SPOILER ALERT
!!
saya terlambat kenal wong kar-wai, malah saya
tak menyangka bahwa film garapan dia berhasil meluluhlantakkan hati, mood saya
jadi berantakan. saya pernah menonton my blueberry nights dengan bintang jude
law dan norah jones sebelum menonton in the mood for love, tanpa pernah
menyadari ada wong kar-wai di balik film tersebut.
judulnya betul-betul ngeri, in the mood for
love, yang bisa kita duga memang demikian : larut dalam mood cinta itu. but,
all we can see is always fragment, right. kita bisa terus menerus bertanya :
kenapa ketemunya sekarang.
hal ini tentu saja meninggalkan perih dan
pahit, tak seperti film hollywood yang biasa saya tonton dan diakhiri dengan
happy ending.
adalah chow mo-wan (tony leung) yang bekerja
di suratkabar dan su li zhen (maggie zhen) sekretaris cantik dengan tatanan
rambut dan dress cheongsam yang selalu menarik. mereka bertetangga dalam sebuah
apartement riweuh dan padat di hongkong pada tahun 1962, keduanya telah menikah
dan sering ditinggal pasangannya ke jepang.
keduanya menemukan perasaan serupa, sepi dan
sendiri. ada beberapa adegan yang menguatkan perasaan sendiri itu, ketika su li
zhen berada di kamarnya sendirian, kita melihat dia dari kejauhan, seperti
mengintip isi hatinya yang rapuh (seharusnya saya tak menghakimi dia, tapi
begitulah kesan yang ditularkan bagi saya).
saya suka adegan ketika su li zhen mengetuk pintu apartmen mr.koo, ia mencari chow mo-wan untuk diajak ngobrol. saya juga suka adegan ketika su li zhen dipertemukan semesta dengan kalimat : dia kepingin sirup wijen. scene sebelum dan setelahnya membikin hati saya makces dan gemes.
sinematografinya apik dengan pilihan filter
warna yang makin memunculkan sendu. meski awalnya saya tak terbiasa dengan
pergerakan yang lambat dan tak proporsional di mata saya, tapi justru itu daya
tariknya untuk menunjukkan kedekatan yang terasa berjarak dan sebaliknya. lewat
teknik seperti ini, di hati saya muncul perasaan sedih : dapat dijangkau tapi
tak dapat digapai, dapat digapai tapi tak terjangkau. begitulah.
menunggu waktu dan merindu, itu juga yang saya
rasakan, sebab semua kejadian itu bukan sekedar tak sengaja berpapasan atau
kebetulan yang diulang ketika mereka terus menerus ketemu di lorong menuju
penjual mie atau sekedar bercakap ringan di lorong dan anak tangga kusam
apartement.
saya tentu saja tak bisa jadi mereka. saya
bayangkan jika saya su li zhen, telah menikah dan telah aktif secara seksual,
kadang-kadang masturbasi tak pernah cukup, meskipun tak harus ada desir seksual
dalam perkawanan, tapi saya percaya, yang terjadi lebih dari sekedar menemukan
kawan ngobrol yang tektok dan memiliki minat yang sama akan cerita silat.
sinyal betebaran di mana-mana, perasaan itu
tentu saja susah diabaikan. saya tak bisa menjelaskannya dengan jernih dan
rinci. kalau kamu pernah tahu bagaimana mengumpulkan keberanian untuk first
move,kemudian lelah pada perasaanmu sendiri dan kebingungan untuk
mengakhirinya, sekaligus kecut untuk menerima keputusanmu sendiri, mungkin kamu
paham yang saya maksud.
dalam sebuah percakapan dengan rekan kerja,
chow mo-wan berkata : in the old days, if
someone had a secret they didn't want to share... you know what they did? kawannya
ah ping berkata : have no idea. kemudian
chow mo-wan menjawab : They went up a
mountain, found a tree, carved a hole in it, and whispered the secret into the
hole. Then they covered it with mud. And leave the secret there forever.
kelelahan dengan perasaan sendiri sekaligus
jengkel dan marah, mereka berpisah. hari-hari habis begitu saja.
Su li zhen terus mempertahankan pernikahan. Ia
pindah dari tempat itu dan suatu hari kembali ke apartemennya yang dulu, ketika
mrs. Suen yang gila mahjong si pemilik apartement berniat pindah ke amerika
untuk membantu putrinya menjaga cucu di sana.
kedatangan mr. chow ke cambodia tentu saja untuk
sebuah perkara yang sangat serius, ia mengempit rahasia itu hingga singapura
yang ternyata tak membikin dirinya lega. hampa itu tentu saja tak hilang
semalam. ia bisikkan unheard feelings and regrets itu ke dalam sebuah celah
lubang di dinding angkor wat, lalu menutupnya dengan lumpur.
hati saya ikutan patah.
semesta tak mengijinkan mereka berpapasan
kembali.
in the mood for love adalah film yang nyebelin
luar biasa karena saya dibuat jatuh cinta berulangkali, seolah sedang menatap
cermin dan melongok ke hati paling dalam.
film ini betul-betul bikin saya sesak nafas
dan lemes, barangkali karena saya pernah berulang kali berada dalam situasi
tarik ulur dan menggantung yang bikin diri jadi ringkih. gak tahu gimana
memulai, tak bisa melawan perasaan itu, ngambang dan pahit.
itulah.
terlalu banyak kebetulan.
ada satu kalimat yang bikin saya speechless : It is a restless moment. She has kept her
head lowered... to give him a chance to come closer. But he could not, for lack
of courage. She turns and walks away. ini adalah kalimat yang saya
cari-cari selama ini tapi tak pernah saya temukan sampai saya menyetel dvd in
the mood for love pinjeman mas fahri. saya tak pernah bisa memampatkan perasaan
ini dalam sebuah tulisan, dan wong kar-wai membikinnya kelewat indah, kelewat
perih, manis sekaligus getir. saya berterimakasih.
Indah sekali karya Wong Kar-wai satu ini Sinopsis dan Jalan Cerita Film
BalasHapusBaru selesai nonton film ini.. truly an art.
BalasHapus