sebelum umur saya lima tahun, saya kurus. kemudian sepanjang hayat saya tak pernah kurus, saya selalu gemuk. waktu bayi saya tertular paru-paru basah dari seorang pengasuh. kemudian badan saya kurus kering tak berdaging. ibu bapak yang khawatir tentu pergi berobat untuk kesembuhan saya. sejak itu saya harus minum vitamin dosis tinggi hingga umur 5 tahun, yang kelak bapak ibu tahu mengandung merkuri. apakah itu berhubungan dengan kegemukan yang saya alami, saya tak begitu paham dan tak hendak mencari tahu. di usia tiga tahun, karena teramat kurus, maka pengasuh saya mbak titiek yang khawatir membelikan saya sate kulit ayam untuk ‘menggemukkan’ saya. pada ulangtahun saya yang kelima, saya telah menjadi gemuk.
sepanjang masa sd, ibu mengantarkan saya les
berenang, dan berobat ke dokter gizi di rumahsakit asih, tapi saya tetap gemuk.
Saya ingat rasanya gemuk. Orang gemuk tak suka ditanya berat badannya. Ibu
guru SMP saya yang gemuk menawarkan solusi. Katanya jika ada orang menanyakan
beratmu, bilang saja kalau digendong berat.
waktu saya sma, kawan sekelas saya g****
bertanya pada saya : emang lo gak kepingin pakai baju-baju bagus? hari itu saya
tak bisa menjawab, sebab saya tahu esensi-nya bukan itu. dia seperti berujar :
lo gak pengen seksi apa, biar cowok-cowok naksir. (memang cowok itu sedangkal
itu semua ya, hanya mikirin tubuh, untuk senang-senang atau buat kawan hidup
sih? begitu isi otak saya di malam harinya). dalam pelajaran biologi dia
mencuri dengar percakapan saya dengan kawan sebangku, dan si G ini, bertanya
dengan keras : bu.. si rensi kan gak mens..dia kegemukan, gak bisa haid, kenapa
begitu.
saya tidak marah, hanya merasa muak.
senior saya di choir bertanya, saya kira
tujuannya betul-betul untuk mencemooh hari itu : ukuran bh lo berapa, ada apa
yang muat, blablabla... yang saya jawab : lo pikir gw ke sekolah gak pake bh?
dalam hati saya berujar : dasar tolol lho..untung bapak lo kaya.. coba kalau
enggak, udah bodoh dangkal pulakk.
Saya ingat rasanya gemuk. waktu itu saya SMA, ketika lampu lift berkedip-kedip full, semua orang
memandang saya meskipun jelas-jelas saya masuk lebih dulu dan bersedia menunggu
lama untuk jadi orang yang masuk pertama. Tapi ketika saya berada di dalamnya
tuduhan tanpa kata itu selalu terasa lebih menyiksa.
kemudian saya kuliah, ada satu kenalan anak
katolik bertanya : lo pernah berdoa minta kurus gak ren? buat saya ini adalah
pertanyaan terlucu menyangkut kegemukan saya. saya sampai speechless, antara
geli dan sedih. oohh lo aries sih yaaa... (saya bertanya emang kenapa dan dia
menyahut : gak papa, ketahuan aja keras kepala. hari ini saya tak betul-betul
paham, sangkut paut antara aries, keras kepala, dan menjadi gemuk, kalaupun ada
korelasinya, pilihan kata-katanya itu terasa begitu dungu dan menjemukan).
seumur hidup orang bertanya-tanya tentang
mengapa saya gemuk, tidak inginkah saya menjadi kurus, tidak sedihkah saya tak
punya pacar.
saya agak khawatir. bukan tentang saya
melainkan tentang orang-orang itu.
saya gak tahu definisi cantik. saya tak merasa
yakin mereka yang punya pacar telah berbahagia, saya tak merasa yakin orang
yang tak pacaran tidak bahagia, saya yakin tidak semua orang melihat seseorang
hanya dari tampilan fisiknya saja.saya masih agak khawatir kepada orang-orang
yang mengasosiasikan gak punya pacar dan pasangan hidup itu artinya gak laku.
ini tentu bukan pembelaan diri. sebab kualitas diri lebih penting.
biasanya kalau saya naksir seseorang hampir
selalu : dekil, muram, kusam, tak punya uang banyak, multitalent, dan tua.
silahkan tertawa, memang selera saya begitu, lucu sekali. ini terjadi bukan
karena saya gemuk dan merasa jelek sehingga takut naksir mereka yang ganteng
karena takut ditolak. lagipula dekil gak ada sangkut pautnya sama ganteng. ini
soal chemistry dan selera.
ada lawakan bodoh yang menjemukan sebetulnya,
soal pacaran. kalau pacar ‘kamu’ gak ganteng, maka kamu bisa bilang yang penting dia baik karena kalau
‘kamu’ bilang yang penting dia kaya
maka kamu dituduh dasar sunda (entah
mengapa orang masih suka menjatuhkan stigma dan melukai). kalau pacar ‘kamu’
gak ganteng tapi kamu sayang betulan sama dia maka kamu akan bilang abis dia lucu atau abis dia pintar banget. gak mungkin kamu akan bilang abis dia soleh.
saya tahu rasanya jadi gemuk. saya tahu rasanya. orang bilang kami minder, kalau kami tidak minder maka orang bilang kami overconfident, kalau kami indifferent atas pilihan kami sendiri orang bilang : habis dia gemuk sih ya, seolah membolehkan hukuman dan penghakiman tersebut berlaku atas nama kewajaran.
saya tahu rasanya jadi gemuk, saya tahu
rasanya. saya kira, anda yang gemuk dan anda yang tak gemuk, tak boleh
mengecilkan diri sendiri dan menggadaikan potensi terbaik dari diri. meskipun
kerap kali anda bersedih dan merasa tak laku-laku, tak masuk hitungan, kamu
baik tapi kalau ada yang lebih baik kenapa aku harus memilih kamu, kemudian
kamu menurunkan standart dirimu dan merasa begitu sia-sia. milikilah dirimu
sendiri.
kawan bahkan sampai hari ini saya tak tahu
bagaimana cara menyikapinya. hari ini, yang saya tahu, saya masih berusaha jadi
orang baik, yang tak berniat melukai orang lain, yang membantu selagi mampu,
yang punya prinsip dan berharga diri, saya yang lentur sekaligus kaku, saya yang lebih senang mengetahui diri saya
menjijikkan dan melakukan koreksi diri ketimbang serba jadi
terlambat-menyusahkan orang lain-dan membawa musibah, saya
yang menghargai apa yang saya ketahui hari ini, hanya itu yang saya tahu.
sampai hari ini saya masih ingat, orang-orang
kerap menggoda dengan sebutan : buntelan lemak, sapi glonggongan, awas ada
tronton lewat, kenapa tas pinggangnya gak dilepas, dan apapun sebutan lucu yang
hendak mereka lekatkan pada kita si tubuh besar ini, dengan cinta atau gemas,
dengan tujuan menghina atau peduli.
lelucon-lelucon ini buruk sebab melukai. hal
ini meskipun bukan lelucon, tetap buruk, sebab melukai.
barangkali kamu adalah segelintir busuk yang
pernah dan masih menghina orang lain, melabelkan orang lain, merasa superior
dan berhak menindas yang lain-lain. kalau kamu tahu maka kamu jahat, kalau kamu
tak tahu, maka aku beritahu.
saya kira kita sulit mengabaikan
sebutan-sebutan tersebut yang terus menggoreskan nanah di dalam hati,
kendatipun orang-orang berujar : lo udah gede, mosok begitu aja dipikirin,
cuekin aja kali.
kita
sama-sama tahu orang model begitu adalah bastard. (eh tapi ada lho orang gemuk
yang juga bastard.. ini saya sungguh-sungguh).
betul
bahwa hanya kita yang dapat memilih dendam dan membesarkannya sekaligus
mengabaikannya.
hari ini saya memperhatikan diri saya di
cermin. tubuh saya tak sempurna, ada begitu banyak gelambir dan lemak
bergelantungan di sana-sini, saya tak hendak mempermalukan diri sendiri, juga
tak hendak menutup-nutupinya. yang saya bisa adalah mengenakan pakaian yang
pantas, yang sesuai dengan karakter saya, merasa nyaman dan peduli pada diri
sendiri.
hari ini saya tahu ada yang dapat saya ubah
dan ada yang sudah tak dapat saya ubah, kedamaian dan ketenangan jiwa selalu
membikin saya merasa punya harga.
saya tahu rasanya jadi gemuk, saya tahu
rasanya. suatu hari kawan saya yang baru menikah dan memiliki anak perempuan
cantik berusia 2 bulan berujar : aduh
anak gw asinya kuat, coba lo lihat dia bulet banget...kan gw takut nanti dia
kayak elu ren. saya kira dia tidak tahu telah menghina saya. justru karena
saya tahu dia tak tahu saya bisa mengampuni. dia, si perempuan yang telah
menikah dan memiliki anak itu, melabelkan saya jelek dan tak bermutu, sebab
saya gemuk, ketakutannya itu tak saya mengerti.
tentu saja setiap orang harus
hidup sehat (dia lupa bahwa dia juga bisa berpotensi menderita diabetes, kanker
paru-paru, kanker payudara, stroke dan segala jenis penyakit menjemukan yang
lain). tapi sore itu dia menghina saya dengan mengatakan tak ingin anaknya yang
cantik jadi seperti saya. hari itu dia hanya melihat saya sebagai si gemuk.
saya tak hendak membandingkan dia dengan saya, dengan pencapaian-pencapaian
yang telah saya raih, justru kalau saya membandingkan : saya merasa terlalu
arogan. yang saya sesali adalah dia memiliki
pemikiran seperti itu, bagi saya, bagi anaknya, dan bagi dirinya.
barangkali frase ini cocok untuk situasi yang
menjemukan : seeing stupid people happy.
tadinya saya tak setuju dengan frase ini, saya
merasa terlalu angkuh, sombong, belagu, merasa lebih dan lain-lain.
tapi hari ini saya terpaksa harus mengakui,
frase ini ada betulnya.
kita biarkan sajalah mereka.. ya gak??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar