuk mengingat-ingat apa yang telah membikin hatinya tiba-tiba kusut dan mengerut.

dia tahu, dia telah berusaha sedemikian keras untuk bersyukur dan tawakal, untuk ikhlas dan rela. dia betul-betul telah berdamai dengan hatinya, itu yang dia rasakan. tapi detik ini, dia tahu semua sia-sia, dia perlu menangis dan mengakui bahwa dia bersedih.

entah bagian mana dari masa laluku, entah bagian mana dari khawatirku akan masa depanku, entah bagian mana dari harga diriku yang telah koyak dan kutisik di sana sini biar pulih lagi, aku bersedih, itu tak dapat aku sangkal. –akhirnya ia menemukan kalimat yang tiba-tiba meluncur dari hatinya-

apa yang membuatmu bersedih? ia bertanya pada dirinya sendiri.

sungguh, aku tak tahu. demikian dia menjawab setelah merenung panjang.

sungguh aku tak tahu. dia mengulangi kalimat itu untuk kesekian kali dan merasa begitu tercerahkan, sebab, dia sungguh tak tahu.

yang dapat dia genggam detik ini adalah ketidaktahuan tersebut, bahwa dia betul-betul tak tahu.
apa yang kau rasakan, dia bertanya kepada hatinya, dia selalu merasa perlu mendapatkan jawaban dan alasan.

aku tak tahu, demikian hatinya menjawab.

aku sungguh-sungguh tak tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar