Ada kucing perlente, dia mengenakan sepatu boots. Tapi bootsnya bukan keluaran Doc.Marteen. Waktu kecil aku merengek minta dibelikan mama sepatu boots Doc.Marteen sementara kawan-kawan sebayaku sedang asyik dengan sepatu LA Gear yang berkelap-kelip.
Aku
kepingin dapat perhatian dari kakak kelasku Yoel. Dia gak ganteng tapi cerdas
luar biasa, tak peduli pada sekitar dan itu yang membuatku gemas. Kami beda
tiga tahun, dia kelas enam dan aku kelas 3 SD. Aku membuntuti dia di setiap jam
istirahat. Dia suka ke perpustakaan. Suatu hari ia meminjam serial buku Rumah
Kecil di Rimba Besar-nya Laura Ingals. Aku tak mau kalah dan ikut meminjam Anak
Tani. Bu Erna penjaga perpustakaan heran ketika aku meminjam buku tersebut,
katanya, kamu masih kecil sudah kuat baca begini? Buku itu agak tebal untuk
bacaan anak seusiaku, umurku baru menjelang sembilan tahun waktu itu.
Per
dua minggu aku menghabiskan membaca satu buku dari serial Rimba Besar,
pelan-pelan, seperti menikmati menjilati lollypop sedikit-sedikit supaya
manisnya tidak habis-habis. Setelah selesai membaca serial Rumah Kecil di Rimba
Besar, aku berketetapan hati ingin menjadi penulis seperti Laura bila besar
nanti. Laura memulai ceritanya dengan :
Suatu ketika, enam
puluh tahun yang lalu, adalah seorang gadis cilik yang tinggal di rimba besar,
di daerah Wisconsin, dalam sebuah rumah kecil kelabu yang terbuat dari
balok-balok kayu. Pohon-pohon raksasa yang tinggi besar dan rindang
mengelilingi rumah itu.
Aku
ingin sekali bisa berada di Wisconsin, pada masa Laura hidup, bisa menjadi
kawan permainannya. Merasakan datangnya musim dingin, pesta dansa dan meminum
sirup mapel, mendengar lolongan serigala dari kejauhan, pokoknya aku suka
membayangkan menjadi Laura.
Seingatku,
karena tersihir oleh Laura, aku jadi kelupaan sedang naksir dengan Yoel. Pada
satu kesempatan, berbulan-bulan setelah serial Rimba Besar itu tuntas aku baca,
akhirnya bisa juga kami duduk berdua, bercerita tentang Almanzo dan Laura, tentang
Wisconsin dan Minnesota. Itu cinta monyet yang lucu, rasanya bisa duduk berdua
dengannya itu menyenangkan sekali.
Kami
berjanji akan sering-sering bertemu di perpustakaan, besok-besok kami ingin
tenggelam dalam dongeng-dongeng Grimms.
Ternyata
Yoel tak suka kucing, apalagi yang bersepatu boots. Yoel suka gadis yang
usianya sebaya, potongan rambutnya mirip Bibi Leung di serial Return of Condor
Heroes-nya Andy Lau, wajahnya pun mirip. Aku memusuhi dia dan menenggelamkan
diri dalam dongeng-dongeng Eropa.
Selain
Cinderella, kucing bersepatu boots adalah cerita yang menarik. Sebab si kucing
cerdik dan kepingin dianggap berguna. Padahal dia tak perlu bersusah payah demi
kemujuran si tuan, anak ketiga pemilik penggilingan yang kehilangan semangat,
dia bisa saja minggat dan hidup sendiri – si kucing itu, dengan keterampilan
melobi dan berburu yang ia miliki. Kalau dipikir kucing ini agak bloon juga. Oh
ya kelak tuan itu bernama Lord of Carabas.
Setiap
hari kucing bersepatu boots mengirimkan hadiah untuk baginda raja. Ia
mengatasnamakan Lord Carabas untuk kiriman-kiriman tersebut. Raja tersentuh.
Orang mudah berubah loyal untuk orang-orang yang bisa mengambil hati, si kucing
memenangkan perhatian Raja. Raja kepingin tahu lebih jauh tentang si Lord
Carabas ini.
Singkat
cerita, putri raja menikah dengan Lord Carabas, bukan ini masalah yang
serius. Si kucing ini pandai sekali
mengkondisikan segala sesuatu dan ia begitu menyeramkan. Ia mengancam
sekumpulan orang, dikisahkan kibul-kibulan itu berhasil. Dari kejauhan sebelum
karavan raja melewati perladangan, si kucing berlari sambil berteriak-teriak :
good
people,you that reap. if you do not tell the king that all this corn belongs to
lord marquis of carabas, you shall be chopped as small as herbs of the pot!!
Tentu
tak ada yang mau dimutilasi. Suasana di ladang pastilah mencekam dan mereka
memilih untuk tak menolak.
Setelah
membodohi banyak orang, si kucing dengan keberanian yang tak hilang datang ke
kastil. Ia telah mempunyai rencana dan begitu percaya diri. Ia mengetuk pintu
dan menjual kata-kata. Ia berhasil mempermainkan si Ogre busuk. Ia menyantap si
ogre busuk yang telah berubah jadi tikus dengan kelihaiannya mengumbar kata.
Aku heran dia tak mati mbeledug karena perutnya terisi si ogre busuk.
Barangkali bersilat lidah itu ampuh untuk mendatangkan keajaiban, lepas dari
maut dan petaka.
Cerita
ini dikisahkan Perrault pada tahun 1697. Ada banyak anak dari masa ke masa
mendengar cerita ini. Betapa tuanya bumi yang kita tinggali. Orang-orang datang
dan pergi, lahir dan mati. Di Italia ada cerita serupa. Perrault bisa saja
sudah mendengar. Ada rentang 63 tahun sebelum Lord Gagliuso bertemu muka dengan
Lord Carabas. Kita tahu sebenarnya mereka berdua bukan sungguh-sungguh Lord.
si
Lord Carabas ini agak memalukan menurut pendapatku, bahkan maling saja perlu
bekerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar