Rabu, 02 Januari 2013

di deketin donk



 namanya juga mampir ke blog orang, kalau gak satu selera, kalau gak suka, gampang kok, silahkan tinggalkan. toh gak ada yang nyuruh mampir juga kan. di semesta maya (ahh saya nemuin frase ini baru saja) kita bisa cari mana yang mata ingin lihat dan hati ingin dengar. kita bisa sekedar numpang lewat atau tenggelam bersama si penulis blog, ikut merasa jadi bagian hidupnya, ikut merasa senasib sepenanggungan – kalau kata best friend saya ellen : been there (dengan nada bicaranya yang berlagu itu) - meski dalam dunia nyata kita tak pernah sekalipun bersinggungan. 

 dalam semesta maya kita bisa pilih percaya yang dangkal-dangkal, gampang-gampang, atau mengerenkan (membikin keren) diri sendiri sesukanya. kita bisa jadi beku, kaku dan batu. juga bisa cair, lentur dan fleksibel. kata miley cyrus kita bisa mengubah pikiran dan suasana hati semudah ganti baju dan potong rambut – tapi gak semua orang nyaman dengan gaya yang baru, penampilan baru dan cara berpikir yang baru .. atau gak siap.

kemarin saya baca tulisan seseorang, dalam sebuah website yang saya anggap prestisius dan mencerdaskan. saya temukan paragraf berbunyi kurang lebih seperti ini : tapi muda-mudi di kafe ini, mana ngerti politik, kenal juga enggak. mereka terus saja asyik dan bergembira, menikmati pizza berlumur keju, dan di luar sana, pengamen kudisan menatap penuh ingin lezatnya makanan yang tak pernah bisa ia kecap. tak ada yang sempat memperhatikannya sampai seorang satpam mengusirnya pergi.

saya kok terganggu ya. dan cenderung tersinggung.

perasaan seperti ini asik.. bikin saya punya kesempatan untuk bertanya ke diri sendiri : kenapa terganggu.. dan ini memancing saya untuk menulis.

 saya cenderung khawatir kita mengeneralisasi banyak soal terlalu cepat, bias, lantas menjatuhkan stigma. saya mengerti sekali cemas dan gemas yang dirasakan penulis. betapa bahayanya ketakpedulian itu.


patungan bayar bill itu lebih mending ketimbang ikutan seneng-seneng tapi gak mau bayar..cari gratisan dan ngerepotin orang. lebih baik lagi kalau uangnya hasil uang halal.

saya paham betul rasanya berada di tengah muda-mudi yang apatis. yang jam-jamnya dihabiskan dengan menggalau, yang membiarkan diri serba dangkal dan banal, mereka yang punya mental ringkih, saya ngerti..
saya juga yakin bahwa banyak orang telah berupaya menularkan kesadaran tak hanya dalam tulisan tapi perbuatan. soalnya saya yakin  percuma kalau cuma nulis aja dan gak mendekati ‘mereka yang dimaksud’ untuk mau terlibat dalam persoalan yang lebih besar atau melihat kegelisahan penulis, persoalan yang lebih ada gunanya. 

saya khawatir kita sama-sama tak mengerti apa yang sedang coba kita bicarakan, yaitu membuat orang-orang merasa bahwa persoalan yang kita anggap ada gunanya adalah persoalan mereka juga – persoalan bersama, agar mereka tahu bahwa di luar dirinya, ada kehidupan lain. 

barangkali selama ini ada kehidupan lain yang belum sempat mereka lihat, belum sempat mereka perhatikan, atau sama sekali belum ada sisi-sisi kehidupan lain yang merasuk dalam kesadaran mereka. 

saya penyuka jalan-jalan, saya rutin ke kafe, saya rutin ke mall, rutin nongkrong – biar gampangnya baiklah saya sebut rutin hura-hura. tapi bukan berarti tak mengerti politik dan tak berjiwa sosial, bukan berarti gak ngerti busuknya pemerintahan kita, bukan berarti tak tergerak untuk indonesia yang lebih baik. pelabelan seperti ini membikin saya risih sebab orang tak harus jadi militan untuk membela apa yang diyakininya benar.
soal kebenaran, ini lain lagi, kebenaran milik siapa soalnya. 

baiklah kita sempitkan obrolan ini.

kamu tahu, saya bangga pada diri sendiri karena telah satu setengah tahun ini melakukan refashion. dan saya tak merasa militan. saya melakukannya pertama, dengan membayarkan ongkos vermaak ketika melakukan proyek-proyek refashion (sudah ada 80-an baju) saya telah membantu seseorang lepas dari hutang – ia punya penghasilan, merasa berguna, merasa punya makna, dan mampu bertahan hidup. kedua, saya merasa telah peduli terhadap bumi. diri saya sendiri teraktualisasi ketika melakukan refashion – mendesign, menemukan jati diri lewat cara berpenampilan yang khas saya – sederhananya saya merasa keren karena beda.

keren dan beda. sebagai penanda eksistensi kita di dunia. 

kalau ingin menarik minat-minat anak muda seperti dituliskan ‘berada di kafe dan tak sensitif lingkungan’ tentu saja mereka belum tentu bisa diajak ikutan orasi dan demonstrasi, mana mau panas-panasan atau jubel-jubelan. harus ada satu cara menarik minat mereka supaya ‘terlihat keren dan beda’. buktinya mereka mau panas-panasan atau jubel-jubelan di acara-acara konser. karena ini keren di mata mereka, meningkatkan self esteem. 

kalau mau ya kita putar otak sehingga mereka bisa terlibat dan ikut-ikutan merasa keren dan beda karena ngerti politik donk... (harus ada donk-nya biar membaur,kalimat ini pun harus dinyatakan dengan vokal yang agak-agak genit). 

saya berada di tengah-tengah situasi itu. duatahun lalu saya rutin kamisan, beberapa kawan kampus tertarik ikut tapi lama-lama menghilang karena ‘seleksi alam – ini istilah wanda, senior saya di choir.’ bagaimana saya bisa memaksa orang yang tak merasa kamisan penting bagi mereka?

itu bukan salah mereka. 


di suatu sore kamis saya berpapasan dengan kawan lama, dia laki-laki. kami bertegur sapa dan dia menanyakan apa rencana saya hari itu. saya menjawab akan berangkat kamisan kemudian menerangkan dengan singkat, padat, dan jelas mengenai kamisan.

dia menahan saya untuk tak pergi. katanya : udah kelarin aja skripsi lo.

ehh busett..jawab saya. 

lantas teringat di mana dia sekolah dan menahan diri untuk tak buka mulut lebih jauh - bukan khawatir dia tak mengerti, tapi justru memposisikan seandainya saya adalah dia - akhirnya saya katakan : goodbye see you later. 

dia bukan tak peduli. jenis kepeduliannya berbeda. dan dia tidak jahat.


 nongkrong di kafe tentu tidak jahat. 

tak punya kesadaran tentu tidak jahat...barangkali bukan tak punya, tapi belum punya, karena belum ada yang memberi tahu, makanya beri tahu donk. 

ada sejenis orang-orang tertentu yang gemar bermegah diri karena tak buta sesuatu dan merasa superior dengan bisanya itu, sehingga itulah caranya untuk menyatakan : saya tak sama dari kamu. semoga saja bukan itu yang ingin penulis ‘tadi’ sampaikan lewat curhatannya. 

memangnya kenapa kalau tak sama? apa yang membuatmu merasa terganggu. genggam erat juga donk orang-orang yang berada di luar perkumpulanmu, biar gerakanmu makin maju. 

saya ingat suatu kali ada kawan berseleroh, sebabnya saya ikut kegiatan ini itu yang ada bau-bau politiknya (eh, emang politik apa sih) tapi kuku jari saya berkuteks, katanya penampilan saya modis, tubuh saya harum dari rambut sampai kaki, wajah saya rapi bermake up dan tas jinjing saya katanya keren banget.
singkatnya dia mau bilang saya tak sederhana.

saya menerjemahkannya sebagai ‘kok elu gak ngerti sih caranya membaur. gak cocok loe di acara beginian.’

hmm.. mungkin dia tak sedang menggunakan imajinasinya. mungkin dia tak sempat tahu bahwa sebelum datang ke acara tersebut –yang ada hubungannya sama panas-panas dan bau – saya punya acara pendahulu di sebuah mall atau kafe untuk menjalin relasi dengan orang-orang yang saya anggap penting untuk hidup ke depan. dan karena merasa terpanggil untuk ‘hal penting yang lain’ saya lantas melesat pergi untuk memberikan dukungan terhadap isu-isu tertentu. tapi tampilan saya yang tak sederhana itu membuat dia lupa bahwa saya menyediakan waktu dan pikiran untuk sesuatu yang lebih baik bagi indonesia kita. 

hanya karena penampilan saya atau di tempat mana saya nongkrong seseorang mudah men-generalisir dan menjatuhkan stigma.

saya cuma ingin kehidupan yang lebih baik untuk setiap penghuni bumi, serius, dari manusia, hewan, tanaman, tanah, udara, air, apapun deh. terpenuhinya hak asasi – pastilah – dan keadilan tegak. 

kepedulian saya kan gak ditentukan apakah saya berkuteks atau enggak, penampilan saya modis atau enggak, tubuh saya harum atau enggak. di mana saya nongkrong sama kawan-kawan, apa konser yang saya tonton dan berapa uang yang saya keluarkan untuk nonton konser itu. di luar itu saya juga punya kepedulian terhadap sesama, dan gak buta-buta amet sama politik. 

saya cenderung khawatir, dengan melabelkan muda-mudi di kafe ngerti aja enggak soal politik, kita justru dengan sengaja menjauhkan potensi yang sangaaaatttt besar untuk menyelamatkan negeri. membikin bangsa ini punya harga diri, punya rasa malu, punya hati dan nurani, untuk membangunkan indonesia yang koma ini.

jangan suka sengit duluan sama orang-orang ‘yang kebetulan sedang bergembira’ belum tentu mereka gak terpanggil untuk membantu orang lain. belum tentu mereka gak paham soal prabowo subianto, bimo petrus, amir syarifudin, agus salim, tan malaka, munir dan bung hatta. belum tentu. 


belum tentu mereka cuma kenal nikita willy.

sekian laporan cuaca kali ini.
berkah dalem.




1 komentar: