tulisan
ini berawal dari sebuah keprihatinan. ada hal yang mengakar dari dalam diri
sehingga seseorang bisa merasakan malu. karena sudah jadi akar, maka hal ini
agak sulit diurai, sebab seringkali menimbulkan pedih dan bekas memar. ibu saya
menyebutnya njarem..
nyeri
akan rasa malu susah hilang, tapi bukan berarti kita tak dapat mengusahakan
sesuatu.
kali
ini cerita kita soal bekal makanan.
suatu
hari saya dan beberapa teman mengadakan reuni kecil. acara tersebut akan
dilangsungkan di sebuah mall yang sudah disepakati bersama. saya tak bisa
menganjurkan piknik ke ragunan atau piknik di taman manapun atau museum manapun
untuk rendezvous kali itu. sebabnya banyak, di antaranya, enggak banyak orang
punya pikiran seperti saya, yang suka main ke museum atau taman atau piknik
bawa bekal sendiri. orang akan merasa repot untuk menyiapkan dan membawa bekal
sendiri, merasa repot bila berpeluh dan tubuh kepanasan – padahal cara tubuh
mendinginkan diri sendiri dengan berpeluh, merasa repot karena.. ya merasa
repot saja. dan saya harus menghargai itu, minat orang berbeda.
menentukan
di restoran mana kami akan bertemu pun memakan waktu tak sebentar. saya
menyimak dari kejauhan, membiarkan komentar demi komentar berlangsung sampai
gak ada yang komen lagi. akhirnya saya menyarankan ketemunya di foodcourt saja,
sebabnya ada anak-anak kecil yang sedang senang lari-lari – makan di restoran
tentu membatasi gerak itu, hal yang kedua adalah tak semua keinginan makan kita
bisa terpenuhi kalau yang satu pingin makan itu dan yang satu pingin makan ini,
sehingga foodcourt ideal dan praktis untuk kebutuhan banyak orang, karena
menyediakan ruang untuk kita makan dan ngobrol panjang.
saya
sering lupa bahwa berapapun usia kalian, ketika bertemu lagi dengan kawan
sebaya, kamu hampir selalu merasa bukan berada di umurmu yang sekarang,
melainkan tetap berada pada umur di mana kalian pertama kali berjumpa. tiba-tiba
kami jadi remaja lagi.
buat
saya – saya gak perlu urusin kata orang – foodcourt adalah ruang yang
disediakan untuk kita makan. kalau mampu beli makanan yang ada di area tersebut
ya silahkan. tapi numpang duduk untuk makan bekal sendiri seharusnya tak jadi
masalah. tak perlu malu untuk bawa makanan sendiri dan memakannya. kecuali
memang ada tulisannya : dilarang membawa makanan dan minum dari luar.
ada
yang salah kaprah dalam kebiasaan kita menjatuhkan sangkaan.
orang
mungkin menyangka mereka yang membawa bekal makanan sendiri dan makan di food
court adalah mereka yang miskin, atau pelit, atau hemat. padahal ada banyak hal
di luar itu.
ada
banyak kawan-kawan yang autis, kawan-kawan diabetes, kawan-kawan yang alergi
terhadap makanan tertentu (berapapun usia mereka) perlu membawa makanan mereka
sendiri ketika bepergian. di dalam mall dan tempat civilized lain, seharusnya
memang ada ruang publik yang menyediakan tempat untuk setiap orang makan
bekal-nya sendiri.
setelah
saya operasi tulang belakang, selama 2 tahun saya makan makanan kukus dan
oatmeal, semua makanan itu tak berbumbu. setiap kali ada kawan mengajak bertemu
di mall, tentu saja saya mesti bawa makanan sendiri. kalau ada yang bertanya :
emang gak bisa makan di rumah? duh pertanyaan itu sungguh lucu. aktivitas saya
padat, dan saya perlu bawa bekal makan sendiri, tak mungkin donk hanya untuk
makan saya pulang ke rumah, di jakarta lagi, jarak tempuh 10 menit ketika
jalanan lancar bisa berubah jadi 40menit sekali berangkat, dan itu terjadi
hampir setiap saat.
membawa
bekal sendiri tak ada hubungannya dengan miskin. kalau kamu masih merasakan
itu, dan tak mau membawa bekal karena takut dianggap miskin, maka saya bersedih,
sebabnya kamu sedang memberikan label pada diri sendiri tak layak, padahal
setiap orang sungguh berharga. saya harap kamu enggak keji lagi terhadap diri
sendiri dengan membiarkan pikiran buruk mempengaruhi suasana hatimu. saya harap
kamu lebih tegak dan lebih mampu melihat banyak hal dalam perspektif baru.
mengapa
keji? karena setiap kali kamu melabelkan diri dan bertingkah bahwa diriku tidak
cukup berarti, ketika kamu memikirkan pendapat orang lain dan merasa sedih
serta malu karena dikasihani setelah ketahuan kemampuan finansialmu, itu adalah
moment ketika kamu membenamkan dirimu makin dalam, karena merasa malu. orang
merasa malu boleh, itu sesuatu yang wajar, tapi tak perlu lama-lama dan carilah
pengertian yang lebih dalam tentang mengapa saya mesti malu.
menurut
saya, menjadi maling dan koruptor itu lebih memalukan.
perasaan
sebagai orang miskin (dalam hal ini tidak memiliki cukup dana untuk
keberlangsungan hidup) memang menggerogoti jiwa dari banyak aspek. tidak mudah
membicarakan hal ini, sekaligus tidak mudah menghadapinya dalam kehidupan
keseharian. saya bisa memahami.
satu hal yang seharusnya disadari tiap orang
adalah menjadi miskin atau tak berpunya secara materi tidak menyebabkan
seseorang kehilangan kemampuannya bernalar, tetap memiliki akal sehat dan
attitude yang baik. tidak apa-apa menjadi miskin itu sebetulnya selama kita tahu
bahwa diri ini punya harga. miskin kan cuma situasi, tak akan berlangsung
selamanya. perasaan sebagai orang miskin juga relatif. sederhananya begini :
kalau uang jajanmu sehari seribu rupiah sementara kawanmu yang lain seratus
rupiah tentu saja kamu lebih punya cukup uang untuk dibuat jajan, tapi bila
dibandingkan kawanmu yang lain dengan uang jajan sepuluh ribu rupiah sehari,
kawanmu itu yang lebih punya cukup uang untuk dibelanjakan.
buat
saya, kesadaran tentang strata sosial itu hanya membikin bias cara pandang kita
terhadap diri sendiri. sebabnya kita jadi sering lupa bahwa attitude lebih
penting dari uang yang kita miliki sehari-hari. menurut saya attitude adalah karakter yang kita bawa dalam
situasi yang macam-macam.
perasaan
bahwa diri ini miskin membikin kita jadi vulnerable, jadi lemah dan mudah
dilukai atau merasa terluka secara psikis, emosi, dan mental. profesor brene
brown punya obrolan yang menarik tentang vulnerability dan listening to shame
yang bisa kamu tonton dan unduh dari youtube, ada dalam channel tedtalks. tidak
ada terjemahan indonesia-nya tetapi kamu bisa mampir ke website tedtalks untuk
lihat video itu dan cari language translate supaya muncul running text dalam
bahasa indonesia, saya harap kamu sedia waktu untuk selalu isi diri sehingga
makin asik kenal diri sendiri dan bisa hidup lebih optimal lagi. dia bilang
vulnerability is a birth place of innovation, creativity and change. itu
mudah-mudahan membantu setiap orang menggenapi dirinya sendiri dan sadar
tentang being.
http://www.youtube.com/watch?v=iCvmsMzlF7o silahkan mampir ke sini ..
http://www.youtube.com/watch?v=iCvmsMzlF7o silahkan mampir ke sini ..
sejak
kecil saya selalu bawa bekal makanan ke sekolah, ke tempat kursus, ke mana pun
saya bepergian. karena dibiasakan, saya tak melihat ada yang aneh dari perilaku
membawa bekal makanan, tidak ada yang aneh dengan makan bekal itu di mana pun
saya merasa lapar dan punya tempat agak legaan untuk menikmati bekal.
saya
ingat lama berselang ketika jaman-jamannya kuliah semester awal. ada waktu jeda
yang panjang dari kelas yang satu ke kelas yang lain. kampus tempat saya kuliah
berada di kawasan yang banyak mall-nya. saya dan sahabat saya A akhirnya sering
menghabiskan waktu di plaza S******. beberapa orang kawan sekelas sering ikut
serta. biasanya kami menghabiskan waktu di foodcourt sambil cerita-cerita. saya
sering sedih dan prihatin setiap kali duduk di meja foodcourt dan melihat
makanan tak dihabiskan serta penuh dengan puntung rokok. saya sering ketemu
makanan dari tamani express dan makanan mahal lain tak tersentuh, penuh abu.
saya merasa banyak orang tak menghargai hidup. di tahun 2005, paket makanan
tamani express sekitar 50ribu belum termasuk tax, ongkos bis kota masih 2ribu
rupiah. hal ini membikin saya khawatir.
suatu
hari sedang musim durian. saya dan A pergi ke supermarket di lantai basement
plaza S****** untuk membeli sejuring durian dan beberapa nyamikan. kawan kelas
saya yang bernama C dengan nada mencemooh berkata, “mau lu makan di mana tuh
durian? dibawa ke kelas?” A menjelaskan bahwa kami akan memakannya di foodcourt
dan C merasa kaget karena ide tersebut. menurutnya orang enggak boleh makan
makanan di luar yang dijajakan di arena foodcourt. saya lantas bertanya, “terus
kita seharusnya makan di mana donk, kalau kita ada di dalam mall dan enggak
pingin makan di dalam restoran atau apapun yang berjejer di foodcourt.”
intinya
saya dan A tetap makan itu durian di foodcourt.
kejadian
di foodcourt lama silam mengantarkan saya ke banyak pemikiran, saya perhatikan
orang-orang dan membayangkan banyak situasi.
saya
sedang membayangkan seandainya (hal ini memunculkan imajinasi), bila ada reuni
yang dilangsungkan di foodcourt dan seseorang sedang tak punya uang padahal dia
sungguh ingin datang, untuk berkata : heiii..kalian apa kabar..
apa
yang terjadi...
seseorang jadi
diberi label bahwa dia kurang berhasil bila membawa bekal makanan sendiri dan
dianggap tak mampu membeli makanan di luar, hal ini sering tak disadari sudah tertancap
dalam. kemudian pengertian yang keliru ini dijejalkan sehingga membikin
orang-orang yang kurang menyadari betapa berharganya diri sendiri itu, merasa
semakin tertekan karena takut dianggap tidak berhasil, tidak berduit, sehingga
bawa bekal sendiri. dengan ganas dan gawat mereka menghukum diri sendiri karena
pandangan seperti ini.
atau
gandakan situasinya, dalam reuni tersebut kalian sudah memiliki momongan dan
situasi finansial sedang buruk.
please
.. jangan menelantarkan anak dengan membiarkannya lapar meskipun dana yang
disediakan untuk jalan-jalan terbatas, please..don’t do that.
kalau
kamu punya anak dan keadaan finansialmu tak begitu baik kemudian ada reuni
macam itu, mengapa tak membawa bekal untuk anakmu. anakmu tetap bisa makan
cukup dengan makan bekal dari rumah, kan enggak ada larangan untuk itu. kamu
juga bisa bawa bekal sendiri dan memakannya di foodcourt.
orang tidak menghina mereka yang bawa bekal
sebagai orang yang tak mampu atau pelit. (kalaupun ada yang menghina, ya sudah
tak masalah, anggap saja keterampilan sosial mereka enggak lengkap, enggak
mampu berempati dan merasakan jadi orang lain..atau.. mereka kurang cerdas
saja, enggak punya imajinasi yang cukup tentang banyak hal...tenang
saja..teruskan makan bekalmu.)
kawan-kawan
dengan kedekatan massif tahu bahwa saya terampil memasak dan selalu bawa bekal
sendiri. sebabnya saya sering diare. enggak setiap makanan yang ada di mall
atau dimanapun saya berada sesuai dan cocok dengan selera saya. selain itu
sering enggak dijual makanan yang saya mau, seperti dimsum babi yang enak,
tumis lidah cabe hijau, lumpia semarang yang cocok dengan lidah saya, anything.
dan yang lebih penting lagi adalah saya bisa mengatur porsi makan saya.
kemarin
saya mampir main ke S****** C***, mau nonton the lone ranger dengan 2 kawan.
kami ketawa-tawa ingat jaman-jamannya kuliah dulu. mall seperti rumah kedua
selain kampus dan rumah sendiri. kami hafal detail-detail terkecil mall
tersebut saking terlalu sering berada di sana. jam makan siang foodcourt penuh.
saya perhatikan orang makan ayam lagi ayam lagi. nasi, ayam goreng tepung dan
coca cola. sudah 7 tahun saya enggak makan begituan dan enggak kepingin cobain
lagi, kalau kamu masih makan sih enggak apa-apa, enggak ada tujuan menghina,
yang saya maksud, bertahun-tahun main di mall itu saya belenger lihat ayam
goreng pak kolonel. dengan uang yang sama buat saya lebih asik bawa bekal dari
rumah : air putih, nasi, sayuran kukus dan lauk apapun, bisa buat 2 orang lagi,
lebih hemat.
karena
foodcourt penuh akhirnya dapat duduk di tempat paling pojok, hari itu saya bawa
bekal nasi dengan rica-rica babi dan potongan ketimun. seperti biasa berbagi
bekal dan ngobrol tentang hidup setelah kuliah dan rencana saya yang akan
kuliah lagi. kami tertawa-tawa. perkara lauk yang saya bawa hari itu agak enak,
itu kebetulan, sebabnya saya enggak malu bawa nasi putih dengan sambal kecap
dan tahu telur atau nasi putih dengan oseng kacang panjang tempe semangit.
spot
tempat kami duduk asik, terang dan lega, bisa lihat jalanan asia afrika. dari
kejauhan kami memperhatikan hujan turun dan kabut datang, indah banget. kami
bertiga lantas bilang : jakarta dingin nih 4 hari ke depan.
kalau
orang lain seneng jakarta dingin saya malah ngeri, sebabnya alam bergejolak dan
bumi makin rusak. enggak tahu kapan manusia punahnya..justru karena hal itu
belum terjadi saya makin yakin bahwa bawa bekal sendiri itu asik, bisa berbagi
dengan kawan, icip-icip 2 sendok 2 sendok. saya makin sadar, bahwa teman adalah
keluarga yang kita pilih.
kamu
enggak akan pernah tahu, selalu ada seseorang yang bersyukur dan ingat akan
rumah, setiap kali kamu membagi bekalmu – membagi masakan rumahanmu.
saya
punya kawan seorang anak rantau. (dulu – sekarang dia sudah di benua eropa dan
sudah berkeluarga) dia selalu memandang saya dengan mata berbinar setiap kali
saya berbagi bekal di food court menunggu jam masuk kelas berikutnya. suatu
hari bertahun kemudian setelah kami sering makan bareng dia berkata : R,
mungkin elu enggak tahu, tapi gw terimakasih banyak. setiap elu bagi bekal ke
gw, gw selalu teringat nyokap. itu bikin gw bersyukur masih punya nyokap, masih
semangat kuliah dan menghargai pengorbanan dan perjuangan orangtua gw untuk
membikin gw jadi orang kuliahan. jauhnya jarak gw sama nyokap bikin gw menunggu
waktunya pulang, untuk meluk nyokap gw dan makan masakan dia yang selalu gw
tunggu-tunggu selama merantau sekolah di sini.
–well, memang kata-katanya tak persis seperti itu, tapi kira-kira
begitulah pesan yang saya tangkap –
saya
jadi teringat kawan saya jalan-jalan, mereka sering request minta dibuatkan
bekal. che sering bilang, bawa isian sandwich yang enak donk, nanti gw beli
roti tawarnya – setiap kali kami mau hangout ngobrol di minimarket 24 jam yang
menjamur di jakarta – tentu kami juga belanja nyamikan lain di situ biar enggak
diusir karena hanya numpang duduk doank. saya ingat kawan ngebolang saya,
namanya PU, dia bilang begini waktu kami mau mampir main ke fathahillah : R, gw
bawa nasi goreng, elu bikin martabak,
nanti A bawa minumannya.
tapi
harus diakui juga, meskipun sudah niat bawa bekal makan sendiri kadang kita gak
selalu punya tempat untuk memakannya. itu dia yang bikin prihatin. kita kurang
area publik untuk bisa menikmati bekal sendiri. ada banyak juga mall yang pelit foodcourt,
hanya ada restoran dengan tulisan tak boleh bawa makan dari luar.
suatu
hari simbak di rumah cerita bahwa esok hari anaknya akan piknik dengan
kawan-kawan sekelas ke taman mini. dia menumpang untuk menitip mendinginkan
nugget dan minuman dingin di dalam kulkas keluarga kami. keesokan paginya dia
tak datang mengambil rencana bekal itu. ketika bertemu lagi esok lusanya saya
tanyakan hal itu kepadanya. dia bilang anaknya malu bawa bekal dan kepingin
jajan saja seperti kawan-kawannya. padahal saya tahu si ibu sudah membeli
nugget yang enak dan jarang dimakan keluarga itu, mendinginkan minuman rasa
buah supaya beku dan tahan dinginnya untuk dinikmati si anak di hari piknik.
terus
terang saya sedih, setiap kali membawa bekal sendiri diasosiasikan dengan tak
berpunya sehingga gak bisa jajan beli makanan di luar. tapi si anak juga tak
salah, sebab ia ingin tahu rasanya jajan.
sahabat
saya M adalah orang berpunya, makan di cafe cartell biasa buat dia. suatu hari
kami akan dinner di sebuah mall di jakarta. di dalam mobil anaknya yang balita
tetap disuapi nasi dengan telur dadar dan kecap, supaya tak masuk angin, dalam
perjalanan menuju mall. kalau kamu tinggal di jakarta, perjalanan dari bintaro
ke pondok indah bisa makan waktu 2 jam lebih di jam macet, ngalahin jam
perjalanan jakarta bandung dengan travel, jadi si kecil tetap perlu disuapi di
dalam mobil. see that..enggak apa-apa makan sederhana dan bawa bekal itu.
orangtua
murid waktu saya mengajarkan les privat juga demikian, dia super duper
berpunya, saya sering diantarkan pulang dengan ibunya. si ibu memakan bekal di
dalam mobil mewahnya, makanan sederhana sayur kukus dan tim ikan. dia bawa dan
makan bekal sendiri.
enggak
ada hubungannya kaya dan miskin soal bawa bekal. mengapa malu. ini cuma soal attitude
aja.
pulang
dari nonton lone ranger, perut berbunyi. 2 kawan saya gak mau makan di
restoran. mereka pilih makan di rumah saya. akhirnya kami belanja dulu
kebutuhan masak di foodhall, mau masak sederhana tapi habisnya banyak juga. kemudian
kami pulang dalam terpaan hujan deras. setibanya dirumah meracik makanan
bareng-bareng sambil bilang : foodhall mahal cuyy...carefour lebih murah..
ya
iyalaaahh..
malam-malam
makan club sandwich sampai perut mau meledak dan nge-bir..
ahh..hidup..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar