Jumat, 23 Desember 2011

misfit




Bis malam yang kutumpangi berhenti sebentar-sebentar sejak rumah makan Giri Agni terlewati. Penumpang turun satu persatu. Aku bersandar di jendela, rembulan malam ini purnama, besar dan bulat. Rembulan itu menemani malamku sejak duapuluh delapan tahun sepuluh bulan dan empatbelas hari lalu. Ibu dulu mendongengkan aku tentang bulan, ada kelinci berlarian di sana, dan aku percaya. Ada masa aku percaya pada keindahan hidup yang tak tercemar oleh perih, kau yang menggoreskan perih itu sayang, aku selalu menyayangimu. 

Kawan perjalananku laki-laki yang manis. Aku bisa saja jatuh cinta pada dia. Dia serupa kamu sayang. Kulit coklat geseng terbakar dengan aroma keringat campur cologne, hanya saja rokoknya bukan filter. Wajahnya juga penuh bopeng, seperti wajahmu yang selalu kuingat setiap rindu dan meninggalkan helaan sedih setelahnya. Aku memperhatikan ulir daun telinganya, mirip milikmu. Mas bukan siluman kan, aku bertanya kepadanya. Dia tersenyum lalu mengucap sambil tertawa : saya bukan lagi laki-laki pengembara. Ia punya anak dan istri. Anaknya laki-laki kelas 3 SD, istrinya sedang mengandung anak kedua mereka. Dia pergi lima hari untuk menengok ibu dan bapak di Wonosari. Aku memperhatikan dia dan mengucap, saya kangen pacar saya, saya masih menganggap dia pacar. Kemudian kami tutup mulut.

Semalaman itu aku memandang rembulan terus menerus. Membayangkan kamu malam ini. Aku ingat kita pernah muda, pernah tinggal bersama, di kost-an busuk yang pengab. Tempat kita sepasang pemuda pemuja Beatles dan Vivaldi berbagi mimpi dan rahasia, menuang percintaan, setan dan guntur di atas kanvas dari kain bekas tepung terigu dan menjualnya untuk sedikit saja keperluan makan kita yang sederhana. Aku mengingat dirimu dengan partitur Ave Maria. Aku yang mencintaimu pelan-pelan di sela lirik dominus tatum. Dan merasa sangat bersalah, merasa sangat berdosa, noda itu tak akan hilang sampai hari matiku.

Apakah Tuhan akan mengampuni aku.

Aku mengingat kamu dengan kaos oblong paling lusuh, aku tak bisa membuatnya tetap putih seperti saat pertama aku memberikannya untukmu. Kamu pantas pakai pakaian apa saja, kamu persis cantelan baju, begitu ujarku dulu. Kau menghampiri aku dan memagut leherku, tanganmu masuk ke celana dalamku, setelah itu kita bergulat hebat. Aku menyukai perlakuanmu yang ganas dan buas, sebab itu membikinmu lepas. Kau mampu menciptakan komposisi paling bresek tentang penghakiman atas diri kita, kau menumpahkan kemarahanmu lewat piano busuk dan cello yang membikinmu selalu mengangkang  dan membikinku ingin kau masuki terus menerus.

Sayang, sayangku, kau satu-satunya yang tak menjatuhkan penghakiman atas diriku di dunia yang sudah jadi keparat ini, mereka yang melarang kita bersama, hingga kini aku tak pernah menyesal mencintaimu. Dan aku tahu bahwa kematian tidak memisahkan perasaan jatuh ke jurang dalam yang seringkali kurasakan di masa hidupku. Aku paham mengapa mereka tak pernah paham. Karena itu aku mencintaimu, kau mengajariku untuk tak takut pada kehidupan. Kukira aku tak takut pada kematian, dan kau tak sungguh-sungguh berani dalam hidupmu kalau boleh jujur.  Ku kira kau juga gentar pada sesuatu.

Setelah bulan Februari nanti, aku tak lagi bisa melihat dirimu di layar perak, kau tak lagi asyik bercengkrama dengan piano dan cello, tak lagi sorot kamera mengganggumu, meski kau selalu tampak duapuluh kali lebih tampan dalam cahaya dan make up.

Di mataku kau selalu muda. Aku mempertahankan ilusi itu, sebab aku tak pernah ingin kehilangan dirimu. Aku tak suka jadi tua. Tua membikin kita menyadari banyak waktu terbuang dan ternyata masih banyak hal tetap tak mampu kita urai.

Langit sore tadi sebelum aku berangkat dengan bus malam dari terminal Lebak bulus berwarna kelabu, seperti hidup kita yang abu-abu, kadang ada biru. Kau tahu aku bersedih untuk hidup kita saat ini, perjalanan panjang yang pernah kita lalui bersama. Rerepih berlian turun setelahnya, menderaku dengan perasaan girang yang tak bisa aku sangkal. Aku menyukai hujan, dari dulu, seperti kau menyukai menyeruput kuah mie instant dengan potongan cabe rawit, makanan kita yang serba prihatin dan sederhana.

Kau memutar The Beatles, with a little help of my friends, membuat jantung kita berdetak cepat, betulkah kita hanya sahabat. Aku memandangi kamu, wajahmu yang tampan. Aku mengenang perkenalan pertama kita, partitur-partitur dengan toge-toge yang lucu dan imut. Perkenalan sepasang manusia yang sama-sama diasingkan oleh manusia lain. Aku yang ditolak keluarga besarku, mereka yang memasukkanku ke berbagai panti rehabilitasi berharap aku kembali ke jalan yang benar : mereka menolakku sepanjang hari. Ayah tidak pernah mau menganggap aku sebagai anaknya. Aku bersedih untuk ibu sebab aku tidak bisa menjadi anak kebanggaannya, anak yang ia impi-impikan sewaktu mengetahui jenis kelaminku. Aku keberatan dengan kata jenis, mengapa kita harus menjadi berjenis-jenis. Kau mengetahui piluku. Kau pun merasa terjebak dalam keseharianmu. Kau menyingkirkan dirimu sendiri sambil berusaha menyembuhkan diri, sebab sudah ada calon pengantin yang menantimu. Aku tujuhbelas waktu itu dan kau baru akan tigapuluh.

Kau bertanya bagaimana mulanya pada kamu, setelah kita bercinta sepanjang malam, aku mengunjungimu sebulan sepuluh kali. Aku yang sembunyi-sembunyi berkata ada tugas sekolah dan harus menginap untuk mengerjakannya sampai tuntas di rumah seorang kawan. 

Aku tak bisa menjelaskan, sama seperti ketika kamu disuruh menjelaskan mengapa tiba-tiba tertarik pada seseorang, karena kau hanya merasa tiba-tiba klik dan cocok. Jangan menganggapku gampangan, sebab aku tidak biasa jatuh cinta, aku selalu menekan dan menindihnya kuat-kuat, karena aku selalu ingin jadi anak yang berbakti dan tidak mempermalukan keluarga. Tapi bagaimana bila perasaan itu tak bisa kusangkal, ada perempuan dalam tubuhku laki-laki. Ayah dan ibu tidak bisa mengerti ini, aku tidak mengerti mengapa aku tidak boleh mengalami hak hidupku yang asasi. Aku tidak mengerti mengapa aku dianggap busuk dan jorok, aku merasa dilecehkan ketika keluargaku tidak menganggapku layak karena aku tidak sama dengan mereka. Aku menelan kesedihan itu bertahun-tahun. Tidak bolehkah aku menjadi diriku sendiri. Yang suka melukis dan suka menyanyi, yang tidak merugikan siapa-siapa karena tidak ingin melukai siapapun juga. Aku bersedih setiap saat lewat pandangan mata sinis orang-orang yang menganggapku layak disingkirkan.

Apakah Tuhan akan mengampuni aku. Karena aku tidak lagi mematuhi orangtuaku, karena aku mau percaya bahwa meskipun ada perempuan dalam tubuhku laki-laki, aku tetap manusia yang sama terhormat dan bermartabat. Adakah orang-orang itu selesai menuduhku biadab karena ada perempuan dalam tubuhku laki-laki.

Hanya karena kita berbeda maka kita boleh di bully. Kau sering kali diusir dari kontrakan ke kontrakan karena penduduk setempat membenci keberadaan kita yang tak lazim. Dan mereka merasa disokong oleh agama yang membolehkan kekerasan berlaku terhadap kita karena kita berbeda dan boleh di hukum. Mereka lupa bahwa mereka juga berdosa. Batas toleransi tak lagi tegak. Padahal kita manusia yang sama. Aku tak pernah berniat secuil pun melukai orang-orang itu. Mereka menghina kita dan merasa diri lebih punya kuasa sehingga kita boleh dianiaya, padahal kita sama punya kontribusi dalam bermasyarakat, dalam peradaban. Kamu tidak boleh dilukai sayang, tidak boleh. Biar aku saja yang dianiaya. Kamu harus melanjutkan hidupmu, masa depanmu luas dan bersinar. Kita adalah orang baik yang terjebak, kita tak boleh kehilangan semangat bahwa kita tetap punya hak untuk hidup dan melanjutkan hidup.

Kamu telah menikah dengan seorang perempuan cantik. Tapi kamu tidak pernah bisa memiliki anak. Kau membiarkan rambutmu putih oleh uban. Kau masih sering mengunjungiku sesekali. Tapi kita tidak bercinta. Aku menghormati istrimu. Aku bertanya, kamu betulan bisa bercinta dengan dia. Kamu tidak menjawab, matamu menjelaskan semua. Kamu gak boleh nyebarin penyakit, pokoknya gak boleh, begitu aku berkata dengan bulir airmata yang mengalir perlahan.

Hidup kita terhormat, kendatipun orang-orang menutup mata akan keberadaan kita. Aku tertawa, aku gak pernah lagi merasa diriku busuk – misfit – tapi tidak busuk. Aku tidak lagi membenci ayah dan ibu. Karena ku pikir, kalau saja mereka tahu, kalau saja mereka mau memahami mengalami jadi aku, mereka tidak akan melukaiku. Karena aku tahu mereka tidak tahu, aku bisa mengampuni itu. Aku tidak bersedih lagi. Aku tahu Tuhan bukan manusia yang mudah menghakimi. Karena itu aku juga tahu bahwa hidupku sama berharga, Tuhan sama mencintaiku.

Bolehkah aku menciummu? Kau bertanya lima tahun lalu, setelah itu kita sengaja tidak bertemu. Kamu memilih untuk menjadi anak yang berbakti bagi keluarga, menikahi calon pengantinmu dan membohongi dia selamanya.

Aku menerima berita itu kemarin sore.

Aku masih ingin merasakan sihir cinta itu yang pernah kau sepuhkan pada langit sore hari warna ungu jingga dan merah jambu, waktu itu seingatku tidak ada kelabu, kecuali di pagi hari selalu ada embun yang aku kumpulkan dalam mangkuk daun. Aku tak merasakan lagi keteduhan itu.

Kau menyetel semua lagu kenangan kita di pesta pernikahanmu. Aku tahu itu dari cerita seorang kawan. Aku tidak datang. Aku tidak ingin mengusik dirimu, nanti aku justru membuatmu tambah gusar, sebab kamu boleh memiliki 1 hari sandiwara paling bahagia bagi keluarga besarmu.

Seperti apakah hari depan, kamu tak pernah tahu, karena itu di sini kita boleh bahagia.

Kau sedang menipu diri, aku tak tahu apakah kau masih sering menipu diri. Aku tahu kesedihanmu berlapis, kau ingin meniadakan dirimu, kau ingin menghilang dan tak kembali. kau ingin mengganti identitasmu dan kau masih berseteru dengan waktu.

Aku menggenggam tanganmu dulu itu, berujar : lakukan apa yang kau anggap paling baik sayang, aku tidak akan menghakimi kamu. tidak pernah.

Setelah itu kita tak pernah jumpa lagi.

Berbaikhatilah padaku kematian. Sebab aku tak pernah menolakmu, seperti aku tak pernah menolak menemui hari-hari apes dalam hidupku.

Berbaikhatilah padaku kematian, sebab aku tak pernah menghindarimu, aku menantimu sepanjang hari seperti mencari sinar mentari yang datang membebaskan pada ujung jarum jam pukul tujuh.

Hari ini aku datang. Dengan girang yang tak bisa aku sangkal. Kamu sudah bebas sayang. dunia tidak lagi bersekongkol membikin dirimu sedih terus menerus. Kamu boleh menjaga aku sekarang ini, sampai aku mati dan kita jumpa lagi.

Beristirahatlah dengan tenang sayang. Rahasiamu selalu aman bersamaku. Kamu cinta pertamaku.

Beristirahatlah dengan tenang sayang.

Kamis, 22 Desember 2011

surrounding by christmas spirit




bagi saya, natal adalah cerita nostalgia. hidup berlalu meninggalkan pedih yang berliku juga rasa syukur karena masih memiliki keberanian untuk memperjuangkan hidup, masih memiliki keberanian untuk bertahan dan percaya kita masih memiliki pagi hari yang terang benderang. begitulah.

setahun cepat sekali berlalu. peristiwa-peristiwa datang silih berganti, kita masing-masing mencoba memahami perasaan-perasaan baru, menemukan pengertian di sana sini. sebagian kita telah kehilangan tanpa menduganya akan terjadi, sebagian kita telah kehilangan dan telah mempersiapkan diri akan rasa sedih dan pedih itu dan masih belajar mengatasi rasa kehilangan itu sendiri, sebagian kita belajar bagaimana menemukan keceriaan hidup yang baru dengan bersyukur karena diberi kesempatan untuk menjadi lebih kuat dan tabah. tuhan masih memberkati kita dengan mengijinkan kita menghayati perasaan itu.

hari ini kita selesaikan sedih kita yukk. karena kita berhak untuk merasakan sepercik air yang meneduhkan. mari kita percaya bahwa semesta mendengarkan apa yang batin kita ucapkan, dan semesta memberikan itu pelan-pelan ketika kita siap menerimanya, dengan bekal yang lebih komplit dan pemahaman yang agak sedikit lebih utuh ketimbang waktu-waktu lalu.

kawan, saya berdoa semoga natal kalian penuh sukacita, damai, tentram, dan melegakan di hati.

momen natal selalu membikin saya berpikir ke belakang.

besok kakak saya mudik ke jakarta, kami yang berbagi masa kecil. akhirnya anak jakarta itu bekerja juga. tidak ada yang menyangka ia akan bekerja di malang, tanah tempat keluarga besar bapak saya tinggal. tidak ada yang menyangka bahwa ia akan di sana untuk makin mempereratkan tali silaturahmi yang dulu terhalang jarak dan waktu. seperti ada yang digenapi dengan kembalinya dia di sana, kami seperti disuruh menelusuri kembali sejarah keluarga.

seminggu sebelum natal, rumah penuh dengan harum-haruman cengkih dan kayumanis. saya membantu ibu menakar gula, tepung, mentega dan telur. saya menyaksikan ibu membikin kastengel dengan keju bundar warna merah, putri salju yang berbedak gula bubuk, sisa putih telur yang dibuat lidah kucing. ibu yang menguleni dengan telaten dan melarang siapa saja membantunya menguleni adonan karena panas tubuh dari tangan akan membuat adonan itu lumer dan gagal untuk dipanggang. ibu membuat sendiri selai nanas untuk dibuat nastar. saudara saya abi yang telah menikah masih sering berujar : tante aku kangen nastar-nya tante yang dibentuk keranjang (kami tidak punya lagi waktu untuk membuat kue-kue kering, saya merindukan momen tersebut, karena baik saya dan ibu telah jadi sama-sama sibuk enam tahun terakhir ini).



 lama berselang, waktu seragam saya masih merah putih, saya bersekolah di sekolah katolik, saya jadi kenal santa claus dan pit hitam. perayaan natal di sekolah menyenangkan. pesta sekolah dirayakan antara tanggal 21 sampai 23 desember. dan saya harus eksis, harus naik panggung, ahahhahaa... harus punya kesempatan untuk menyanyi atau menari.

saya ingat waktu tk, saya berhasil membujuk kawan saya togi untuk bersembunyi di gudang sepatu karena begitu takutnya dengan pit hitam. saya tidak ingat wajah togi seperti apa, kecuali dalam benak saya dia anak laki-laki yang larinya lucu karena gemuk dan pendek, saya tidak pernah ketemu lagi dengan dia. tapi saya ingat kejadian itu. pesta sekolah berlangsung meriah dan saya sudah kejer karena melihat di ujung panggung ada mahluk hitam kelam dengan bibir merah membawa karung dan sapu lidi. saya tidak ingat bagaimana negosiasi saya dengan togi, tapi ibu saya hampir selalu tertawa ketika berkata : dulu mama sama mamanya togi nyariin kamu kayak orang bodoh. ini anak ke mana dicari-cari buat dikasih hadiah gak nongol-nongol. pesta usai, saya ingat saya gemetaran dan ditertawakan oleh pengasuh saya mbak titiek yang gemar mendengarkan topik seksualitas-nya dokter naek l. tobing di radio pesona fm.

saya gak  suka dengan karakter pit hitam, bukan karena dia bawa karung dan sapu lidi untuk memboyong anak nakal pisah dari keluarganya. saya sebel karena ada pendiskriminasian di sini. pernah kepikir gak, kenapa si pit itu harus hitam, itu kan seperti jadi kacung-nya orang kulit putih. nah, saya kira santa juga gak suka memperalat orang lain. gitu deh.. tiba-tiba terlintas di kepala. dan santa gemuk berpipi montok warna merah dengan senyum tulus dan mata teduh warna biru itu adalah bikinan coca cola.

 setelah pulang dari pesta perayaan natal di sekolah, saya akan membuat ibu ribet. berbelanja keperluan natal dan membungkusi bingkisan-bingkisan untuk diletakkan di bawah pohon terang. bapak telah mendongengkan saya tentang santo nicholas dari belanda, saya menabung sepanjang tahun, dan membelanjakan sebagian dari tabungan itu untuk hari natal, untuk membeli sebagian bingkisan yang akan diletakkan di bawah pohon terang yang akan dinikmati bersama dengan saudara-saudara.

sekolah saya cukup elite, punya lapangan sepakbola dan lapangan basket sendiri dengan tribun. rumah saya cukup dekat dari sekolah. setiap tanggal 24, bapak saya mengingatkan untuk mencari segenggam rumput bagi rusa santa. saya pagi-pagi mengajak mbak titiek ke sekolah untuk menggunting sejumput rumput di lapangan bola. ada satu masa kami tidak berhasil mencari rumput buat sajen itu, dan mbak titiek menggantinya dengan seikat kangkung. Ya kali rusa doyan kangkung, begitu omel saya, ketika saya tanya, nanti malem santa dikasih minum apa, dia bilang : nutrisari. hari saya betul-betul jadi berantakan.

coca cola membikin image santa jadi seperti ini.

 malam-malam saya tunggu santa claus sambil bertanya : kapan sih datengnya? dan merasa begitu gundah dan resah sampai ketiduran. pagi-pagi ibu saya akan membangungkan saya dengan berisik. lihat-lihat..ada hadiah dari santa di bawah rak sepatu.

makanan di rumah banyak, bapak ibu telah menyisihkan uang setiap bulan untuk merayakan natal di tengah kebutuhan hidup dan penghematan yang bisa dilakukan, berbagi sukacita sederhana dengan kerabat dan tetangga. masak-masak dua hari dan membagi-bagi hantaran natal ke tetangga-tetangga. (sekarang tidak lagi karena ibu saya terlalu lelah melakukannya, sebagai gantinya, setiap lebaran ketika tetangga-tetangga mengantarkan hantaran ketupat opor dan semur daging kerbau – tetangga saya banyak betawi, anak-anak tetangga datang dan berbaris, menunggu uang hadiah, duapuluh ribu seorang anak dengan sirup marjan dan sekaleng kong guan biskuit keluarga. tetangga saya enjir komplain : tante, tahun lalu tigapuluh ribu kok sekarang kurang sepuluh.. ahahhahahaaa).

saudara-saudara saya yang beragama muslim datang merayakan natal di rumah seharian selepas kami pulang dari gereja. mereka akan mengucap : selamat ulangtahun tuhan yesus. sekarang saudara saya sudah menikah semua, dan ganti anak-anak mereka akan ikut merasakan itu. sorenya tetangga berkunjung dan mengobrol panjang. berfoto di depan pohon terang sambil pamer parcel apa yang didapat tahun itu (noraknya) parcelnya tidak dibuka sampai seminggu setelah tahun baru (noraknyaaa.. saya masih ngakak kalau ingat hal ini). saya merindukan momen kanak-kanak tersebut.



begitulah. masa kecil saya menyenangkan.


  
hadiah yang sampai hari ini masih saya ingat adalah sekantong besar anggur hijau. bapak saya membelinya dari pasar buah barito tak jauh dari gereja santo yohanes penginjil, tempat keluarga saya merayakan ibadat dan misa. tapi dulu itu rasanya luar biasa dan mencengangkan. saya ingat bapak saya berkata : ini yang metik santa sendiri lo dari alaska. saya juga ingat anggur itu mengatasi kecewa saya karena tidak mendapatkan sepatu LA gear yang punya lampu berkelap-kelip di belakangnya. atau sepatu boot dokter marteen yang begitu saya inginkan di usia saya yang baru delapan tahun.

uang sejumlah itu terlalu banyak untuk dibelanjakan hanya untuk sepatu. saya terbiasa dengan northstar atau bata dan masih merasa asik-asik saja untuk sekolah. bapak ibu saya mengajarkan saya banyak hal, saya mengetahui bagaimana rasanya membelanjakan uang hasil menyanyi untuk dibelikan sepatu converse limited edition yang saya biarkan jadi buluk karena menurut saya itu keren sekali. itu adalah rasa keberhasilan kecil.

kakak saya sempat bilang, entah dia ingat atau tidak, setelah saya menggunakan AFO. akhirnya lo pake tuh dokmart juga cis.. dia tertawa. nanti gw airbrush biar keren. ahahhaaa.. lucunya hidup. saya betul-betul sudah tidak bermasalah dengan AFO kendatipun orang-orang masih kerap kali bertanya : itu kakinya kenapa? yang membikin saya harus mengulang bercerita lagi dan lagi karena saya gak mungkin bilang : mampir di blog saya aja deh kalau mau tau banyak.

di malam natal, bapak akan menelepon saudara-saudara di jawa dan mengucapkan selamat natal. natal tahun 2009, kakak saya baru bekerja di malang. saya telah setahun menjadi cacat dan belum bepergian banyak, karena kaki saya akan jadi bengkak kalau terlalu lama duduk di dalam kendaraan. tahun itu saya minta pada ibu saya untuk menghabiskan natal di malang. keluarga kami tumplek blek di rumah bulik, adik bapak saya. tahun itu saya seperti disuruh pergi ke malang. mbah git dirawat di rumah sakit, saya mengenangnya sebagai sosok yang hangat, yang selalu mencium saya tiap kali berkunjung, yang memasakkan saya makanan yang saya sukai. mbah git adalah adik dari simbah kandung saya, tapi bagi dia kami semua adalah cucu favoritnya, dia tidak pernah membeda-bedakan. saya mengunjungi dia di rumah sakit, dia tidak mengenali saya lagi. beberapa bulan kemudian dia meninggal. saya masih menyimpan foto terakhir di rumah sakit itu. saya teringat dia selalu memasak kimlo dan babi kecap, dan om nunung akan berepot-repot membeli martabak dan babi merah panggang, juga rujak cingur dan aneka jajanan lain. saya selalu merasa natal dan perayaan kebesaran agama adalah momen reuni yang menyejukkan dan dalam.

dulu saya merasa natal adalah pesta-pesta setahun sekali, makan-makan dan masak-masak, bertukar hadiah (saya selalu membuka bungkus hadiah hati-hati, karena bungkus tersebut akan saya gunakan di bulan juli untuk menyampul buku tulis ketika naik kelas) dan ngobrol-ngobrol panjang.

tiga tahun ini momen natal meluluhlantakkan hati saya. saya teringat perjuangan saya untuk kembali melihat sepenggal dunia. tuhan telah menggenapi itu. tuhan telah mengganti segala sedih dan susah saya. saya telah belajar sangat banyak, saya telah ditunjukkan banyak hal, tuhan telah memberi saya banyak keberuntungan di tengah kesusahan itu. saya belajar menemukan kembali arti keluarga dan sahabat. saya melihat banyak sekali kegelisahan hidup dan melibatkan diri dalam carut marutnya. 



saya merasa digenapi. dulu sewaktu saya mengidolakan saman dan larung, saya tidak pernah tahu akan dekat dengan kehidupan macam itu. tuhan menggenapinya. dulu sewaktu saya mengirim novel paling gak mutu ke dkj dan nangis semengguk karena gak menang (ya iyalaahh..naif aja deh adanya) tuhan menggenapinya saat ini. masih banyak dulu dulu yang betul dulu yang digenapi saat ini. 

saya kira kalau saya tidak jadi difabel, saya tidak akan seterbuka ini untuk menikmati dan hanyut terkendali dalam rupa dunia. saya masih ingin belajar banyak, masih ingin berbuat banyak, masih ingin jadi berarti.

saya masih berdoa ada kedamaian di bumi, ketika kita yang berbeda keyakinan bukan saja masih saling menghormati, tapi masih berbagi tawa, masih melaksanakan kemanusiaan itu sendiri.
liriknya Grown up christmas list sesuai untuk perasaan itu :

No more lives torn apart
That wars will never start
And time will heal our hearts
Every man will have a friend
That right will always win
And love will never end
This is my grown up Christmas List

saya berdoa supaya cinta masih bersemayam dalam hati kita..

sampai hari ini saya masih percaya santa claus. saya masih membikin wish list di usia dewasa saya. saya tidak bisa meninggalkan kebiasaan itu. saya menyukai kenangan masa kecil membanjir dalam ingatan saya.


dear santa, terimakasih karena hadiahnya luar biasa indah. hadiahnya sudah kau kirim sejak 25 tahun 10 bulan lalu : ibuku, bapakku. terimakasih untuk hadiahnya.

kawan, saya berdoa semoga kalian dilimpahi dengan ketenangan, saya percaya kawan akan baik-baik saja, karena kawan kuat dan layak.

kawan tahu pit hitam selalu bawa karung kan... nah ini ada sepenggal lirik dari lagunya eliza doolittle – pack up :

Pack up your troubles in your old kit bag  And bury them beneath the sea
I don't care what the people may say  What the people may say about me
Pack up your troubles, get your old kit bag Don't worry about the cavalries
I don't care what the whisperers say 'Cause they whisper too loud for me

selamat natal kawan... selamat merayakan hidupmu yang baru. saya berdoa semoga kita sekalian dalam keadaan sehat dan hidup, masih memiliki semangat untuk menikmati secuil hidup yang kita hormati. berkah dalem kawan. semoga keberuntungan menyertai.

sampai bertemu di tahun berikut.

Minggu, 18 Desember 2011

wake up .. enjoy your changing



.
Seorang kawan mengeluh ketika membaca tulisan saya, dia bilang tulisan saya berat. saya tak paham dengan berat yang dia maksud. ini bisa pujian, bisa juga celaan. pujian berarti tulisan saya memenuhi standart essai yang baik yang menggugah oranglain, dan sekaligus celaan yang berarti tulisan saya terlalu rumit untuk dimengerti atau saya yang kelewat dangkal sehingga kawan saya yang rendah hati itu tak tega untuk mengatakan langsung : hai..kau dangkal kawan. lagipula saya tak terlalu paham juga jenis bacaan dia, saya bukan stalker soalnya.

tapi saya menerimanya dengan senang hati. Saya menghargai kejujurannya. Saya menghargai karena ia masih mau membaca tulisan saya yang gak mutu. Terimakasih karena masih menyebutku kawan. Kita yang hidup dengan masa lalu, kini, dan nanti di bumi yang sama, yang mencoba memaknai pengertian di sana sini, secuil hidup yang kita hormati.

Jangan bersedih! Kesedihan hari ini akan berakhir. Demikian ibu saya mengutip ayat alkitab bagi saya 3 tahun silam, ketika saya berjuang untuk bertahan hidup dan melatih keberanian untuk bangun dan pergi lihat sepenggal dunia.

Kawan, setiap kita mengalami lotere buruknya sendiri, sebagian sudah mengalami, sebagian sedang mengalami, sebagian lagi masih menunggu jatah tersebut, tentu kita tak dapat menolaknya, karena itulah kita menghargai proses yang sedang berlangsung. Jangan bersedih, jangan sirik, kalau kau merasa orang lain bahagia terus..heii..pasti kamu belum kenal dekat dengan dia, sebab dalam hidup, kita membawa pedih dan sunyi masing-masing, setiap kita. chairil anwar menulis : nasib adalah kesunyian masing-masing. dia tentu saja betul.  

kita mengalami dan memahami bahagia karena mengetahui apa itu sedih dan susah. Tiada kiri tanpa kanan, seperti tiada atas tanpa bawah, dan perspektif itu seringkali keliru. Karena itu, berilah jeda sebentar dalam hidup kita, ampunilah segala deret riwayat kekecewaan, bertumbuhlah dalam harapanmu yang baru, yang seringkali membikinmu kebingungan. saya telah memimpikan banyak hal, banyak sekali. Barangkali kita lupa, bahwa keberuntungan itu datang bagi seseorang yang siap ketika kesempatan datang.  Jadi bangkitlah dari tidur panjangmu, dan bergerak, persiapkan dirimu, jangan lagi menunda-nunda.

Jangan lagi menyesal dan berlarut dalam kepedihan hari ini. Saya tahu perjuangan kita masing-masing untuk bertahan hidup adalah sulit, masih berdiri tegak sampai hari ini bukan perkara mudah. Karena itu, marilah kita memberi harga yang baru karena mau mengampuni diri sendiri, mau menilai dan menimbang dengan adil, kemudian memperjuangkan hidup kembali. Sebab kita tak mungkin menolak kematian. Dia datang semudah engkau mengambil nafas. Ketika semesta masih memberikan kita kesempatan untuk hidup, pergunakanlah.

di bumi yang dengan sedih saya cintai ini, saya masih mau berbuat sesuatu...kita masih berhak bertemu cahaya pagi

Kesannya kok munafik dan terlalu mudah untuk disampaikan yaa.. kawan, saya juga masih berjuang untuk mempertahankan mood yang baik, dan saya tak menolak hari-hari apes dalam hidup saya kemudian, karena saya telah memahami bahwa hidup adalah rangkaian perjalanan, langit selalu tahu kapan harus menurunkan hujan. Saya masih banyak takut dan khawatir dengan hidup saya ke depan, tapi saya kira, itu terjadi karena hati saya tidak tenang dan tidak mau percaya semua akan baik-baik saja.

 Begitulah.

Ini akan jadi awal percakapan kita yang panjang.

kadang saya menganggap diri saya naive..kalau lagi bengong di malam hari, saya sering menyampaikan doa pada tuhan, supaya ia menjaga dan melindungi orang-orang yang menyentakkan hidup saya, supaya mereka terus berkarya dan menularkan kecintaan akan hidup, ini sungguh-sungguh lho. malam itu saya menyampaikan terimakasih untuk mark zuckerberg yang memungkinkan adanya facebook karena saya jadi bisa terhubung dengan kawan-kawan seantero dunia, bisa tuker cerita dan rahasia dengan kawan-kawan, menggenggam kenangan masa remaja.

beberapa waktu yang lalu saya mendapat beasiswa dari Kontras, selama 3 minggu saya bertemu dengan 29 mahasiswa dari seluruh indonesia. setahun kemudian, ketika saya menjadi volunteer di sana, saya banyak berkenalan dengan orang-orang baru, dari pelosok negeri dan luar negeri. kami bertukar cakap lewat facebook, lewat komen-komen status atau foto-foto. kemarin saya ngobrol dengan mereka. Aceh, jogja, Jakarta, palangkaraya, timika, paris, oslo, wina, ketemu bruk dalam dunia maya.

Sebenarnya saya lebih menyukai ngobrol tatap muka, karena saya senang berinteraksi jarak dekat, memperhatikan perubahan intonasi suara, gerak tubuh, kerut di wajah, hal ini membuat saya bersyukur karena bisa berkomunikasi. Nah..ini adalah keberuntungan kita sebagai manusia, bisa berkomunikasi, bisa menyampaikan segala sesuatu. Keberuntungan kedua adalah karena kita makhluk social, mengobrol membantu kita mengingat kembali siapakah saya, di manakah saya berada, situasi apa yang saya hadapi, and so on. Kalau kamu belum pernah memikirkan keberuntungan ini, pikirkanlah. Bisa berkomunikasi dan menjadi makhluk social adalah sebuah keberuntungan.

dear W, terus bertahan hidup yaaa...terimakasih sudah berbagi tawa... membikin saya teringat quote mahatma gandhi :
“Prayer is not asking. It is a longing of the soul. It is daily admission of one's weakness. It is better in prayer to have a heart without words than words without a heart”

Pernahkah kawan bayangkan hidup terisolir, betapa sepi dan gilanya itu (silahkan tonton cast away untuk merenungi rasa-rasa itu). Beberapa bulan lalu saya mengerjakan koding peristiwa enamlima dan menemukan banyak bentuk kekejaman dan penganiayaan yang berlangsung terus menerus, simultan dan bergenerasi, perasaan terisolir itu membunuh korban dan keluarga korban pelan-pelan. Saya tidak hendak mengentengkan kesusahan hidup yang semesta sediakan bagi kehidupan kita. Tapi marilah kita mengambil nafas sejenak sembari mengucap syukur karena masih diberi kesempatan dalam hidup.

Kawan, pernahkah dirimu ketemu seseorang yang mengeluh hampir 5 menit sekali? Ngomel karena cuaca terlalu panas, ngomel karena berdesakan di dalam bus kota, ngomel karena makanan di restoran gak enak, ngomel karena seorang kawan bertanya mengapa kamu mengomel? Saya sering ngomel juga sih, karena itu saya benci diri saya sendiri kalau sudah jadi pengeluh. Mengapa? Karena kita punya otak dan kita tidak bodoh.

Kita pasti tahu tak semua orang beruntung bisa makan hari ini, kalau kamu belum tahu sebaiknya kamu segera cari tahu, ini sungguh terjadi. Di bumi indah yang kita diami ini, ada orang-orang yang tidak bisa memberikan makan bagi diri sendiri, dan ini situasi sedih. Jadi kalau kamu mengeluh untuk makanan yang ada di hadapanmu karena tak sesuai selera, padahal kamu tidak bekerja untuk membeli makanan tersebut, sebaiknya kamu belajar untuk tutup mulut dan menghargai apa yang melekat pada dirimu hari ini. Kalau kamu masih bisa complain, gw udah bayar, enak aja, makanannya gak enak, puuiihh.. oke, anggaplah kamu apes, tapi coba deh kamu berepot-repot untuk memasaknya, dan nikmatilah hasil masakanmu sendiri. Maksudku, kamu telah membuang waktu kan (seneng atau sebel saat melakukannya, kamu tetep buang waktu), kenapa sih ingin dilayani terus menerus?



Kalau kamu ngomel tentang transportasi public di Jakarta yang serba gak beres lalu memarahi orang lain karena mood-mu jadi berantakan, coba kamu bayangkan jadi seorang difabel, perjuangan mereka untuk menghadapi belantara ibukota. Bayangkan dirimu yang kesulitan menghadapi raksasa jalanan. Kita tentu saja boleh menyalahkan pemda dll, tapi konteksnya bukan ke sana, melainkan, bisakah kau menghargai dirimu yang masih hidup. Masih memiliki alat indera sempurna untuk melanjutkan hidup. Semesta tidak meninggalkan kita dengan perkakas hati yang busuk tau.. itu adalah nurani.

Saya pernah tinggal di rumah sakit selama 42 hari, dan kesulitan melakukan aktivitas sepele seperti berak dan cebok, ini sungguhan, dan ini tidak kasar.

Dulu saya merasa hidup saya selesai, keluarga saya mengalami moment jenuh memompakan semangat untuk saya. Sampai suatu ketika bapak saya menulis surat untuk saya, dia kelupaan untuk menyerahkan itu ke saya, barangkali ia menunda karena tidak tega memberikan surat tersebut, tapi intinya saya menemukan dan membaca surat itu. Saya bersedih. Suratnya singkat. Saya tidak ingat persis kata-kata yang tertera, tapi saya ingat satu kalimat yang menusuk hati : ren, macan tidak pernah menyerah, dia selalu bangkit kembali. Dia akan menemukan jalannya sekali lagi. (saya dan bapak bershio macan, saya memang jadi macan loyo tahun-tahun itu). Kata-kata itu mengusik, karena akhirnya saya tahu, saya memiliki Hak untuk Hidup, tidak ada yang dapat menghentikannya. Saya hanya perlu memompa semangat dan mendukung diri sendiri. Ketika saya tidak menemukan hal yang membanggakan diri saya karena semua terasa begitu biasa-biasa dan tak spektakuler, saya melihat tubuh saya utuh-utuh.

Saya tidak menderita kanker dan penyakit berat lain – yang harus saya tanggung sepanjang hayat adalah saya difabel- saya cacat, tapi itu tidak membedakan saya dari mereka yang tidak difabel.


mata saya masih bisa menonton atraksi menarik dari youtube, saya masih bisa nonton dvd, saya masih bisa nonton bokep, saya masih bisa mantengin orang ganteng.. itu asik dude!!

saya tidak bisu dan bisa mendengar : saya bisa bernyanyi meski hanya di kamar mandi, saya tidak kehilangan pita suara, saya bisa berteriak : dasar tengik lhooo babiikkk...taaaiikk, sambil naik kora-kora dan ngata-ngatain mantan atau gebetan yang nyebelin.. hahhaaha..

saya bisa membaca dan menemukan banyak hal-hal mencengangkan nurani. saya bisa bahasa inggris dan berencana belajar bahasa lain. saya yakin keterampilan berbahasa bisa mengantarkan kita melihat sepenggal dunia.

Eek kita masih lancar (demi tuhan, eek di atas kasur itu gak enak banget...kamu gak bangun-bangun dari kasur dan gak bisa lihat matahari).  oksigen yang kita hirup masih gratis, kulit kita masih bisa merasakan angin, meraba benda, tidak terbakar terpanggang api, kaki kita masih bisa diajak menapak, ini adalah keberuntungan, kawan. Oya, ini penting ! kamu masih bisa orgasme!!

Cintailah dirimu sendiri kawan. Cintailah. Karena kamu berharga..karena semesta menyediakan segala rupa sedih dan pedih untuk melatih kita jadi kuat, jadi membumi, jadi lebih rendah hati, kemudian kalau kamu mau dan mampu, kamu boleh membantu kawan-kawanmu, karena ada masanya nanti kamu mengerti bahwa membagi sebagian kecil dirimu untuk orang lain adalah hal yang indah dalam hidup.

Dan kamu masih dicintai, masih ada yang mau peduli bahkan ketika temanmu bertanya untuk sikap burukmu. Kawan pasti tahu bahwa punya teman rasanya menyenangkan, meskipun kadang-kadang kita perlu menyendiri untuk merenungi apa arti kehidupan itu sendiri. Berterimakasihlah dalam hidup, karena ia mengajarkan banyak hal, kalau saja kita mau memikirkannya pelan-pelan, dalam-dalam.

Bagaimana kalau tak ada yang peduli? Pedulilah pada dirimu sendiri. Kalau kau mau tahu, langit itu tercipta dari harapan-harapan kita. Saya bukan katolik yang taat, saya tidak ke gereja, saya tidak tahu bagaimana cara berdoa, tapi saya mengucap kepada semesta, saya membatin dan mengucap. Saya tidak sempat meyakini itu akan terjadi, tapi saya tahu semesta mengetahui pedih dan keperluan saya.

terus berkarya fellas, bagi peradaban...

 waktu saya sma, saya tergila-gila pada ayu utami, dia kebetulan satu almamater dengan saya di tarakanita. 10 tahun kemudian, saya sampai di Kontras, kalau saya gak difabel, saya gak sampai di Kontras. point-nya adalah, semesta gak pernah meleset, ia menunggu kita siap. waktu umur saya 8 tahun saya bercita-cita jadi penulis. waktu umur saya 12-18 tahun, saya merasakan diskriminasi dan pelecehan karena tubuh saya, dan cara saya mengatasi pedih itu adalah dengan menulis. di tahun 2005 saya mengirimkan novel pertama saya ke dewan kesenian jakarta untuk dilombakan, tentu saja tidak menang, judulnya Nyanyian Kembang Kapas, isinya terlalu naive, tapi saya tak kecewa lama-lama. malcolm gladwell bilang setiap orang memerlukan 10.000 jam terbang untuk menjadi terampil. kemarin seorang penerbit menghubungi saya, katanya ingin menerbitkan tulisan saya, padahal saya tidak kenal dia sebelumnya, saya tidak mencari-cari dia. dunia penuh hal-hal ajaib. dan keberuntungan gak punya jam kadaluarsa.  

Kamu masih punya hak untuk tersenyum hari ini. Dan cahaya pagi masih akan membebaskanmu.
Kalau saya gak jadi difabel, saya tidak akan jadi saya hari ini : yang mencintai kehidupan begitu rupa, memiliki mimpi besar dan memperjuangkannya, yang lebih punya hati untuk terlibat lebih jauh dalam kondisi sosial yang sudah serba carut marut untuk lepas dari kedangkalan.

Saat mengerjakan Singgah-novel yang mudah-mudahan jadi terbit itu, saya mencari kawan-kawan untuk saya ajak ngobrol, karena mengobrol adalah kegiatan yang asik. Kawan saya si pecinta alam, dalam sebuah obrolan hangat dan panjang, mengungkapkan sebuah pernyataan lucu. Waktu itu saya bertanya : wa, apa sih yang paling lo banggain dari diri lo. Dia menjawab lugas seketika itu juga : gw bangga karena gw sombong. Kami tertawa geli. Dia menerangkan sambil tertawa. Lo tahu gak kenapa gw bangga jadi orang sombong? Sebenarnya saya bisa menduganya dan menelusuri sendiri dalam benak alasan-alasan mengapa dia suka diri dia jadi sombong, tapi lewat mulutnya, semua terasa lucu dan membumi.
Gw sombong karena gw punya otak dan gw sebel sama mereka yang tolol karena males. Waktu itu kami sedang membahas mengenai pendakian, dan saya terkesima oleh cerita dia. Dia memulai penjelasan panjang lebar itu dengan berkata : kalau lo tahu beban lo makin berat, lo punya otak buat ngakalin gimana untuk membuat lo lebih nyaman untuk menghadapi itu (dia sedang cerita 14 hari mendaki bukit leuser di aceh, perjalanan terjal berliku, dengan terik dan hujan, kondisi tubuh yang menurun). Persoalan gak akan jadi ringan dengan selalu ngedumel, malah nularin semangat negative ke orang-orang lain, karena gak semua orang bisa dan siap sekejab untuk terus tenang.

dia tentu saja benar. gak setiap orang bisa dan siap sekejab untuk terus tenang. mungkin kamu sering mengalami situasi ini dirumah, konflik-konflik yang membikin hatimu sepet sehingga memilih untuk budek elektif.  budek elektif adalah situasi menulikan diri sendiri, tak menggubris obrolan yang tengah berlangsung – ini istilahnya Ellen, dan saya kerap kali menggunakannya dalam beberapa kali kesempatan diskusi yang menjadi debat kusir dan membikin saya muak – bukan sama Ellen diskusinya, tapi sama orang-orang bebel.
Kalau lo kepanasan dan ngeluh terus, lo tolol. Karena lo harusnya bisa membayangkan sebelumnya, lo sudah disuruh otak lo untuk persiapan, lo bisa menyediakan topi atau kipas, dan berkeringat adalah hal menakjubkan, tubuh lo sedang mendinginkan dirinya sendiri. Cuma orang manja aja yang gak seneng apa-apa mengganggu diri dia, hidup di dunia sendiri aja lo sono. (saya terkikik geli, dia  kalau cerita selalu teknis.)

Saya teringat diri sendiri yang seringkali resah kalau kepanasan – saya alergi debu soalnya, dan kulit langsung jadi gatal dan berperuntul macam kulit jeruk purut. Dia benar, saya tahu kok hari akan panas, ketika saya memutuskan untuk pergi, mengapa saya menyalahkan panas, kan saya tahu, kalau panas alergi saya kambuh.

Gw sombong supaya orang-orang lebih maju dari gw, itu adalah pernyataan dia selanjutnya. Supaya orang lain tertantang untuk jadi lebih baik dari gw, nah mereka bodoh kan, ngapain ngelawan gw, kalau mereka jago, kan yang seneng mereka sendiri, yang bangga mereka sendiri, dan gw ikutan senang dari kejauhan melihat mereka berhasil. Kawan saya ini kompetitif dan mengedepankan fairplay, dia pendiam tapi omongannya dalam, dia tidak cepat akrab pada orang tapi obrolannya membangkitkan motivasi meski dia tak suka baca buku dan mikir berat-berat.  dia bilang, gw gak bisa ngedidik orang yang ketahuan gak mau ngedidik diri dia sendiri (dia adalah senior di UKM-nya yang melatih banyak anak muda untuk berani dan percaya pada kemampuan dirinya, kemampuan bernalar, menganalisa dan memutuskan).

Saya terkenang malam-malam curhat dengan seorang sahabat saya si perempuan hebat yang menyesatkan saya dalam pikuk derrida, dia anak filsafat UI, umurnya waktu itu menjelang 20 sementara saya menjelang 25, kebetulan saya tak merasa terbebani dengan umur, dan senang mendapatkan ilmu untuk meluaskan wawasan.

ia mengatakan : lo cocok deh ren kerja di bidang social atau jadi guru tk. Saya tertawa membaca tulisan itu. kami ngobrol di room chatting facebook, dan saya kerap kali membuka ulang text conversation itu bila butuh untuk tahu lebih dalam, karena ucapan-ucapan dia selalu melecutkan saya, dia tidak menghakimi dan selalu balik bertanya mengenai apa yang saya tanyakan. Awalnya kebingungan, tapi dia membantu saya untuk berpikir runut dan sistematis. Dia mengajarkan saya banyak hal ketika dia mengajari saya untuk menghargai pikiran dan pendapat saya pribadi, menghormati proses kehidupan yang seringkali di masa lalu, saya kutuk. Dia mengajari saya menilai diri sendiri dengan lebih adil. Saya berterimakasih untuk itu, karena ia meluangkan waktu untuk obrolan-obrolan yang membikin saya membuka diri dan menyembuhkan diri pelan-pelan.

Saya melihat melalui dia, bahwa keberhasilan bukan soal keberuntungan dan koneksi, keberhasilan juga perlu diraih sendiri. Mimpi besar tak akan segera menjadi kalau kita tidak mendisiplinkan diri sendiri.
Dalam lini apapun saya kira, kesiapan mental dan bekal pengetahuan itu penting, juga obrolan-obrolan tak penting itu penting, karena memunculkan ide gelembung sabun, yang membikin dirimu dihantam dengan lembut. The time you enjoy wasting is not wasting time. Tapi berlarut dalam kesedihan, hanya mengurangi keberuntungan, karena sebetulnya kita bisa menyiapkan diri untuk segala sesuatu.

Keterampilan tidak selesai dalam satu hari. Kamu mesti menempa dan mengasahnya terus menerus, kamu perlu melihat dunia yang lain. Kamu perlu melatih keberanianmu. Galilah dirimu terus menerus kawan, kendatipun dingin hari ini melebihi dingin yang pernah kau tahu, kendatipun saat ini terasa begitu jauh dan berliku, nikmatilah perubahanmu.

Tidurlah ketika kau membutuhkan istirahat tenang yang panjang atau sejenak. Kemudian bangkit dan bergeraklah. Bergeraklah.. sebab kau layak.

tante masih mau hidup untuk lihat mas dimi jadi anak besar :)) ciumm untuk dimi :))

Saya mengharapkan yang terbaik untuk kawan sekalian. I love you ..