Dalam chatroom aku melihat
namamu, kedip-kedip warna hijau.
Menunggu siapa yang akan duluan menyapa.
Kikuk
sendirian memandangi kolom chatroom,
kesadaran tiba-tiba hilang, terhisap
dan
aku tak bisa menguraikan kesedihan yang terasa menggumpal.
Semuanya berakhir
dengan hanya selalu jadi monolog.
Kita sama-sama menderita.
Seperti pianississimo, lirih.
Ada sebuah klimaks yang pedih,
hilang
sebelum siap merekam jejak terakhir.
Apa yang lebih perih ketimbang satu
kalimat lirih yang ingin menanyakan kamu apa kabar.
Semuanya berakhir dengan
hanya selalu jadi monolog.
Ada pianississimo dalam namaku
Pianisario.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar