namanya juga mampir
ke blog orang, kalau gak satu selera, kalau gak suka, gampang kok, silahkan
tinggalkan. toh gak ada yang nyuruh mampir juga kan. di semesta maya (ahh saya
nemuin frase ini baru saja) kita bisa cari mana yang mata ingin lihat dan hati
ingin dengar. kita bisa sekedar numpang lewat atau tenggelam bersama si penulis
blog, ikut merasa jadi bagian hidupnya, ikut merasa senasib sepenanggungan –
kalau kata best friend saya ellen : been
there (dengan nada bicaranya yang berlagu itu) - meski dalam dunia nyata
kita tak pernah sekalipun bersinggungan.
dalam semesta maya kita bisa pilih percaya
yang dangkal-dangkal, gampang-gampang, atau mengerenkan (membikin keren) diri
sendiri sesukanya. kita bisa jadi beku, kaku dan batu. juga bisa cair, lentur
dan fleksibel. kata miley cyrus kita bisa mengubah pikiran dan suasana hati
semudah ganti baju dan potong rambut – tapi gak semua orang nyaman dengan gaya
yang baru, penampilan baru dan cara berpikir yang baru .. atau gak siap.
kemarin saya baca
tulisan seseorang, dalam sebuah website yang saya anggap prestisius dan
mencerdaskan. saya temukan paragraf berbunyi kurang lebih seperti ini : tapi muda-mudi di kafe ini, mana ngerti
politik, kenal juga enggak. mereka terus saja asyik dan bergembira, menikmati
pizza berlumur keju, dan di luar sana, pengamen kudisan menatap penuh ingin
lezatnya makanan yang tak pernah bisa ia kecap. tak ada yang sempat
memperhatikannya sampai seorang satpam mengusirnya pergi.
saya kok terganggu
ya. dan cenderung tersinggung.
perasaan seperti ini asik.. bikin saya punya kesempatan untuk bertanya ke diri sendiri : kenapa terganggu.. dan ini memancing saya untuk menulis.
perasaan seperti ini asik.. bikin saya punya kesempatan untuk bertanya ke diri sendiri : kenapa terganggu.. dan ini memancing saya untuk menulis.
saya
cenderung khawatir kita mengeneralisasi banyak soal terlalu cepat, bias, lantas menjatuhkan
stigma. saya mengerti sekali cemas dan gemas yang dirasakan penulis. betapa bahayanya ketakpedulian itu.
patungan bayar bill itu lebih mending ketimbang ikutan seneng-seneng tapi gak mau bayar..cari gratisan dan ngerepotin orang. lebih baik lagi kalau uangnya hasil uang halal. |
saya paham betul rasanya berada di tengah muda-mudi yang
apatis. yang jam-jamnya dihabiskan dengan menggalau, yang membiarkan diri serba dangkal dan banal, mereka yang punya mental ringkih,
saya ngerti..
saya juga yakin bahwa banyak orang telah berupaya menularkan kesadaran tak hanya dalam tulisan tapi perbuatan. soalnya saya yakin percuma kalau cuma nulis aja dan gak mendekati ‘mereka yang dimaksud’ untuk mau terlibat dalam persoalan yang lebih besar atau melihat kegelisahan penulis, persoalan yang lebih ada gunanya.
saya juga yakin bahwa banyak orang telah berupaya menularkan kesadaran tak hanya dalam tulisan tapi perbuatan. soalnya saya yakin percuma kalau cuma nulis aja dan gak mendekati ‘mereka yang dimaksud’ untuk mau terlibat dalam persoalan yang lebih besar atau melihat kegelisahan penulis, persoalan yang lebih ada gunanya.
saya khawatir kita sama-sama tak mengerti apa
yang sedang coba kita bicarakan, yaitu membuat orang-orang merasa bahwa
persoalan yang kita anggap ada gunanya adalah persoalan mereka juga – persoalan
bersama, agar mereka tahu bahwa di luar dirinya, ada
kehidupan lain.
barangkali selama ini ada kehidupan lain yang belum sempat
mereka lihat, belum sempat mereka perhatikan, atau sama sekali belum ada sisi-sisi kehidupan lain yang merasuk dalam
kesadaran mereka.
saya penyuka
jalan-jalan, saya rutin ke kafe, saya rutin ke mall, rutin nongkrong – biar
gampangnya baiklah saya sebut rutin hura-hura. tapi bukan berarti tak mengerti politik
dan tak berjiwa sosial, bukan berarti gak ngerti busuknya pemerintahan kita,
bukan berarti tak tergerak untuk indonesia yang lebih baik. pelabelan seperti
ini membikin saya risih sebab orang tak harus jadi militan untuk membela apa
yang diyakininya benar.
soal kebenaran, ini
lain lagi, kebenaran milik siapa soalnya.
baiklah kita
sempitkan obrolan ini.
kamu tahu, saya
bangga pada diri sendiri karena telah satu setengah tahun ini melakukan
refashion. dan saya tak merasa militan. saya melakukannya pertama, dengan
membayarkan ongkos vermaak ketika melakukan proyek-proyek refashion (sudah ada
80-an baju) saya telah membantu seseorang lepas dari hutang – ia punya
penghasilan, merasa berguna, merasa punya makna, dan mampu bertahan hidup.
kedua, saya merasa telah peduli terhadap bumi. diri saya sendiri teraktualisasi
ketika melakukan refashion – mendesign, menemukan jati diri lewat cara berpenampilan
yang khas saya – sederhananya saya merasa keren karena beda.
keren dan beda.
sebagai penanda eksistensi kita di dunia.
kalau ingin menarik
minat-minat anak muda seperti dituliskan ‘berada
di kafe dan tak sensitif lingkungan’ tentu saja mereka belum tentu bisa
diajak ikutan orasi dan demonstrasi, mana mau panas-panasan atau jubel-jubelan.
harus ada satu cara menarik minat mereka supaya ‘terlihat keren dan beda’. buktinya
mereka mau panas-panasan atau jubel-jubelan di acara-acara konser. karena ini
keren di mata mereka, meningkatkan self esteem.
kalau mau ya kita
putar otak sehingga mereka bisa terlibat dan ikut-ikutan merasa keren dan beda karena ngerti politik donk...
(harus ada donk-nya biar membaur,kalimat ini pun harus dinyatakan dengan
vokal yang agak-agak genit).
saya berada di
tengah-tengah situasi itu. duatahun lalu saya rutin kamisan, beberapa kawan
kampus tertarik ikut tapi lama-lama menghilang karena ‘seleksi alam – ini
istilah wanda, senior saya di choir.’ bagaimana saya bisa memaksa orang yang
tak merasa kamisan penting bagi mereka?
itu bukan salah
mereka.
di suatu sore kamis
saya berpapasan dengan kawan lama, dia laki-laki. kami bertegur sapa dan dia
menanyakan apa rencana saya hari itu. saya menjawab akan berangkat kamisan
kemudian menerangkan dengan singkat, padat, dan jelas mengenai kamisan.
dia menahan saya
untuk tak pergi. katanya : udah kelarin
aja skripsi lo.
ehh busett..jawab saya.
lantas teringat di
mana dia sekolah dan menahan diri untuk tak buka mulut lebih jauh - bukan
khawatir dia tak mengerti, tapi justru memposisikan seandainya saya adalah dia
- akhirnya saya katakan : goodbye see you
later.
dia bukan tak peduli.
jenis kepeduliannya berbeda. dan dia tidak jahat.
nongkrong di kafe
tentu tidak jahat.
tak punya kesadaran
tentu tidak jahat...barangkali bukan tak punya, tapi belum punya, karena belum
ada yang memberi tahu, makanya beri tahu donk.
ada sejenis
orang-orang tertentu yang gemar bermegah diri karena tak buta sesuatu dan
merasa superior dengan bisanya itu, sehingga itulah caranya untuk menyatakan :
saya tak sama dari kamu. semoga saja bukan itu yang ingin penulis ‘tadi’
sampaikan lewat curhatannya.
memangnya kenapa
kalau tak sama? apa yang membuatmu merasa terganggu. genggam erat juga donk
orang-orang yang berada di luar perkumpulanmu, biar gerakanmu makin maju.
saya ingat suatu kali
ada kawan berseleroh, sebabnya saya ikut kegiatan ini itu yang ada bau-bau
politiknya (eh, emang politik apa sih) tapi kuku jari saya berkuteks, katanya penampilan
saya modis, tubuh saya harum dari rambut sampai kaki, wajah saya rapi bermake
up dan tas jinjing saya katanya keren banget.
singkatnya dia mau
bilang saya tak sederhana.
saya menerjemahkannya
sebagai ‘kok elu gak ngerti sih caranya
membaur. gak cocok loe di acara beginian.’
hmm.. mungkin dia tak
sedang menggunakan imajinasinya. mungkin dia tak sempat tahu bahwa sebelum
datang ke acara tersebut –yang ada hubungannya sama panas-panas dan bau – saya
punya acara pendahulu di sebuah mall atau kafe untuk menjalin relasi dengan
orang-orang yang saya anggap penting untuk hidup ke depan. dan karena merasa
terpanggil untuk ‘hal penting yang lain’ saya lantas melesat pergi untuk
memberikan dukungan terhadap isu-isu tertentu. tapi tampilan saya yang tak
sederhana itu membuat dia lupa bahwa saya menyediakan waktu dan pikiran untuk
sesuatu yang lebih baik bagi indonesia kita.
hanya karena
penampilan saya atau di tempat mana saya nongkrong seseorang mudah
men-generalisir dan menjatuhkan stigma.
saya cuma ingin
kehidupan yang lebih baik untuk setiap penghuni bumi, serius, dari manusia,
hewan, tanaman, tanah, udara, air, apapun deh. terpenuhinya hak asasi –
pastilah – dan keadilan tegak.
kepedulian saya kan
gak ditentukan apakah saya berkuteks atau enggak, penampilan saya modis atau
enggak, tubuh saya harum atau enggak. di mana saya nongkrong sama kawan-kawan,
apa konser yang saya tonton dan berapa uang yang saya keluarkan untuk nonton
konser itu. di luar itu saya juga punya kepedulian terhadap sesama, dan gak
buta-buta amet sama politik.
saya cenderung
khawatir, dengan melabelkan muda-mudi di
kafe ngerti aja enggak soal politik, kita justru dengan sengaja menjauhkan
potensi yang sangaaaatttt besar untuk menyelamatkan negeri. membikin bangsa ini
punya harga diri, punya rasa malu, punya hati dan nurani, untuk membangunkan
indonesia yang koma ini.
jangan suka sengit
duluan sama orang-orang ‘yang kebetulan
sedang bergembira’ belum tentu mereka gak terpanggil untuk membantu orang lain.
belum tentu mereka gak paham soal prabowo subianto, bimo petrus, amir
syarifudin, agus salim, tan malaka, munir dan bung hatta. belum tentu.
belum tentu mereka
cuma kenal nikita willy.
sekian laporan cuaca
kali ini.
berkah dalem.
salam kenal...ini septian :)
BalasHapussiberuanggendut.blogspot.com