sekarang
saya jarang punya waktu untuk tuntas membaca sebuah novel. saya merindukan
betul-betul waktu milik sendiri : membaca dan tenggelam dalam cerita-cerita.(oiaa..coba mampir ke sini untuk cek apakah kamu addicted to books :) http://www.buzzfeed.com/summeranne/signs-youre-addicted-to-books-reading
hal ini
saya sadari ketika selama 2 minggu jakarta terus diguyur hujan. dinding rumah
saya rembes dan ini membikin khawatir, sebabnya saya tahu buku-buku yang saya
tata rapi akan berjamur. rumah orangtua saya yang mungil dan sederhana ini
kepenuhan barang, sehingga kami masih mikir dua kali setiap hendak membeli
lemari buku, gak ada tempat lagi soalnya. akhirnya saya membikin box-box buku
dari kertas karton tebal dan ditumpuk begitu saja di atas meja kayu. perkara
menyimpan buku ini, mesti dipikirkan serius juga sebetulnya, buku-buku tersebut
dikumpulkan dengan telaten dari tahun ke tahun, untuk bekal kesadaran dan
warisan bagi anak cucu kelak.
saya mulai
mengingat-ingat bagaimana jiwa saya merasakan bahagia sekaligus hangover setiap
kali selesai membaca buku yang menarik. waktu umur saya 15 dan selesai membaca
saman-nya ayu utami dan sybil-gadis dengan 16 kepribadian, jiwa saya agak
terguncang waktu itu. setelahnya saya enggak bisa lagi baca bacaan ringan –
menurut selera saya waktu itu, karena sudah terbiasa ketemu kalimat-kalimat mak
jegagig yang bercahaya bagaikan kristal. sejak saat itu, setiap tahun minimal
ada 26 novel tebal yang saya baca. hal ini berlangsung terus hingga selesai
kuliah.
kawan saya
che sering menggoda : untung IQ lu ok, gw sih keteteran.
saya
memasang mimik serius dan dia menambahkan : kakak gw tuh, otaknya parah,
pinter. orang lain selesai baca buku yang sama selama 10 hari, dia 2 hari
kelar, padahal dia juga banyak kegiatan di sekolah. persis elu, sibuk tapi
sempet baca buku.
kalau che
bilang saya pinter, saya ngerasa ngeri.. dia jadi punya ekspektasi.
dan itu
juga sebetulnya membikin saya keki setiap kali dia menggoda saya antara
cemas-cemas jengkel setiap kali kami ketemu dan ngakak bareng dengan
obrolan-obrolan yang gak mesti tuntas. well, sebetulnya i hate when he said :
seharusnya elu cerdas R !! aahh..saya jadi kangen dengan kalimat itu.
dia selalu
mengulang kalimat andalan saya kalau kami sedang meninggi : gw tahu elu marah
sama gw, karena omongan gw betul.. suka atau enggak gw betul..dan itu bikin elu
marah duakali.
hahahaha...entah
berapa ribu kali omongan itu diulang dan diulang terus hanya untuk menggoda
satu sama lain dan membikin kami tertawa terpingkal-pingkal sampai keluar
airmata.
entah
gimana juga caranya, kalau kami ngomong kalimat ini juga selalu bareng : elu
itu udah tau R, elu cuma perlu orang yang ngebuktiin kalau elu salah !!
sejujurnya
saya beruntung dikelilingi teman-teman yang omongannya pedas-pedas dan menohok
jantung hati, orang-orang seperti ini adil, baik dan tak dangkal. hidup saya
betul-betul berkembang.
che enggak
suka baca buku – well, setahu saya dia enggak suka baca buku sebanyak saya
suka. tapi setiap kali dia baca cerpen saya dia selalu memasang wajah bengis
dan berkata : asli, gw benci sama elu.
tentu saja
saya tahu dia enggak betulan benci sama saya, tapi benci dengan apa yang saya
tuliskan (bahasa yang saya gunakan, kata-kata yang saya pilih untuk dibekukan
dalam bentuk tertulis) karena membuka atau mengorak kesadarannya tentang
sesuatu hal. bahasa jadi perkakas yang memungkinkan pengertian diperbaiki.
![]() |
kalau ngomel mereka lebih suka pake bahasa inggris .. ahahaha.. dengan intonasi ditekan-tekan gitu..sebabnya menurut kita sih, kalimat dalam bahasa inggris lebih enggak ambigu... |
saya ingat
persis wajahnya setelah selesai membaca cerpen yang lucunya saya lupa judulnya,
tapi temanya tentang menjadi tua, sensitif dan terluka. itu membikin dia punya
bayangan tentang hari depan yang akan dia hadapi. ada banyak
seandainya-seandainya yang membuka kesempatan berimajinasi,
ketakutan-cemas-gamang muncul, dan orang beriman menyebutnya tawakal, kita
selalu perlu waktu untuk memikirkan banyak hal, untuk bergantung (bagaimana pun
juga) dengan sesuatu yang agung. saya menyebutnya semesta, orang lain
menyebutnya tuhan, itu sebetulnya tak masalah. selalu ada higher wisdom (apapun
sebutannya) yang bisa menentramkan gejolak dan letupan-letupan dari dalam diri.
saya malah
jadi teringat richard rorty sekarang, dia bilang kepekaan dan solidaritas kita
harus terus diasah. Kita bisa memperbaiki kesalahan yang kita buat dan menjadi
semakin tidak kejam terhadap manusia lain dengan mengetahui bentuk
kekejaman-kekejaman yang dilakukan manusia. Ia mengajak orang-orang untuk
kembali membaca buku-buku yang bercerita tentang
perbudakan, kemiskinan dan eksploitasi.
saya sudah
super jarang baca buku – at least sebanyak yang sebetulnya saya inginkan.
sebabnya ada urusan lain yang mesti dikerjakan dengan serius.. untuk menghapus
perasaan bersalah itu, saya banyak nonton documentary-nya bbc yang super banyak
menjogrok di youtube. sehari 2 dokumenter selama 5 bulan terakhir ini. 2 jam
membuang waktu untuk hal bermanfaat. lumayan..otak saya masih ada gunanya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar