suatu hari aku jatuh cinta dengan seseorang yang seharusnya jadi pamanku. cinta itu terbentuk halus. aku mencintainya diam-diam.
aku ingat pernah mencintai lelaki lain sebelum
dia. tapi aku tidak yakin apakah yang
dulu-dulu itu betul cinta seperti kali ini, aku selalu merasa yang dulu itu
adalah harapan kosong, tanpa keinginan berbuat cabul, kau hanya ingin memberi,
kau merasa cintamu tulus, dan khianat itu membikin hatimu hancur. kemudian
ketika kau mencoba menjajal cinta kembali, rasanya tidak akan semurni pertama kau
merasakan cinta, yang selanjutnya seperti sejenis kesepian kronis. kesepian
yang membikin dirimu kehilangan imajinasi untuk berdoa atau sekedar berharap.
sore itu aku melihat dia. delapan tahun kami
tinggal berdekatan, seharusnya setiap hari bertemu, tapi sebelum hari ini, aku
tidak pernah memperhatikan dia sungguh-sungguh.kita telah sama-sama tahu bahwa
tidak ada kebetulan dalam hidup, aku percaya. kau bisa hidup bertahun-tahun
bersebelahan dengan dia, tak pernah bertemu. kau dilukai orang lain, melukai
orang lain, dan ada satu hari kau sadar, kau mencintai dia, begitu saja, begitu
kau melihatnya hari itu, kau tidak bisa menyangkal tidak sedang jatuh cinta.
padahal dia bukan lelaki impianku. gerald jauh
lebih tampan. dia juga tidak gagah. gerald jauh lebih perkasa. masalahnya
gerald tidak pernah mencintaiku. itu jelas masalah serius. 6 tahun aku menunggu
hatinya luluh dan ia lebih memilih perempuan lain. 2 tahun aku mencari
pengganti gerald dan mempermainkan hidupku sendiri. hatiku tidak pernah sembuh,
kau tahu jenis kebodohan macam ini memang selalu mengiris hati pelan-pelan.
teman-temanku menuduhku lugu dan bodoh, karena mau diperalat gerald. aku yang
berkorban untuk gerald, membantu dalam susahnya, memastikan dirinya baik-baik
saja. gerald yang membuat kepercayaan diriku tumbuh pelan-pelan sekaligus
menghancurkannya sekuat tenaga. bodoh. gerald tidak perlu diriku yang
memastikan hidupnya hari ini baik-baik saja. cinta monyet macam itu betul-betul
kelewatan. aku menghabiskan masa remajaku hanya untuk mencintai dia. kesetiaan
yang mengagumkan, bodoh sebenarnya – tapi apa salahnya jadi bodoh, sebab bodoh
adalah sesuatu yang bodoh, itu saja.
teman-temanku mendorongku untuk pergi melihat
dunia, mengenalkan laki-laki selain gerald. membuatku sibuk dengan hal selain
memikirkan gerald. hatiku rapuh dan telah hancur jadi serbuk, hanya karena
seorang gerald. tolong antar aku ke rumah gerald, tolong tunggui aku di luar,
aku mau lihat istrinya, pintaku pada segerombolan teman. mereka melarangku
hebat : buat apa lagi, dia sudah punya hidupnya sendiri, kenapa kau masih naif,
dia sudah tidak menginginkanmu lagi, berharga dirilah kawan. Sekali ini saja,
kumohon, pintaku mengiba hati.
mereka tentu tidak mengindahkan mohonku. kami
menyayangimu sobat, hidup harus berlanjut, begitu kata mereka.
teman-temanku mengenalkan aku dengan banyak
pemuda. mereka risih menyaksikan aku melukai diri sendiri dan kehabisan waras.
pemuda-pemuda itu sebagian memiliki minat musik, film dan bacaan yang sama,
supaya mudah bagiku beradaptasi. aku tidak pernah merasa tertarik dan tidak
yakin mereka juga tertarik padaku. kadang aku sengaja membuat mereka jijik
supaya mereka menghindari aku.
memang pernah ada satu pemuda. tapi tidak ada
cinta waktu itu. barter yang adil. kecup-kecup ringan di bibir. rabaan di
punggung dan paha. pagut di leher dan dada. aku yang memutuskan berhenti ketika
puting susuku mendadak kaku. aku tidak bisa membiarkan diriku memberikan
kesenangan ketika aku tidak menginginkannya. akhirnya kami putus juga. untuk
apa dilanjutkan kalau getaran itu tidak pernah ada. aku menghormati dia, dia
tentu boleh dapat yang terbaik.
fase
itu aku menyukai diriku yang murung dan seorang diri. aku tak suka menghabiskan
waktu untuk memaksa diri menyukai sesuatu. aku tak mau mendoktrin diriku baik-baik
saja, karena memang kenyataannya aku tak baik-baik saja. aku tak mau menjadikan
pemuda-pemuda itu sebatas pelepas dahaga. aku merasa tak terhormat.
akhirnya tiba juga hari itu. aku membuatkan
makaroni panggang kesukaan gerald. seorang teman yang iba dan luluh akhirnya
mengantarkan aku sampai di depan rumah gerald. istrinya membukakan pintu
gerbang. cathrine yang berwajah jawa. ia manis dan menarik. rambutnya lurus dan
disisir sirkam ke belakang, dengan kening luar biasa lebar. aku memperhatikan
dia luar biasa cermat. matanya agak lamur. barangkali dia kena glukoma, aku
berdoa dia tak kena glukoma, tapi tak bisa tidak aku ingin dia kena glukoma.
kacamatanya bulat besar dan aku masih berdoa dia kena glukoma. ia menyapaku hangat : hai nadia, kamu pasti nadia
yaa..ayo masuk.
aku malu. sebab ia mengalahkan aku dengan
sebuah sikap manis.
rumahnya mungil dan rapi. desain interiornya
kalem dan lembut. aku mendadak sedih. seluruh desain interior ini pernah ada
dalam bayanganku sebelumnya. aku pernah mencatat di selembar kertas. waktu itu
hujan turun, gerald bermain piano. aku menuliskan rumah impianku, gerald
mendengarkan aku berkhayal sambil terus bermain piano,aku yang remaja,
meletup-letup dan tulus seperti anak anjing. sekarang aku melihat ruang tengah
yang dicat warna langit biru, dengan awan-awan putih berarak. di ujung tembok
yang lain, ada goresan magic hour, paduan warna langit sore, jingga kelabu
merahmuda dan ungu. tembok ini pernah ada di mimpiku sebelumnya. aku pernah
merencanakan dan merancangnya.
belum pernah aku dilukai begitu rupa oleh
seorang lelaki. aku memutuskan pulang. kupeluk catrine dengan dekapanku paling
hangat. aku memeluk dia dan berkata, selamat ya cath. ucapanku itu tulus, aku
sungguh berharap ia bahagia, aku sungguh-sungguh berharap ia bahagia, ia sudah
menaklukkan hati gerald, itu saja. ia sudah memenangkan kompetisinya sendiri.
segala buruk sangka mengenai catrine lenyap sudah, dendam itu terhapus
pelan-pelan, hanya sedih yang belum hilang, bahkan 2 tahun kemudian.
aku pengen muntah. aku pengen muntah. aku mual
dan berkeringat. aku marah dan muak. aku marah dan muak.
aku menyimpan perkara itu seorang diri.
kawan-kawanku mulai menganggap aku sudah move on, sudah pulih dari luka sakit
hati. aku tak tahu apakah aku masih sakit atau sudah relieve.
keponakanku yang menyadarkan aku. dia mengajakku nonton teletubbies favoritnya. aku dipaksanya menonton teletubbies yang suka berpelukan dan makan puding tubbie warna pink.
teletubbies membuatku ngeri. ada wajah bayi di
dalam matahari. kalau saja aku dapat, aku ingin meremas matahari dan membuatnya
jadi serpih. besok pagi, tak bisa kau lihat lagi ada bulatan cahaya cemantel di
angkasa. aku sudah menghancurkannya kemarin sore. kau tak akan lagi lihat
cahaya. ini sebuah keadilan. hidupku telah terlampau gelap dan kau tentu saja
harus ikut merasakannya. sebab kau bagian dari gelap itu. kau yang membuatku berubah jadi gelap. kau tak
layak merasakan cahaya sebab kau sungguh-sungguh tak layak. kalau aku sakit kau
juga harus ikut merasakannya, itu adalah tanggung jawab, sebab kau bagian dari
gelap itu. tentu saja aku tak baik-baik saja. aku tak berharap kau baik-baik
saja..aku marah dan muak ketika kau baik-baik saja. asshole !!
rasanya bisa marah-marah menyenangkan
ternyata. bapak dan ibu tak pernah mengajari aku melempar-lempar barang. aku
tak pernah menemukan mereka berteriak satu sama lain. aku seperti pendosa berat
ketika mereka menemukan puntung rokok di kamarku. detik itu aku menyakini bahwa
privasiku betul-betul dibatasi. aku tak bisa menangis dimanapun. aku tak bisa
mengekspresikan kekecewaan hatiku, bahwa aku tak diinginkan, tidak diperlakukan
adil.
sampai suatu hari minggu yang telah menjadi
terlalu biasa, aku menjumpai dia. paman yang angkuh. ia yang terbiasa
mendominasi dan menaklukkan. ia yang bisa menentukan posisi tawar dirimu. ia
kaget ketika aku menentukan kedudukanku sendiri.
kami banyak bercakap. minat yang sama tentang
film, teater, musik dan buku-buku. kesamaan pandangan pada isu-isu sosial dan
politik. aku selalu menyukai tatapan-tatapan cerdas dan bergairah. aku selalu
menyukai cerita-cerita yang hidup, cerita yang tidak harus ketemu ending. aku
menyukai orang-orang gigih yang percaya pada kekuatan mimpi, mereka yang
tergerak untuk kemanusiaan, mereka yang berjuang di dalamnya.
waktu kecil bapak mengantarkan aku sekolah minggu, kelasnya ada di seberang gereja. ia menggandeng tanganku sembari bernyanyi mengenai apa saja. kita mengharapkan apa yang kita lihat, kita menantikannya dengan tekun, begitu kata Paulus ketika telah menjadi murid Yesus yang setia. Paulus tak pernah berjumpa dengan Yesus sebelumnya kecuali dalam suara yang mengawe-awe dan terluka, ia memiliki pledoinya sendiri. tadinya namanya Saulus dan dia memiliki kegigihan untuk menghabisi pengikut Yesus. Tuhan seperti ingin berujar : tak ada yang tak mungkin.
ketika
besar aku mengalami tuhan tidak mengabulkan doaku yang tulus, meskipun aku
berharap dan menantikannya dengan tekun. aku sudah kehilangan pesona akan
hadirnya mukjizat. sudah kehilangan pesona ketika mulai berani bertanya : hai
kristus..mengapa kau mau percaya ia tak akan mencelakakanmu. apa yang
membikinmu yakin tuhan tak akan mengecewakanmu,
pada
kasusku : menanti gerald.
sepele..dulu tidak.
begitulah, suatu sore aku jatuh cinta dengan
seseorang yang seharusnya menjadi pamanku. ia duduk membaca sebuah buku. ia
angkuh dan tak bisa ku rengkuh. aku mencintai dia diam-diam. aku takut jatuh cinta lagi sebetulnya. aku tidak akan
sanggup menghadapi pahitnya di kemudian hari.
aku tidak bisa membohongi diriku. kendatipun
aku takut jatuh cinta lagi. diam-diam aku memang merindukan dia. meski
kerapkali kulihat anak istrinya tertawa di sekitarnya. aku tetap tergetar dan
terpesona.
aku memperhatikan bapak ibu. mereka terlihat
seperti orang baik-baik. ibu sepertinya tak akan tidur dengan orang selain
bapak selama usia pernikahan mereka. bapak sepertinya hanya setia kepada ibu
meskipun sudah ada perempuan telanjang membikin penisnya tegak. aku
memperhatikan mereka. atau mereka begitu rapi menyembunyikan itu satu sama
lain. barangkali masing-masing pernah saling berkhianat dan melukai lebih hebat
untuk menunjukkan siapa yang lebih punya sikap. aku memperhatikan mereka dan
tiba-tiba merasa menjadi pendosa berat karena menginginkan seseorang. tidak
bisakah kalian berbagi padaku mengenai fantasi seksual, supaya aku tak
sendirian merasa seperti binatang. tidak bisakah?
Minggu-minggu berlalu, aku berusaha keras
untuk tidak mencintai dia. bagaimana bisa aku melukai hati perempuan lain, aku
pernah merasakan sakitnya dibodoh-bodohi. tapi aku tidak bisa berhenti
mengagumi dia.
apa yang aku tahu tentang hidup..gak banyak..
fenomena itu berlangsung terus menerus seperti cakrawala saja yang didekati dan
dia akan terus menjauh... aku selalu ingin ketemu gaduh, supaya aku merasa ada
yang menemani.
kami mengobrol di teras rumah selepas acara
lingkungan, dia baru saja selesai mengobrol hangat dengan bapak dan ibu. belum ada teman kencan yang serius selama
setahun itu, kalaupun ada kawan laki-laki mengajak pergi, mereka betul-betul
hanya kawan yang nyaman.
obrolan-obrolan dengannya berlangsung sangat
wajar, ringan, menyenangkan, dalam, sama menyenangkan. aku makin mahir
mengendalikan tatapanku, mengendalikan keliaran dari dasar hatiku yang
menginginkan dia, aku yang mencintai dia pelan-pelan, diam-diam, menahan hatiku
kuat-kuat. jenis cinta seperti ini menyiksa. kau tidak bisa bilang
merindukannya, kau tidak selalu punya alasan untuk bertemu dia, pertemuan
selalu sebentar dan tanpa sengaja, kau tidak bisa mengondisikan pertemuanmu,
kau takut ketahuan jatuh cinta, dan hatimu kalut, sebab kau masih ingin
memandanginya lama, kau masih ingin berada bersama dia.
hari itu aku tahu bahwa aku tidak mencintai
dia, si paman itu. aku hanya ingin bersanggama. karena aku marah.
suatu hari kami berpapasan dalam sebuah
festival komputer dan alat elektronik, hari telah sangat larut, tidak sengaja
bertemu. demi keramahtamahan yang sopan, ia menawariku pulang, hatiku berdegup
satu-satu. ia bertanya apakah tidak apa-apa minum kopi sebentar. aku menerima
ajakannya. obrolan malam itu berubah jadi dalam. ia menggeser kursinya, duduk
di sebelahku. aku bisa merasakan hembus nafasnya menggelitik di liang
telingaku. ia menggodaku, bibirnya menempel di pipiku. aku mengajaknya pulang.
ia menggandeng tanganku menuju parkir. jalanan lancar dan lengang, mobilnya
dingin. ia menghentikan laju sedannya. ia tersenyum menatapku. kemudian mencium
aku pelan-pelan. aroma tubuhnya menempel di kulitku, ia mengetatkan dekapan.
membuka kancing kemejaku satu persatu.berusaha mengulum puting susuku.
hisap..hisaplah di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar